Tiga Belas

1.5K 181 10
                                    

Amit-amit. Miranda berdoa kepada Tuhan semoga dijauhkan dari James. Mana ada cowok yang tepergok eng-ing-eng dengan pedenya menawarkan diri? And jangan lupakan senyum pasta giginya, ya! Untung saja. Oh untung saja Miranda luar biasa peka dan bisa membaui kebusukan, bahkan hidungnya jauh lebih tajam daripada hidung si Helli. Radar menginformasikan data-data negatif seorang James. (Masa bodoh, deh. Miranda punya daftar haters lumayan banyak lho, mulai dari keluarga ayahnya hingga ke cewek-cewek yang cemburu melihat ke-sek-sih-an-nya.) So, jelas banget James ini tipe mending-gebuk-pakai-sepatu-sebelum-masalah-mendatangimu. Ladies, kamu perlu berhati-hati dengan pria yang perutnya bikin kamu pengin ngucek baju.

“Nda, rumah depan udah ada yang nempatin, ya?”

Nayla, tanpa sajen tanpa tumbal, tiba-tiba saja bertamu. Teman yang konon perlu diberi piala best friend forever ini sibuk memperhatikan kegiatan orang-orang yang tengah menikmati sore dengan cara mengurangi timbunan protein berlebih. Dia bahkan ngotot minta Miranda menemaninya duduk di teras. Pose sok-nggak-peduli padahal pasang radar kepo.

“Enggak tahu,” jawab Miranda, cuek. Aroma teh lemon terasa menangkan, pas dipadukan dengan suasana sore yang adem. “Coba deh kamu nawarin diri. Sekali-kali jadi tetangga yang baik kek biar enteng tuh jodohnya.”

“Dih kamu. Jodohku selancar tol. Tinggal nunggu pengesahan di KUA. Sudah pasti. Sudah teruji. Terus kamu tuh, ya. Udah aku bela-belain nengok. Kantor panas, Nda. Tanpamu aku kehilangan semangat hidup.”

Resign.”

“Sayang, Nda. Entar aku nggak bisa quality time bareng Toni.”

Miranda mengangguk, paham. “Iya juga, ya. Cuma Toni doang yang mau sama kamu.”

“Idih ngiri.”

“Ngimpi.”

“Ngibul.”

“Nay, mending kamu pulang aja deh. Takutnya ada cangkir melayang.”

Nayla manggut-manggut. Sok mengerti. “Nda, kan, aku bawa kue tuh. Yuk, namu.”

Kedua alis Miranda bertaut. “Nayla....”

“Ya, siapa tahu jodohmu ada di sana.”

“Nayla....”

Nayla semangat meneruskan idenya, bangkit, mengambil kotak-kue-yang-rencananya-akan-diberikan-ke-Miranda-lalu-berubah-haluan-ke-perut-tetangga. “Ayo.”

Miranda bersedekap, siap menyemburkan api seperti Smaug. Kebetulan dia ingin melampiaskan amarah. “Boleh laporin ke Toni, Enggak?”

“Gampang. Entar aku bilangin ke dia ‘misi menolong teman berbuat baik’. Gitu.”

Miranda menepuk jidat. Kalah.

***

“Nay, inget Toni.”

Oknum yang coba Miranda bujuk tidak menggubris. Nayla dengan pede-nya main pencet bel. Tidak hanya  sekali, namun beberapa kali. “Udah lah, Nda. Percaya instingku. Kamu terlalu lama ngendap di rumah. Entar kalau kamu jamuran baru tahu rasa.”

Miranda mencubit perut Nayla, yang ternyata menimbun protein berlebih, dan berkata, “Apa coba tujuan mulianya?”

Nayla memutar mata. “Ya siapa tahu tetangga barumu sepanas Steve Roger.”

“Nay, lagian tetangga yang lain adem-adem aja. Enggak ada yang nawarin kue segala. Balik.”

“Tunggu bentar.” Nayla tanpa malu mengulangi salam. “Duh, nanggung nih.”

“Nayla, aku jedotin. Mau?”

“Nda, rasa penasaran itu nggak baik dipelihara.”

Satu alis Miranda terangkat. Ulala, terjawab sudah.”Kamu penasaran?”

“Dikit.”

“Nay—”

Derit pintu memotong perkataan Miranda.

Kini kedua wanita itu menoleh.

Nayla terperangah.

Miranda terkejut (yakin deh, rahang Miranda minta terjun bebas saking kagetnya).

“Oh,” kata Nayla.

“Wah, aku nggak nyangka kamu ternyata nekat, ya?”

James. Ternyata James sekarang pindah posisi menjadi tetangga Miranda!

No, oh no! Miranda tidak ingin memercayainya. Sampai kapan pun dia tidak sudi menerima kenyataan pahit ini. Andai diizinkan dia ingin meminta keringanan hukuman dari Tuhan. Sekian cobaan, sekiaan godaan, dan sekian ketidakinginan yang Miranda sesali, James merupakan salah satu dari sepuluh hal buruk yang tidak ingin dia temui.

“Ja-James?” Nayla bisa dipastikan menampakkan tanda-tanda konsleting tingkat pertama: tidak bisa melafalkan nama dengan jelas. “James?” Konsleting kedua: perlu menyebut nama untuk keduakalinya demi memastikan kebenaran, “JAMES!”

Spontan Miranda membekap mulut Nayla sebelum teman-terbaik-yang-dimilikinya-ini mempermalukannya. “Oke, kenapa kamu ada di sini?”

“Suka-suka dong, mau tinggal di mana.”

James sialan, Miranda mengumpat dalam hati. Berani-beraninya lelaki itu menampilkan senyum sempurna dan OH! Kenapa hari ini James memakai baju polo dan celana jins yang (jujur nih!) sangat mengundang perempuan untuk sengaja menubruk macam banteng ketemu matador.

Nayla spontan menabok tangan Miranda. “Udah deh, Nda.”

Miranda melotot, tidak terima tangannya ditabok. “Kamu nabok aku?”

“Kami cuma pengin ngasih salam ke tetangga baru,” kata Nayla mengabaikan Miranda. Misinya kali ini adalah membantu Miranda menemukan jodoh yang tepat. Yeiy! Kalaupun James yang nantinya menjadi suami (amin) Miranda, Nayla akan sangat bersyukur karena telah melakukan satu kebajikan.

“Wah, terima kasih. Kalau begitu bagaimana kalau kita minum. Kopi?”

“Teh,” kata Nayla.

Miranda kali ini benar-benar akan melaporkan Nayla ke Toni. Beres!

“Oke, silakan.”

Nayla, tentu saja, tanpa ragu menerima tawaran persahabatan James. Sekali dia mengedip ke Miranda.

Kali ini Miranda ingin mengubur dirinya, sedalam mungkin, agar tidak ada yang bisa menemukannya!

Malu.

***

Hai teman-teman, terima kasih atas dukungannya. ^_^’’
Semoga bab kali ini cukup memuaskan. :”) Terima kasih telah membaca cerita saya yang receh ini. Uhuk. Uhuk. Pokoknya terima kasih pakai love, love, and love.

Salam hangat,

G.C

Note: Diterbitkan pada tanggal 4 Agustus 2019

With You... (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang