Ola Love Five

5.9K 780 42
                                    

"Mammi!!!" Teriak Ola dengan lari cepatnya. Ia tak peduli dengan sepatunya yang belum dilepas  atau tasnya yang ia taruh begitu saja. Yang penting ia bisa menemukan Mamminya.

"Mammi!!" Panggilnya lagi, dan menemukan Alana di taman belakang.

"Salam dulu Ola, jangan teriak begitu. Anak cewek harus sopan dong." Tegur Alana melihat tingkah putrinya yang sedikit ajaib itu.

Ola mengangguk saja, lalu mencium tangan Mamminya dan menariknya untuk duduk di kursi besi menghadap ke taman.

"Mammi, Ola mau cerita tapi gak boleh marah dulu." Kata Ola cepat dengan nafasnya yang tak beraturan.

Alana mengernyitkan dahinya, lalu mengusap keringat yang membanjiri wajah cantik putrinya itu. "Kenapa Mammi gak boleh marah?"

Ola diam, lalu menggeleng. "Karena ini menyangkut anak-anak Mammi!" Kata Ola pelan sekali nyaris berbisik.

"Anak siapa? Kamu gak buat aneh-aneh, kan?"

Oke, Alana mulai waspada. Memiliki seorang putri itu ternyata tak gampang untuk menjaganya. Banyak godaan dari luar yang membuat Alana khawatir.

Ola menggigit kukunya, lalu melirik kedalam rumah  sebelum mendekat pada Alana lalu berbisik. "Gini loh Mi, tadi Ola gak sengaja nyium temannya Bangga. Gak di bibirnya kok, Mi. Kena dagunya aja, itupun sebentar gara-gara Bangga narik Ola kenceng banget. Ola bingung Mammi, jantung Ola kayak gini dari tadi rasain deh." Tangan Ola memegang tangan Alana dan meletakkannya di dadanya yang sejak tadi berdetak tak karuan.

Mata Alana melebar tak percaya mendengar bisikkan panjang lebar dari Ola. Oke, Alana harus tenang, tapi bagaimana jantung gadis cantiknya itu berdetak seperti ketika ia dulu bertatapan dengan Raffi.

"Ola gak sakit jantung kan, Mi? Ola takut mati."

Fix, Alana ingin tertawa namun khawatir secara bersamaan melihat wajah polos putrinya. Bagaimana ia bisa menjelaskan hal yang namanya cinta pada Ola. Dia masih kecil, ia masih tak mengerti perasaan yang sekarang timbul gara-gara kejadian tak terduga itu.

Alana mengusap dada Ola pelan, seraya menatap tenang pada putrinya yang terlihat cantik ini. "Ola, ini namanya anugerah dari Tuhan. Tapi perasaan ini  harus disimpan sampai waktu yang tepat, bukan sekarang karena Ola masih belum mengerti artinya. Jadi, Ola harus banyak menarik nafas dan gak boleh mikir tentang teman Bangga lagi. Ola masih SMP, dan teman Bangga udah lulus kuliah jadi dianggap seperti kakak aja ya. Kayak Bangga dan Babang." Jelas Alana menggunakan bahasa sederhana yang mungkin bisa dimengerti oleh Ola.

Dalam empat belas tahun mengasuh Ola, Alana dan Raffi menghindarkan putri semata wayangnya dari hubungan yang akan menjerumuskan pada cinta remaja. Bukan apa, karena Raffi terlalu takut putrinya itu tertular dalam pergaulan bebas. Protektif sangat, hingga Ola hanya memiliki Nura sebagai temannya karena Nura juga putri dari sahabat  Raffi.

"Jadi, Ola gak akan mati?"

Alana menggeleng, "Ola sehat, jadi sekarang ganti baju ya terus makan siang."

Namun yang dikatakan Alana tak semuanya betul, terbukti ketika tanpa sengaja Ola kembali bertemu dengan Rajata ketika ulang tahun Bangganya itu. Ola mah pertama biasanya aja, tapi jantungnya berdetak hingga membuatnya sesak nafas. Dan bodohnya, ia malah mengikuti langkah pria yang terlihat cuek itu.

Cowok itu namanya Rajata, ganteng sih tapi wajahnya cuek banget. Ola sih biasa aja, secara semua pria di keluarganya wajahnya tak ada yang santai. Ola masih mengikuti Rajata yang terlihat mengeluarkan bungkus rokok yang membuat Ola mendelik seketika.

Dengan kesal, Ola berderap mendekati Rajata yang sudah mematik apik pada rokoknya. Dan hup, Ola meloncat mengambil rokok tersebut dengan tangannya.

"Auw panas!!" Jeritnya ketika telapak tangannya mengenai bara api rokok.

Rajata yang tidak tau ada seseorang selain dirinya dibuat terkejut oleh kedatangan Ola yang merampas kasar rokok yang berada di bibirnya.

"Bodoh!" Geram Rajata tertahan. Tangan besarnya mencekal tangan Ola yang mengibas karena kepanasan. Ia lihat luka yang memerah di telapak tangan Ola.

"Aku gak bodoh!!" Teriak Ola lalu melepaskan cekalan tangannya pada Rajata. Ia menatap Rajata berani, tapi tangannya panas ingin membuatnya menangis.

Tanpa menjawab Ola, Rajata menyeret gadis yang tingginya tak sampai dengan bahunya. Kecil sekali karena dia masih SMP. Ola yang masih diseret terisak, cengeng memang salahkan saja keluarganya yang memanjakannya hingga ia tak pernah merasakan rasa sakit.

Rajata memutar kran, dan membasuh tangan Ola yang masih terasa panas. Ia masih diam saja, menghiraukan Ola yang masih terisak di samping tubuhnya.

"Ceroboh, selalu membuat keributan." Kata Rajata ketika ia menatap Ola yang berdiri di depannya.

"Ola gak gitu." Bantah Ola ngotot dengan suara paraunya.

Rajata menatap tajam Ola,"Tapi begitu!"

Rajata mengelap tangan Ola dengan sapu tangan hitamnya, lalu ia bungkus luka yang terlihat memerah itu.

"Sudah sana masuk, jangan lupa dikasih obat merah." Titah Rajata lagi, yang membuat Ola menggerutu pelan.

"Tapi Abang merokok kalau, Ola masuk."

Rajata menghela nafas panjang, tangannya berkacak pinggang melihat sepupu sahabatnya ini. "Itu urusan pria dewasa, anak kecil gak boleh tau."

Ola menggeleng kencang, "Ola udah lima belas tahun, dan merokok memang tidak boleh kata Pappi dan Mammi. Bisa mengganggu kesehatan, dan juga harusnya orang pintar bisa baca bahaya rokok. Kamu pintar kan? Ada gambarnya juga kan bahaya rokok itu apa kalau Abang gak bisa baca. Mau Ola bacain." Celoteh Ola membuat Rajata menepuk jidatnya tak percaya. Sungguh ia mendapatkan ceramah gratis dari bocah SMP.

"Kamu belum dewasa untuk bisa mengerti gadis kecil."

Ola kembali menggeleng, "Masa iya Ola harus jadi besar buat mengerti Abang merokok. Padahal bahayanya sama kan?"

Oke, Rajata mulai tak senang mendengarnya. Bocah ini terlalu banyak bicara, batinnya.

"Kalau gitu, tunggu Ola besar buat bisa mengerti. Tapi jangan mati dulu gara-gara rokok, ya." Ola meneruskan tanpa tahu Rajata ingin membentaknya sekarang juga.

"Kamu masuk!" Rajata berkata penuh penekanan. Dan yah, Ola merasa polos mendengar itu tanpa tahu jika pria yang di depannya itu sanggup menjatuhkan sekali dorongan.

"Oke, tapi bang Rajata inget pesen Ola. Harus hidup sehat ketemu pas Ola dewasa, biar Ola bisa mengerti bang Rajata ketika dewasa paham?"

Dan Rajata tak menyahut, Ola tak hilang akal. Ia maju, lalu memeluk Rajata sekilas sebelum melepaskannya dengan senyum cantiknya.

"Bang Rajata ganteng, Ola suka." Dan setelah mengatakan itu, Ola hanya bisa berlari meninggalkan Rajata yang terdiam mematung.

"Gue, bukan pedofil kan?"

TBC
fiachea
6 Agustus 2019

Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang