Bagian 39

236 47 27
                                    

***

Jari telunjuk itu bergeser di atas kaca penutup showcase. Tepat saat matanya melihat bungkus berwarna kuning dengan gambar es krim berwarna hijau, jari telunjuk itu berhenti. Tangannya beralih menggeser penutup kaca dan mengambil dua buah es krim rasa kacang hijau tersebut.

"Bu, ini dua," Zeyu berucap seraya memberikan selembar uang kepada penjual. Setelah itu, dia pun membuka bungkus es krim dan memakannya.

"Mau?" tawarnya pada Mingrui sambil menyodorkan es krim yang sudah ia gigit.

"Gak, ah." Begitu jawab Mingrui. Namun, tindakan yang  selanjutnya dia lakukan adalah mengambil es krim dan membayarnya. Membuat Zeyu tak tahan untuk tak mencibir.

"Vanila lebih gue suka," katanya sembari mengangkat bahu. Mingrui cuek akan hal tersebut, malah asyik memakan es krim yang telah dibelinya.

Zeyu hanya mengangguk-angguk. Laki-laki itu bersandar pada showcase. Matanya memandang Yuna yang duduk di tengah kantin. Gadis itu sedang sarapan. Tasnya masih di gendong. Zeyu yakin, Yuna langsung ke kantin tanpa ke kelas lebih dahulu.

Zeyu pun mendekati Yuna. Mingrui yang melihat itu memicing sesaat sebelum akhirnya menghela napas. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu tertawa kecil. Dulu, dia memang tertarik dengan Yuna. Mingrui bahkan berniat untuk menjadikan gadis itu sebagai pengganti seseorang di hatinya. Hatinya yang terus-terusan mendapat luka dari gadis tersayangnya.

Lambat-laun, rasa tertariknya pada Yuna sirna. Sekarang Mingrui sadar bahwa Yuna bukanlah pengganti yang tepat untuk gadis tersayangnya. Atau, Mingrui tak dapat menemukan pengganti karena gadis tersayangnya itu tak bisa tergantikan. Sebenarnya Mingrui tahu akan hal tersebut, dia hanya mengelak dari fakta. Dia terus meyakinkan diri bahwa akan ada pengganti gadis tersayangnya.

Tetapi lain dengan kenyataan. Tanpa sadar, Mingrui seringkali memperhatikan gadis tersayangnya. Mingrui masih berdebar saat harus berbicara dengannya. Mingrui masih tersenyum saat memikirkannya. Mingrui pun masih senang mendengarkan ocehan gadis tersayangnya secara diam-diam. Ocehan yang terkadang membuatnya merasakan sakit. Mingrui masih mencintainya. Namun, Mingrui mengelak akan semua hal itu.

Dua tahun lebih bukanlah waktu yang sebentar bagi Mingrui. Selama itulah Mingrui mencintainya, sampai entah kapan nanti. Satu tahun lalu Mingrui mengungkapkan perasaannya, tetapi harus kalah telak oleh kalimat, "Temenan aja, ya? Maaf, orang yang gue suka bukan lo."

"Bengong aja." Seseorang menyikut lengangnya, dia tengah menjilati es krim vanila yang baru Mingrui sadari bahwa itu adalah es krimnya.

Seolah mengerti akan pandangan Mingrui, dia tersenyum lebar dan berkata, "Daripada meleleh. Sayang, 'kan?"

Meski Mingrui terlihat biasa saja, ketahuilah bahwa jantungnya tengah berdebar kala senyuman lebar itu dihadirkan. Orang di sampingnya adalah Mizhu, si gadis tersayangnya.

"Terserah, deh. Lo mau makan?"

"Nggak, tadi udah sarapan. Mau beli permen aja. Mau?"

Mingrui menggeleng saat Mizhu menyodorkan beberapa bungkus permen.

"Kak Zeyu mana? Tadi ke sini bareng, kan?" Mizhu celingak-celinguk.

"Itu, lagi PDKT." Mingrui mengangkat dagu ke arah Zeyu dan Yuna.

Mizhu hanya manggut-manggut sembari menghabiskan sisa es krim milik Mingrui.

"Ngomong-ngomong, idola lo main film baru, kan?"

"Iya ... kok lo tau?"

"Udah nonton?"

Mizhu menggeleng.

A Pair of DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang