Dua

3.4K 335 0
                                    

Saatnya melakukan pengakuan. Miranda tidak sanggup menjalani kehidupan penuh cobaan. Kalau bisa, dan semoga dikabulkan, dia ingin mengajukan pengunduran diri . Sebagai umat manusia yang taat dalam berbuat kebajikan, mungkin dia bisa mencoba berbuat kebaikan. Misal: memikirkan keuntungan menyebar gosip murahan mengenai Toni. Hanya karena lelaki itu menunjukkan minat kepada Nayla, bukan berarti membenarkan sikapnya memberi tugas beserta tugas lainnya yang ternyata masih beranak pinak macam kutu rambut. No!

Rencananya hari ini Miranda langsung pulang. Sudah terbayang kasur empuk dan mungkin segelas susu dingin sebagai kompensasi. Tuh, indah banget, 'kan, surganya? But wait! Ternyata mobil Miranda memilih mogok di saat tuyul dan Om Genderuwo mulai melakukan modus operandi. Ya sudah, semua masalah pasti ada penyelesaiannya. Gampang. Jangan panik.

Pertama, Miranda menelepon Akang Bengkel langganan.

Kedua, Miranda perlu mencari taksi.

Ulala, beres.

***

Miranda langsung ambruk ke dalam dekapan kasur. Susah payah, dibaca: malas, dia menuju kamar mandi sekadar mencuci muka, sikat gigi, dan ganti baju. Begitu kembali ke kamar, ponsel memperlihatkan sejumlah notifikasi. Semua pesan berasal dari satu orang: Morgan.

Sudah saatnya memutuskan.

Sampai kapan kamu berencana mengabaikanku?

Berbaring di ranjang, benak Miranda berkelana ke masa suram; seluruh kenangan yang ingin dihapus merangkak ke permukaan, menggedor seluruh pintu kesadaran, dan meminta perhatian.

Miranda ingin melarikan diri. Sebisa mungkin dia tidak ingin menghadapi Morgan. Dia masih marah dan dia berhak marah! Lelaki itu seharusnya menyadari alasan keengganan Miranda mempertimbangkan "maaf".

"Selama ini aku bersabar," kata Morgan kala itu. Dia tiba-tiba muncul di hadapan Miranda. Suasana parkir di Intermezzo lengang dan terpaksa Miranda menghadapi Morgan. "Kenapa kamu nggak bisa memaafkan Papa?"

"Dia yang memulainya," Miranda mendesis, tangannya terkepal.

"Tapi kamu nggak bisa menilai secara sepihak."

"Sementara mereka bebas menilaiku," serang Miranda, geram, "begitu?"

Morgan menggeleng, tidak bermaksud membenarkan pernyataan Miranda. "Kamu tahu jawabannya."

Bayangan Morgan menghilang, Miranda kembali ke masa kini. Dia tidak ingin dihantui masa lalu. Bila harus berlari, maka dia akan melakukannya.

Miranda bangkit dan bergegas mengambil laptop.

Kemudian dia mengetik:

Jakarta, 2 Mei 2018

Kepada Yth,

Kepala HRD Intermezzo

Dengan hormat,

Saya selaku karyawan Intermezzo berdasarkan Surat Kesepakatan Bersama (SKB) tentang ketenagakerjaan serta undang-undang tenaga kerja bermaksud mengajukan pengunduran diri. Saya sangat berterima kasih kepada Intermezo yang telah memberikan kesempatan bagi saya untuk bekerja dan juga kepada teman-teman sejawat yang sudah membantu saya dalam bekerja. Saya juga mohon maaf bila ada kesalahan baik itu kepada perusahaan maupun teman-teman selama bekerja. Saya berharap perusahaan bisa memahami kondisi saya.

Saya berharap Intermezzo bisa menemukan pengganti saya yang lebih baik dan memberikan sumbangsih bagi kemajuan Intermezzo.

Saya ucapkan terima kasih atas segala bantuan, perhatian, serta kerjasamanya.

Hormat saya,

Miranda Lesmana Kirana

With You... (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang