Part 7

32.9K 1.9K 13
                                    

Kalau memang suka dengan hasil karyaku yang abal-abal ini, mohon kasih vote dan comment nya ya. Terimakasih banyak yang sudah kasih vote dan yang udah mau baca ceritaku ini. Jarang update karena kondisi badan kurang fit akhir-akhir ini. Oh ya... Kalau ada yang penasaran, cerita ini sebagian ide nya dari kehidupanku sendiri cuma banyak yang dirubah. *lah jadi curcol*

Oke lah maaf kalau kurang memuaskan. :3

-----

                Aku cepat berkemas sehabis mandi, setelah kurasa siap, aku menarik koperku. Kuangkat koperku saat menuruni tangga di rumah milik orang tua Mas Aris. Di ruang tengah, terlihat Mas Aris yang memakai seragam coklatnya. Aku membuang muka dan berjalan cepat menghindarinya. Sial, dia menghentikan langkahku dengan menarik paksa pergelangan tanganku.

                "Dengarkan aku, Dara..." ucap nya memelas.

                "Apa lagi, sih? Kita 'kanudah berakhir," sahutku dingin.

Aris berlutut dan menggenggam kedua tanganku, koperku yang tadi nya kupegang tergeletak begitu saja di lantai berwarna biru laut ini.

                "Maaf, pikiranku kacau. Ini semua terlalu cepat untukmu, itulah pikiranku. Kamu, diusia yang masih sangat muda harusnya bersenang-senang dengan teman pria, diajak kesana-sini, selalu ada untukmu, dan masih banyak lagi. Tapi apa? Aku terlalu egois, kamu tidak bisa merasakan semua itu karena kamu rela menjalin hubungan denganku yang mengemban tugas Negara nantinya," Aris mencium punggung tanganku berkali-kali.

                "Pikirkanlah lagi, Dara. Kita akhiri hubungan ini baik-baik, ya... Maaf sudah membuatmu tidak karuan. Ayo kuantar sampai depan, aku nanti kumpul di Akmil dan langsung apel malam. Maaf tidak bisa mengantar kamu dengan selamat sampai rumah,"

Aku hanya mengangguk lemas.

----

                Sebenarnya mau dia apa? Dia dengan seenaknya masuk dalam kehidupanku, mewarnai kehidupanku, membuatku merasakan debaran jantung yang tidak menentu, lalu dia menghempaskan semua nya begitu saja. Terlalu cepat, bahkan semua itu tidak berlangsung selama satu bulan. Segalanya terlalu rumit untukku. Mungkin mengakhiri hubungan dengan'nya' adalah yang terbaik untukku kali ini. Aku akan giat belajar agar mendapat hasil yang memuaskan saat UN nanti.

                Aku telah tiba di depan kompleks tepat di pagi hari, berjalan sedikit saja sudah sampai di rumah tercinta! Sungguh, aku rindu kedua orangtuaku. Tapi, lututku lemas ketika melihat bendera kuning berkibar di didepan rumahku, banyak kendaraan diparkir di depan rumah dan yang paling membuat hati ku seakan diremas adalah pemandangan dimana Ayah menundukkan wajahnya lemas dan dikelilingi oleh saudara-saudara dari Bunda yang menangis. Ada apa ini? .....

Aku berlari menuju ke dalam rumah, betapa kaget nya aku saat di ruang tengah terdapat jenazah yang tergolek lemah disana. Kubuka kain putih yang menutupinya, tangisku tumpah melihat sosok yang sangat kucintai berwajah pucat dan tidak bernyawa. Bunda .... Bunda kenapa bun? Kenapa bisa seperti ini? Aku menangis sejadi-jadinya. Tepukan di punggungku berusaha membuatku tabah,

                "Dek, jangan kayak gini, biarin Bunda pergi dengan tenang," ucap kakakku yang bernama Edo.

                "Kenapa Bunda sih, Mas? Kenapa enggak Dara aja! Bunda kenapa bisa gini...." Aku menangis di dalam dekapan Mas Edo.

                "Bunda ternyata punya masalah di bagian paru-paru nya dek, tadi malam tiba-tiba Bunda kesulitan bernafas tapi waktu dilarikan di rumah sakit.... Bunda sudah tidak tertolong," jelas Mas Edo.

                "Dara jahat banget ya, enggak ada waktu Bunda butuhin. Dara anak durhaka..." rutukku pada diri sendiri.

                "Ssst, jangan bilang begitu. Ini semua takdir Allah, enggak ada yang tau. Mas juga baru datang barusan,"

Mas Edo adalah kakakku satu-satunya yang berumur 25 dan berpangkat Lettu Infanteri yang dinas di Kalimantan Timur. Sekarang, aku dituntun Mas Edo masuk ke kamar untuk menenangkan diri dan setelah itu berangkat ke pemakaman terdekat.

                "Mas tinggal dulu, jangan lakuin hal yang nekat, Mas tunggu dibawah," Kemudian suara pintu tertutup terdengar.

Aku melempar bantal dan guling serta menangis meraung-raung, Bunda, sosok yang selalu menjadi panutanku, temanku, penolongku, kini telah tiada.... Sakit sekali rasa nya, sampai-sampai kepalaku pusing dan tiba-tiba aku lemas. Kemudian, semua nya seakan hilang ditelan oleh bayangan hitam...

                 

My Life Partner!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang