Menjauh
***
Suara nyaring amat terdengar di telinga Xinlong, dengan cepat ia menghindar. Namun, usahanya gagal. Xinlong tetap terjatuh juga.
Sungguh malang, kepala Xinlong terbentur keras ke trotoar. Kini ia merasakan bagaimana pusing di kepalanya. Sangat.
Xinlong mengerjapkan kelopak matanya beberapa kali. Setengah sadar, Xinlong dapat melihat banyaknya orang yang mengerumuninya.
Xinlong mengeryitkan dahinya, mengangkat kepalanya, mencoba bangkit. Gagal, Xinlong benar-benar lemas. Banyak orang yang membantu Xinlong berdiri bahkan ada yang berniat menggendongnya.
Tetapi Xinlong menolaknya, "Saya bisa sendiri."
Setelah bisa berdiri, Xinlong
kembali menjalankan motornya menuju rumah. Meski dengan susah payah dan juga dengan menahan rasa pusing di kepalanya.***
Wanita paruh baya itu tersenyum senang sesaat sebelum melihat wajah dari anaknya.
"Xinlong, kamu kenapa?" tanya wanita itu khawatir. Namun, yang dikhawatirkan justru tersenyum lebar seolah-olah berkata dia tidak apa-apa.
"Hehe. Tadi ... itu Ma, Xinlong jatuh dari motor. Maaf, ya?" jawab Xinlong seraya menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal.
Wanita bernama Fei itu tersenyum. Dia berkata, "Gak perlu minta maaf sayang, kamu gak salah. Sekarang kita ke rumah sakit yuk. Luka kamu sepertinya parah."
Dengan cepat Xinlong menggelengkan kepalanya. Tersenyum, lalu memeluk ibu tercintanya.
"Xinlong nggak apa-apa kok," ujarnya seraya mempererat pelukannya.
"Maaf Tan, bukan mau ganggu. Tapi Shuyang mau pamit pulang."
Xinlong melepas pelukannya. Menoleh ke Shuyang lalu berkata, "Pulang tinggal pulang aja kali, gak usah pamit segala."
"Xinlong, kamu ngomong apasih?" tegur Fei.
"Shuyang, kamu nginep aja, ya? Sekalian temani Xinlong. Nanti biar Tante saja yang ngomong sama mama kamu."
"Xinlong gak perlu temen."
"Shuyang, mau, 'kan?" tanya Fei. Ia tidak menghiraukan perkataan anaknya.
Shuyang pun menyetujuinya. Mengangguk sambil menjawab, "Oke, Tante."
"Xinlong, Mama mau ambil kotak obat buat kamu dulu, ya."
Xinlong mengangguk. Kemudian, Fei pergi dan kembali dengan membawa kotak obat.
Saat ingin mengobati Xinlong, Fei lebih dulu dicegah oleh Shuyang.
"Biar Shuyang aja, Tan."
"Yaudah. Tapi Xinlong, kamu beneran gak apa-apa, 'kan?" tanya Fei memastikan bahwa anaknya benar-benar tidak apa-apa.
Xinlong tersenyum. "Iya, Ma. Xinlong bener gak apa-apa. Tapi Xinlong gak mau—"
"Baguslah. Mama tinggal ke dapur dulu, ya," ucap Fei seraya pergi ke dapur, meninggalkan Xinlong dan Shuyang.
"Lo kenapa bisa kayak gini, Kak?" tanya Shuyang menatap Xinlong sedih.
"Gak usah sok care deh," balas laki-laki yang lebih tinggi.
Tak peduli dengan tanggapan Xinlong yang seperti tidak menyukainya, Shuyang mulai mengobati luka di kepala sepupunya tersebut. Awalnya Xinlong menolak. Namun, apa daya? Xinlong tak tahu cara mengobati luka. Jadilah terpaksa ia menerima bantuan Shuyang.
***
Langit malam telah berlalu menjadi terang. Awan-awan cerah pun mulai menampakan diri. Yuna, gadis itu tengah berjalan di koridor hendak ke kelas. Melewati beberapa pasang mata yang terkadang mencuri pandang ke arahnya.
"Pagi, kak Yuna," ucap salah satu adik kelas perempuan sambil tersenyum manis.
Yuna tak membalas sapaan ramah itu. Ia hanya menarik sudut bibirnya sedikit, tersenyum paksa. Kemudian melewati adik kelas tersebut tanpa melirik sedikitpun. Sang adik kelas pun manyun sambil menundukkan kepalanya. Ia kesal sekaligus malu.
Sesampainya Yuna di kelas, ia disambut dengan segerombolan anak gosip yang salah satu anggotanya adalah Mizhu.
"Yuna! Gue punya berita Hot! Hot! Hot! Bener-bener, Hot!" teriak Mizhu. Gadis itu menarik paksa tangan Yuna supaya mau berkumpul dengannya.
Yuna hanya menurut, ia duduk di salah satu bangku. Menatap lurus teman-temannya dan tetap diam. Ia tak berniat sedikitpun untuk ikut ambil bagian dari gerombolan teman-temannya. Bagi Yuna, gosip-gosip seperti apapun itu tidak ada faedahnya untuk didengar.
"Eh, yang kemarin sore itu, bukan?" tanya Yerra.
Mizhu mengangguk.
"Ah, itu mah gue udah tahu," balas Yerra.
"Emang ada apasih? Kok gue gak tahu? Ceritain dong," ucap Nuwa penasaran.
"Yuna, lo tahu gak kalo Xinlong kemarin abis ngapain?" Mizhu bertanya.
Yuna hanya diam. Masih menatap lurus teman-temannya. Ia tidak fokus. Ia melamun. Dan entah apa yang ada dipikirannya sekarang.
Merasa tak ada respon apapun, Mizhu menepuk bahu Yuna pelan. Guna menyadarkan gadis itu. Berhasil. Yuna tersentak dari lamunannya lalu menatap Mizhu sebentar dan kembali ke posisi awal.
"Eh, Mizhu cerita aja. Udah gak usah nungguin Yuna. Kayaknya lagi lola tuh anak," ujar Kochi. Mizhu hanya mengangguk.
"Tau gak, sih? Kalo kemarin si Xinlong berduaan sama Narae, katanya sih mereka kiss—"
"Anjing! Parah banget tuh anak," kaget Kochi yang tak sengaja memotong perkataan Mizhu.
"Bener. Padahal kemarin aja abis ..." Mizhu menggantung kalimat saat melihat Yuna yang tiba-tiba berdiri dari bangku yang baru saja didudukinya.
"... mau kemana?"
Tak menghiraukan pertanyaan Mizhu, Yuna segera pergi ke mejanya lalu melekatkan tas di bangku dan keluar kelas. Ia berjalan melewati koridor sambil menatap lurus. Bagaimanapun ia juga mendengar ucapan Mizhu.
Yuna tak mau tahu terlalu jauh lagi. Jadi, ia memutuskan pergi menjauh dari teman-temannya.
Gadis itu menghentikan langkahnya saat seseorang tiba-tiba menepuk bahunya dari belakang. Menoleh. Yuna mundur seketika, lalu berlari menjauh dari orang tersebut.
Cowok yang baru saja menepuk bahu Yuna, keheranan. Ia bingung. Mengapa Yuna menanggapi dirinya seperti itu?
"Kak Zeyu?"
Zeyu menoleh ke asal suara. Di sana terlihat Shuyang yang sedang berdiri di pintu hendak keluar.
"Ngapain di sini? Tumben."
"Tadi gue ngikutin ... Kimi," jawab Zeyu. Ia kembali menatap arah perginya Yuna.
Shuyang mengeryitkan dahinya. Dia berkata, "Kim—oh! Cewek yang lo suka itu, ya? Mana orangnya? Pengen liat gue."
"Udah pergi."
To be continued ...
KAMU SEDANG MEMBACA
A Pair of Destiny
Fiksi PenggemarKehidupan baru Zhang Yuna di kota Beijing tak semulus yang dibayangkan. Apalagi ketika ia terlibat masalah dengan He Xinlong. Sebuah problema yang timbul akibat keterdiaman Yuna. Namun, diantara cerita-cerita hidup menyebalkan itu Yuna bertemu denga...