"James dicuekin cewek."
"Ben, makasih lho ke sini niatnya ngehina doang."
Rencananya setelah pemotretan prodak mi James akan langsung pulang. Tetapi, oh tetapi, dia keceplosan cerita Miranda si kucing galak kepada Ben. Ulala! Tanpa ampun Ben meminta detail selengkap-lengkapnya tanpa ada yang ditutupi. Begitulah akhir cerita James dan Ben nyasar ke kafe. Parahnya Ben masih sempat-sempatnya pesan menu makan siang.
"Ben, gimana? Dia mungkin nggak?"
"Naksir kamyuh?"
James mengedik. "Ben, semua cewek pasti naksir aku."
"Ya, kaleeee ada gitcu yang ternyata sehat jiwa dan akal. Terus milih yang lain?"
"Aku nggak pernah ditolak."
"Seriuuuuus?"
"Serius."
"Kalau gitchu anggap saja dia ini, si cewek judes ini, ternyata nggak bisa cuma disogok makanan doang. Coba gih kamyu tawarin berlian, mawar, atau sekalian ajakin nikah. Mas Felix pasti setuju idekyu yang soooooo fabuuuuuulouuussshuhu!"
"Ben, kalau aku ditolak malu-maluin."
"Lho, katanya nggak pernah ditolak tuuuuch. Ya, coba dong. Eh, kemarin ada cowok aduhai yang keren. Kira-kira doi mau enggak, ya, jadian. Akyu sedang sendirian."
James tepuk jidat. "Ben, sadar."
***
Sendiri. Menikmati kesendirian. Miranda bahkan mencintai kesendiriannya. Tanpa Mia dan Nayla, (yang-pasti-super-duper-ngeselin-dan-terbukti-tidak-pantas-disebut-best-friend-foreveeeer!), tidak perlu pasangan karena pria terakhir yang dicintainya ternyata kakak tirinya, dan yang paling indah: bebas. Dia tidak perlu merencanakan acara kirim pesan selamat pagi, siang, sore, malam, tidur, makan, dan seluruh acara manis yang bikin kena diabetes. Oh yes, hidup sebagai wanita zaman sekarang memang sangat iiindaaah! Syalala!
Contohnya, Miranda malam ini tengah menikmati acara nonton iklan tanpa memikirkan perkataan Morgan. Sampai kapan pun dia tak sanggup plus tak sudi tinggal seatap dengan Mama Tiri. Wanita itu hanya memikirkan cara menyakiti Miranda secara fisik dan jiwa. Lalu, Papa? Okeeee, lelaki itu cuma mengandalkan kartu kredit, fasilitas, dan kesenangan yang dipikirnya bisa meluluhkan ketetapan hati Miranda. Uang bukan perkara utama, tak selamanya.... (Eiits, Nayla pernah ngomong gini, ya: "Segalanya memang tidak selalu dinilai dengan uang, tapi nggak punya uang itu nyedihin, Nda. Aku nggak bisa nonton drakor karena quota habis, nggak bisa beli kosmetik yang dipakai oppa, nggak bisa makan kue cokelat kesenanganku, dan yang paling horor: listrik rumah bisa diputus. Gelap, Nda, hidupku nanti.") No, no, oh no. Miranda berencana memperpanjang nyawa dengan tetap menjaga kesehatan. Kesehatan, iyups kesehatan dari nenek sihir.
Jari Miranda mulai pencet-pencet remot hingga menemukan acara lain. Tadinya dia berencana menikmati iklan sembari memikirkan rencana pekerjaan yang bisa diambilnya. Pokoknya sebisa mungkin dia tidak mengandalkan tabungan dan gelontoran kemakmuran dari ayahnya. Awalnya dia memikirkan pekerjaan sebagai admin di salah satu situs gosip tersohor se-Indonesia, namun segera ia urungkan karena malas mengikuti kegiatan artis yang notabene supermenyedihkan dan penuh perjuangan. "Kenapa nggak ada acara yang bagus, sih?" Berpikir sambil menggerutu memang salah satu kemampuan Miranda yang wow banget. Dia masih bisa mengomeli sesuatu sembari memikirkan pekerjaan. Catat, inilah bakat termewah era ini.
"Senyum indah impian. Gunakan Ciptarent dan rasakan manfaatnya!"
"Oh yaaaa ampuuuuun!"
Hampir saja Miranda membanting remot. Hampir, ya. Hampir.
Televisi tampaknya mulai berkhianat. Beraninya televisi menayangkan iklan pasta gigi. Bukan sembarang pasta gigi. Ini pasta gigi yang menggunakan James sebagai modelnya. Sontak Miranda ingin bersumpah serapah. Pria yang satu ini selalu membuat kebahagiaan Miranda merosot dari angka seratus menuju nol. Nol besal. Nol bundar. Nol yang tidak imut. Nol yang mirip telur ayam, pecah, krak!
"Kenapa nggak ambil cowok lain, sih? Dia, kan, nggak ganteng-ganteng amat."
Oh yeah, nggak ganteng tapi bikin hasrat naik turun, 'kan? Miranda langsung mengambil majalah dan mulai mengipasi bara yang membakar pipinya. Bisa-bisa nih, ya, Miranda memikirkan James mengenakan celana selutut, ketat, terus pakai acara telanjang dada. Ulala, bikin ngiler. Sontak Miranda mengecek air liur yang mungkin tanpa sengaja menetes. Oke, tidak ada.
"Oke, Miranda. Sadaaaar."
James makan apaan sih ampe punya wajah yang bikin-ups!
Miranda, atas dasar dorongan aneh yang tidak bisa dijelaskan, sontak menghampiri jendela. Pelan-pelan ia menyingkirkan gorden, secukupnya saja untuk mengintip, dan mu-la-i.
Oke, jalanan lengang. Memang biasanya tidak ada orang yang ingin menikmati udara malam, kecuali dia itu mbak-mbak berambut panjang yang senang pakai baju putih. Rumah seberang, rumahnya James, tidak menunjukkan tanda-tanda ada penghuninya. Oh, ya bagus dong jadinya Miranda nggak perlu ketemu? Wait, nanana tunggu dulu. Miranda justru merasa kehilangan. Maksudnya ia kehilangan pemandangan indah. Syalala!
Dahi Miranda mulai berkerut bak jeruk purut. "Ke mana sih?"
Biasanya James, semenjak kunjungan Miranda dan Nayla kala itu, doi jadi mulai menampakkan tanda-tanda ingin menjadi tetangga yang baik, bertanggung jawab, tidak sombong, dan mungkin rajin menabung. Pernah suatu hari, James mengetuk pintu, tidak lupa memberi salam, kemudian berkata, "Kue untuk tetanggaku." Duh, duh, duh, duuuuuuuh! Suara James dijamin bikin hati meleleh macam karamel. Miranda saja selama beberapa detik merasa melihat cupid mungil imut tengah menari-nari di sekitar kepala James. Mereka menebas bunga dan sinar love, love, loveeee. Tapi, Miranda terdorong gengsi cuma berkata, "Apa?"
Andai Nayla melihat ini, mungkin dia akan teriak, "Ndaaaaaaaa!"
James untungnya tidak tersinggung, atau mungkin dia merasa sedikit tersinggung, atau dia tersinggung tapi tidak ingin memperlihatkannya. Gentleman tidak boleh norak. "Lady, kamu nggak pengin mempersilakan atau apa gitu?"
Miranda bersedekap, sok nggak peduli padahal dalam hati ingin langsung menyeret James masuk, jangan lupa dorong dia sampai jatuh telentang daaaan.... "Oh? Oke, masuk."
Again, James masih menampilkan senyum memikat yang sempurna itu. Tanpa menunjukkan niat membalas Miranda, James memilih menyerahkan kotak kue. "Lain kali," katanya, so smoooth. "Mungkin pas kamu pengin ditemenin."
Se-le-sai. Miranda memilih diam dan membiarkan James pulang. Seharusnya dia menyalahkan hormon dan gejolak aneh yang kadang naik turun dalam tubuhnya. Miranda kadang ingin menyiram James dan meninggalkannya tergeletak di tengah jalan, namun di lain hari ia ingin memeluk James kemudian memohon agar lelaki itu bernyanyi lagu cinta diiringi ukulele. Dan sekarang Miranda hanya bisa menyesali, atau tidak menyesal, atau mungkin keduanya. Mengintip ke luar, menanti tanda-tanda keberadaan James.
Dan James tidak pulang selama seminggu.
Miranda gigit jari.
***
Miranda berguru cinta kepada Nayla.
Miranda: Nay, kamu pernah nggak tiba-tiba tertarik kepada cowok yang awalnya bikin iyuh gitu?
Nayla: Tunggu. Enggak pernah.
Miranda: Jangan bohong!
Nayla: Aku dan Pak Toni itu cinta sehidup dan semati.
Miranda meninggalkan percakapan.Miranda: Nay, apa yang bikin kamu suka Pak Toni?
Nayla: Dia ganteng.
Miranda: ...
Nayla: Dia jago masak. Uhuhuhu, masakannya enak, Nda.
Miranda: ...
Miranda: Nay, kamu ada rencana putus dari Pak Toni, enggak?
Nayla: Nooooooooooo!***
Diterbitkan pada 5 Oktober 2019.
***
Hai teman-teman, semoga bab kali ini cukup memuaskan. :) Terima kasih, ya, teman-teman meluangkan waktu untuk membaca tulisan saya yang tidak seberapa ini. Wkwkwkwk.
Pokoknya saya sangat berterima kasih. Love you, teman-teman. Pokoknya terima kasih.
Salam hangat,
G.C

KAMU SEDANG MEMBACA
With You... (TAMAT)
ChickLitGimana rasanya bertetangga artis setenar James? Miranda mencoba peruntungan asmara. Kali ini dia tidak akan kalah membuktikan diri sebagai "warga Indonesia yang bahagia". Satu-satunya masalah ialah, tidak ada cowok yang bisa membuat Miranda melupaka...