Jisoo bingung, dia menjadi canggung, bahkan didalam rumah sekalipun. Gadis itu melirik dengan ekor matanya, menatap Kakaknya yang sedang tertawa lebar dengan Ibunya diruang tamu. Semua yang terjadi tidak sesuai khendaknya, ini jauh dari bayangannya. Jisoo tidak mungkin melukai Kakaknya sendiri, namun jika Kakaknya benar-benar bersalah, dia harus menjai orang yang paling tega.
Gadis itu memasukkan suapan terakhirnya, mengunyah dengan perlahan sebelum menelannya. Dia bangkit, menaruh piring di wastafel. Kembali melirik Irene yang saat itu sedang menatapnya.
"Enggak mau kumpul disini dulu dek?" sahut Mamanya membuat Jisoo mengalihkan pandangan dari Irene.
Jisoo menggeleng, langsung berlari naik ke kamarnya dan tentu membuat Irene dan Mamanya bingung.
"Adek kenapa? Kamu marahan?" tanya perempuan paruh baya itu sambil menatap Irene meminta penjelasan.
Irene menggeleng "Enggak kok, baik-baik aja perasaan" jawabnya.
"Perasaan kamu doang kali, tapi perasaan adek enggak. Adek kayak takut gitu ngeliat kamu, kamu enggak ngebully kan disekolah?"
"Enggak kok" jawab Irene dengan kerutan didahinya, matanya melirik kamar Jisoo dilantai atas yang tertutup rapat "Apa Irene tanya langsung aja? Bingung juga ngeliat aek yang tiba-tiba gini"
Mamanya mengangguk setuju, mendorong badan Irene untuk bangun "Harus baikkan lho! Mama gak suka jadi canggung gini ah"
Irene mengangguk patuh, berjalan santai menaiki tangga, namun kepalanya terus berusaha berfikir, kesalahan apa yang ia buat sehingga Jisoo menjauhinya begitu. Irene merasa tidak aa apa-apa diantara keduanya, bahkan mereka pergi kesekolah bersama kemarin.
Dia menggeleng, memukul kepalanya sendiri dengan maksud membantunya berfikir. Kemudian menghela nafas kesal, otaknya berhenti, dia tidak apat memikirkan apapun, bahkan hal kecil sekalipun.
Akhirnya Irene menyerah, mengepalkan tangannya keudara dengan maksud mengetuk pintu kamar Jisoo.
"Kak!" panggil mamanya dari lantai bawah yang menghentikan pergerakan Irene.
Gadis itu menjauh dari pintu, menghampiri pagar pembatas untuk melihat Mamanya di lantai bawah. Wajahnya menunjukkan maksud kenapa lagi? pada Mamanya.
"Nanti download-in Mama drama Vagabond dong. Ibu-ibu di komplek ini pada rame ngebahas Vagabond, tapi Mama enggak ngerti jalan cerita soalnya enggak ada subtitle Bahasa indonesianya" ujar Mamanya membuat Irene menglena nafas sembari mengangguk.
"Jangan lupa lho Kak. Mama juga pengen ikutan ngerumpi Lee Seung-gi"
Irene terkekeh kecil sambil kembali kedepan pintu kamar Jisoo "Iya Mama" jawabnya.
Gadis itu kembali melanjutkan hal yang tertunda tadi, dia mengetuk pintu kamar adiknya sebanyak dua kali sebelum akhirnya membuka pintu. Kepalanya menyembul dibalik pintu, mengintip pekerjaan apa yang sedang dilakukan sang adik.
Jisoo hanya seang menatap kumpulan kertas dengan fokus, sebelum fokusnya buyar karena melihat Irene yang berdiri didepan pintu kamarnya. Jisoo menyingkirkan kertas itu dengan cepat dibalik tubuhnya, tersenyum canggung pada sang kakak yang sedang menatapnya dengan alis yang mengerut dan wajah yang bingung.
"Lagi ngapain?" tanya Irene basa-basi, namun sebenarnya Irene masih penasaran dengan kertas yang dipegang adiknya tadi.
"Enggak ngapa-ngapain" jawab Jisoo sambil menggeleng "Kakak ngapain kesini?"
Irene mendekat dengan langkah perlahan, mengambil tempat didepan meja rias Jisoo seperti biasanya. Matanya melihat sedikit kertas yang dipegang Jisoo tadi, sebelum Jisoo benar-benar menutupi pandangannya dari kertas itu dengan badannya.