Dara menundukkan kepalanya, memikirkan tentang hubungan yang baru saja dijalaninya dengan Aris. Dara menerima segala perlakuan Aris yang manis saat makan malam bersama, tapi Aris tidak mengenalkannya sebagai ‘someone special’ ke taruna junior-nya.
Lamunan Dara terusik saat mendapat telfon dari nomor tidak dikenal, Dia mengernyitkan dahi-nya. Siapa yang menelpon malam-malam begini? batinnya. Dia menengok jam tangannya dan menunjukkan pukul 01:00.
“Halo, Assalamualaikum…” Dara menyapa seseorang yang diseberang telpon.
“Ehem… Waalaikumsalam, Dara.” Suara berat Aris menjawab salam dari Dara, jantung Dara berpacu dengan cepat mendengar suara laki-laki yang memenuhi benaknya saat ini.
“Mas Aris ada apa malam-malam begini telpon Dara?” Dara menggigit bibir bawahnya menahan kegugupannya.
“Anu… eh, itu aku balik ke Magelang sekarang. Kira-kira nanti jam setengah tiga malam aku berangkat naik bus pinjaman kakak seniorku.”
Tanpa sadar, Dara mengerucutkan bibirnya. “Kok, buru-buru banget sih, Mas? Katanya 2 hari lagi baru balik,”
“Mas juga gak tahu, ini diluar perkiraan. Ada panggilan dari Gubernur Akmil katanya. Maaf ya,”
“Gapapa kok, Mas Aris ‘kan disana pendidikan. Eh… Dara boleh ‘kan ikut nganter Mas Aris?” Dara dengan antusias mengajukan tawaran pada Aris.
“Kamu tidur aja, lagian ini udah malam, kok belum tidur? Besok ‘kan masih sekolah.” Aris mengela nafas berat.
“Biarin aja, ‘kan aku pengen! Gaboleh ya?”
“Iyadeh, boleh,”
“Yeey! Makasih Mas, yaudah aku tidur bentar ya,”
“Iya, selamat bobok, Adara cantik,”
Blusssh! Kampret ih, masa digituin doang blushing! Teriak Dara dalam hati.
02:12
“Hoaaam, untung masih bisa bangun. Gak usah mandi deh, cuci muka aja kali ya?” Dara menuju ke kamar mandi dan mencuci mukanya, setelah itu dia menyemprotkan parfum aroma strawberry kesukaannya.
“Yah, Bun! Dara mau nganterin Mas Aris dulu ya! Mas Aris mau balik ke Magelang…” Dara berlari kecil menuju ranjang orang tua-nya, dan kemudian menyalami tangan Ayah dan Bunda nya yang terlihat masih mengucek mata.
“Pake kendaraan apa kamu?” Tanya Ayah Dara.
“Nyetir sendiri, boleh ya Yaaah,” rayu Dara.
“Huft, iya boleh. Hati-hati, ini larut begini banyak kriminal biasanya,”
“Iya Ayah, Bundaaaaaa…” Gumam Dara. “Yaudah, Dara berangkat ya, Assalamualaikum!” kemudian Dara berlari menuruni tangga.
------
Jalanan sangat sepi, Dara menyetir mobil Jazz merah milik Ayahnya dengan tenang sambil bersenandung. Saat tiba di terminal yang dituju, Dara mengeluarkan handphone nya untuk menelpon Aris.
“Assalamualaikum, Mas Aris?” Dara keluar dari mobilnya setelah telponnya tersambung.
“Ya, Dara?”
“Mas dimana, ya?” Dara menyapukan pandangannya ke segala arah di Terminal bagian depan, “Aku ada di sebelah warung kopi depan Masjid nih, Mas,”
“Aku lagi nunggu bus di deket-nya pangkalan ojek,” jelas Aris.
Dara berjalan kaki ke arah timur dan dilihatnya ada lima orang taruna termasuk Aris disana, menggunakan seragam PDH coklat seperti biasanya dengan topi senada dan membawa ransel dan koper bertuliskan ‘Akademi Militer’ dan nomor masing-masing.
Jantung Dara seakan lari marathon melihat Aris seperti itu, tampan sekali. Dara mendekat kearah Aris dan langsung menepuk bahu Aris lumayan keras, membuat Aris kaget.
“Ya Ampun, aku kira Kuntilanak…” Aris sontak memegang dadanya berpura-pura kaget.
“Kalau aku Kuntilanak, terus Mas Aris apa dong?” Dara mendongakkan kepala nya saat berbicara dengan Aris, seolah menantang Aris. Tinggi badan Dara yang sebatas bahu Aris membuat Aris menundukkan kepala dan mencubit hidung Dara dengan gemas.
“Aku Genderuwo aja, deh,” jawab Aris.
Kemudian, mereka menghabiskan menit-menit yang tersisa dengan obrolan ringan untuk menunggu kedatangan bus yang menjemput Aris. Tak lama setelah itu, bus patas yang menjemput para taruna pun datang.
“Kamu jangan nakal ya, Dara. Aku usahain nanti kalau pesiar telpon kamu,” Ucap Aris dengan suara lirih, lalu Aris mengangkat dagu Dara dan mengecup bibir Dara. “Dan satu lagi, jangan selingkuh,”
Dara seperti orang bodoh karena perlakuan Aris barusan, dan dia hanya menjawab “I-Iya Mas…”
“Bagus, aku balik dulu ya. Hati-hati pulangnya, sampai jumpa, sayang.” Dengan lembut Dara memegang tangan kanan Aris dan menciumnya, Aris pun mencium kening Dara penuh sayang.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Life Partner!
Romance"Haruskah aku bertahan untuk kisah cinta yang tak menentu ini? Bisakah aku menjadi pendamping Abdi Negara?" - Adara. "Aku harap kamu mengerti dan menerimaku menjadi pendamping hidupmu. Jiwa dan raga ini mungkin milik negara, tetapi hati ini hanya ka...