Aris POV

36.4K 1.9K 5
                                    

                Aku sedang asyik mengobrol dengan senior dan teman se-liting ku hingga tidak sadar Dara sudah tidak berada di sekelilingku. Aku berdiri dan berpamitan pada teman-teman ku, kemudian aku menyapukan pandangan ke seluruh titik sudut di aula ini. Aku berjalan menuju pintu keluar dan tiba-tiba seseorang mengahangku dan mencekal pergelangan tangan kiri ku.

                “Hai, tampan. Tidak rindu aku, kah?” tanya Fani dengan nada sensual.

                “Tidak sama sekali,” jawabku ketus. Aku menoleh kesana-kemari mencari keberadaan Dara, sepertinya gerak-gerik ku terbaca oleh manusia ular ini.

                “Ah, mencari gadis ingusan yang menjadi partner-mu kali ini, ya?” Fani mendengus sinis.

                “Asal kamu tau, dia dengan mudahnya menyerah atas dirimu dan memilih untuk memberiku kesempatan mendapatkanmu,” Aku menatap Fani dengan tatapan tajam yang menusuk, aku menghempaskan tangan nya.

                “Apa yang kamu perbuat? Dasar psycho,” Aku tersenyum sinis.

                “Aku tidak melakukan apapun! Well, aku hanya mengatakan kalau aku calon istrimu dan dia dengan bodoh nya mudah terpengaruh. Itu artinya dia tidak benar-benar mencintaimu, ‘kan?”

Fani mendekatiku dan menepuk-nepuk punggungku dengan lembut.

                “Pikirkan baik-baik tentang itu, dan sepertinya aku sudah mulai melupakanmu, yah perlahan.”

                “Sudah aku bilang, aku ini hanya obsesi semata mu saja,” Aku langsung pergi meninggalkan Fani.

-------

                Aku berjalan menyusuri gelap nya malam di Akademi Militer ini, aku belum juga menemukan Dara. Sesaat, perkataan Fani terus-menerus menghantui pikiranku. ‘Dia dengan bodoh nya mudah terpengaruh. Itu artinya dia tidak benar-benar mencintaimu, ‘kan?’

Aku mendekati pohon beringin yang terletak tidak jauh dari aula tempat digelar nya pesta. Aku mendengar isak tangis seorang wanita, merinding juga sih tapi suara nya seperti Dara. Saat berjalan mendekat, di pencahayaan yang remang-remang aku melihat sosok wanita yang kini menjadi figure favoritku. Aku menepuk bahu nya sebanyak dua kali.

“Biarin aja, aku gak peduli kamu Wewegombel, Kuntilanak atau Annabelle sekalipun! Pokoknya aku masih mau nangis. Huweee,” Tangisan Dara makin menjadi-jadi. Aku menghela nafas karena dia terlihat cukup lucu.

“Kenapa menangis malam-malam begini? Di bawah pohon beringin yang serem lagi,” ujar ku. Dara menolehkan kepala nya menatap ku.

“Bukan karena apa-apa. Aku mau pulang,” Dara berdiri dan berlari menjauhi ku. Aku maju beberapa langkah dan mendekapnya, dia meronta-ronta tetapi aku memeluknya makin erat di dada ku.

“Ini enggak bener, aku enggak mau jadi perusak hubungan kamu,” kata Dara disela-sela isak tangis nya.

“Kamu… Aku cinta kamu, Mas. Sejak pertama lihat Mas, aku jatuh hati sama Mas. Tapi ternyata aku salah, aku gak pantes disandingkan sama Mas yang sudah punya seseorang yang lebih baik daripada aku. Aku minta maaf Mas, mulai sekarang, aku bakal menjauh,” Hatiku menghangat mendengar pernyataannya. Aku kira selama ini dia tidak mencintaiku, mengingat dia tidak berkorban apapun untukku, bukankah cinta harus saling berkorban satu sama lain? Namun, aku sedikit kecewa karena dia melepasku dengan mudah padahal kami berdua menjalin hubungan yang masih terbilang ‘baru’.

“Ngomong apa kamu itu, hah?” ucap ku lantang karena merasa kecewa.

“Aku cuma enggak mau merusak hubungan yang sudah dijalin sama Mas Aris dan Mbak Fani! Itu saja,” Dara mengucapkannya dengan keras sambil mengusap air mata nya kasar.

My Life Partner!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang