Mungkin ketika dia sedang dipukul, sakitnya tidak terlalu terasa. Namun nyeri yang Lisa rasakan ketika keluar dari ruangan kerja Ayahnya menadak membeludak. Bahkan untuk sekedar membuka rompinya saja Lisa tidak kuat menahan sakit. Mata gadis itu menatap Hanbin yang memang mengikutinya ke UKS, lelaki itu terdiam sambil menatap punggung Lisa, menatap ceplakan darah yang terpapa jelas pada kemeja putih gadis itu.
Lisa hanya mengerang kesakitan, air mata tidak terlihat dimatanya. Matanya masih tajam, gadis itu seakan ingin menutupi semua rasa sakitnya agar tidak diketahui orang lain.
"Miss Yonna enggak ada, lo bisa nyembuhin luka lo sendiri?" tanya Hanbin sambil membantu gadis itu membuka rompinya.
Lisa meringis kesakitan membuat Hanbin ikut meringis.
Matanya menyapu seisi UKS, mencari keberadaan penjaga UKS yang biasa membantu mengobati lukanya, namun nihil, tidak ada seorangpun kecuali Hanbin dan dirinya.
"Kemana?" tanya Lisa mencari keberadaan Miss Yonna.
Hanbin menghela nafas, melipat rompi Lisa seraya menaruhnya di kepala ranjang "Ngecek keadaan Bona" ujar Lelaki itu membuat Lisa mengangguk sayu.
Lisa membelakangi Hanbin, membuka sau persatu kemeja putihnya dan meninggalkan kaos tipis yang awalnya berwarna putih kini dipenuhi bercak merah. Hanbin menutup matanya, dia kesal sekaligus merasa bersalah pada Lisa.
"Maaf..." ujar lelaki itu tiba-tiba.
Lisa membalikkan badannya dengan perlahan, menatap pemuda itu dengan senyuman kecilnya.
"Kenapa harus minta maaf? Gue tau bukan lo yang ngaduin ke bokap gue" ujar Lisa sambil melempar kemejanya kearah tempat sampah.
"Di kantin ada 12 anak osis, dan gue enggak ngeliat lo sama sekali. Jadi, gue yakin bukan lo yang ngaduin kejadian tadi ke bokap" ujar Lisa lagi.
Lisa terus-terusan meringis ketika dia menggerakkan badannya membuat hanbin dengan cepat mengambil alih kotak P3K yang berada di atas meja disisinya, emaruh kehadapan Lisa. Namun untuk menggerakkan tangannya sedikit saja Lisa tidak kuat.
"Gue panggil Jisoo" ujar Hanbin yang dibalas gelengan oleh Lisa.
"Gue bisa sendiri" ujar Lisa, dia hanya tidak ingin semua masalahnya diketahui oleh orang lain.
"Lo gak bisa! Buat nuangin obat merah aja lo enggak sanggup!" jawab Hanbin dengan nada yang naik satu oktaf.
Lisa mengangkat sebelah alisnya, dia tidak mengerti mengapa Hanbin menjadi seemosi itu.
"Yaudah panggil Mingyu" ujar Lisa.
Hanbin menggeleng tegas "Lo mau badan lo diliat-liat cowo, gue tau kalau Mingyu temen lo, tapi dia juga cowo. Kenapa harus Mingyu kalo Jisoo juga bisa ngobatin lo?".
Lisa mendengus kesal "Gue enggak mau kalau banyak orang yang tau kalo gue sering dipukulin kayak gini Bin!" ujar Lisa penuh penekanan membuat Hanbin terdiam.
"Bahkan Bobby aja enggak tau kalau gue sering dipukulin! Gue enggak mau kalau semua orang tau kalalu gue kayak gini, gue enggak mau dikasianin sama banyak orang!".
"Enggak usah sok peduli, lo itu sama kayak yang lain. Lo enggak pernah peduli sama orang-orang sekitar, sekarang apa? Liat gue dipukulin kayak tadi lo baru ngerasain kasian kan? Sedangkan dulu lo enggak tau apa-apa, lo biasanya sering banget ngaduin gue ke bokap, lo enggak tau kan kalo gue sering dipukulin kayak gini? Baru sekarang kan Bin?".
Nafas Lisa naik turun, dia juga sedikit meringis menahan nyeri di punggungnya. Hanbin terdiam, lelaki itu menerna semua kalimat yang dilontarkan Lisa. Kasihan? Apa Hanbin juga kasihan dengan gadis dihadapannya ini? Mungkin iya, Hanbin kasihan melihat Lisa yang diperlalukan seperti ini. Dia hanya kasihan, bukan peduli.