Malam telah larut bersama iringan angin yang bertiup, mendesir lembut menyibak rambut. Sayup-sayup aku dengar namanu berbisik di telingaku. Aku menoleh... tapi kosong, hampa dan sepi.
Aku bertanya pada bintang, ada apa gerangan?
Lalu aku tersadar bahwa dahulu yang disebut kita telah usai. Tiba-tiba dari ujung mata mulai menetes sesuatu lembut yang disebut air mata.
Bahkan ratusan kilometer jarak yang tak mampu memisahkan kita, tak mampu lagi berdiri dengan kokoh. Dia tumbang dan limbung dihantam oleh restu.
Kau yang berlari terseok dan jatuh berlutut tak mampu mencairkan hati yang beku. Mencoba berkali-kali kabur untuk bertemu, namun kabut menutupi setiap jalan itu. Temu telah sirna, ia terbang bersama para ilalang yang rapuh.
Kau menyalahkan takdir, aku pun begitu.
Tanganku telah mengusap setiap tetesan air mata yang mulai deras, memberitahukan bahwa semua akan baik-baik saja seiring berjalannya waktu.
Disana, kau memandang bulan yang seakan memantulkan bayangan diriku. Mencoba meraba untuk bisa mengusap kekecewaanku atas dirimu.
Kau tak mampu mematahkan rasa kepada cinta pertamamu. Kau tak mampu menghilangkan kenangan-kenangan indah ketika bersamaku.
Detik jam terus berdenting, juga bintang-bintang di langit. Seakan mereka tau bahwa dua anak manusia sedang bertengkar dengan egonya masing-masing.
Angin kembali berdesir disampingmu, ia berbalik membisikkan namaku.
Kau bertanya, "kekasihku, kau kah itu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bersama dalam Semu
RomanceBercerita tentang sebuah kebersamaan yang tidak menetap walau diperjuangkan dengan sangat kuat. Aku mencintaimu, begitu pun denganmu. Kita berjalan beriringan sambil berpegang tangan, saling mendukung satu sama lain. Kamu bilang akulah semangatmu, k...