Part 20 - EPILOG

53.4K 1.8K 61
                                    

                Aku sedang mempersiapkan sarapan yang sederhana untuk keluarga kecilku. Nasi goreng dan roti bakar menjadi pilihanku kali ini. Setelah semua sudah siap, aku beranjak dari ruang makan dan membantu putra pertamaku mempersiapkan perlengkapannya untuk berangkat ke sekolah. Ah iya, sekarang putra pertamaku berumur lima tahun, dia sangat mirip dengan Mas Aris! Mulai dari sikap cueknya, bentuk wajahnya, dan minuman kesukaannya yaitu teh. Dia hanya mewarisi alis dan hidungnya dariku, lain-lainnya dia meniru Mas Aris.

Dia duduk di kelas satu SD, menjadi idola baru para guru dan siswi ditempatnya bersekolah. Aryasatya Zuhair Prasaja, nama yang akhirnya aku dan Mas Aris berikan untuk putraku yang mengagumkan itu. Saking tenggelam dalam lamunan yang indah, aku diberi tatapan datar dan decakan kesal oleh Arya.

                "Tidak boleh seperti itu sama Bunda, Arya." Mas Aris memperingatkan Arya dengan lembut. Hm, Mas Aris sudah berubah menjadi sosok Ayah yang hangat, tegas, dan bertanggung jawab. Memang berbeda jauh dibanding sikapnya saat remaja dulu yang terkesan dingin dan cuek seperti Arya, kini Mas Aris jauh lebih dewasa. Tubuh tegapnya kini sudah dilengkapi dengan seragam hijau, tidak lupa dengan baret hijaunya. Dia mengerling kearahku sekilas dan menarik kursi untuknya dan anakku.

                "Sekarang kita sarapan terus berangkat sekolah, ya." ucapku pada Arya.

Saat Arya masih sibuk dengan tas sekolahnya, Mas Aris lebih dulu makan nasi goreng buatanku dengan lahap. Aku hanya menunggu reaksi mereka tentang masakanku sambil menggigit bibir bawah. "Enak gak, Mas?" tanyaku pada Mas Aris.

Mas Aris mengulum senyumannya, "Enak kok!" dia mengacungkan jempol kanannya padaku. Senang kurasakan, tapi tidak berlangsung lama karena Arya menautkan alisnya dan menatapku lekat-lekat.

                "Bun, kok asin sekali nasi gorengnya? Beda kayak yang biasanya." Aku langsung memakan satu suap nasi goreng yang ada di piring Mas Aris.

Benar... Ini asin sekali, astaga! Tidak biasanya seperti ini. Aku mengambil tisu dan memuntahkannya. "Bunda kebelet nikah lagi kali, Yah." Ujar Arya sambil mengendikkan bahunya. Aku hanya cemberut menanggapinya.

                "Kasian ya, Ayah gak disayang lagi deh nanti." Mas Aris menopang dagunya menggunakan kedua tangannya.

                "Apaansih kalian, suka banget nge-bully Bunda." Aku membuang nasi goreng yang rasanya kacau dan mengganti menu sarapan dengan roti bakar dan susu. Meskipun Arya protes karena dia lebih suka teh, aku tetap memaksanya minum susu untuk kebaikan tumbuh kembangnya.

Usai sarapan, Mas Aris mengajak Arya berangkat ke sekolah menggunakan mobil. Jarang sekali Mas Aris bisa mengantar Arya, dengan semangat Arya menerima ajakan Mas Aris. Jadilah aku harus ikut juga karena menemani Arya untuk datang ke pameran, entah pameran apa.

Pemandangan yang kulihat kini sungguh membuat hatiku menghangat, aku berdiri di depan pintu rumah hendak  mengunci pintu rumah. Setelah mengunci pintu, aku berbalik badan. Melihat Mas Aris menyemir salah satu sepatu Arya dan Arya menyemir sepatu sebelahnya. Keduanya terlihat sangat akrab. Tidak ada yang lebih menyenangkan dibanding melihat kebahagiaan yang seperti ini. Aku harap keluarga ini akan menjadi keluarga yang selalu diberi kekuatan untuk menghadapi segala rintangan yang ada.

-------------

                Ternyata, sekolah Arya mengajak para murid beserta orang tua untuk melihat pameran Alutsista dalam rangka Hari Ulang Tahun TNI. Arya sangat menikmati pameran yang berlangsung, dia asik melihat kesana-kemari dan aktif bertanya pada bapak-bapak tentara yang berjejeran. Huft, sebenarnya aku bosan. Aku mengajak Arya untuk ke stand bagian timur.

My Life Partner!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang