Kaki ku melangkah menyusuri lorong panjang yang pekat, tiba-tiba saja aku sadari bahwa di ujung lorong ini adalah rumahmu.
Rumah singgah yang selalu hangat menyambutku datang dan menahan ketika aku ingin pulang. Rumah yang selalu ada di setiap tawa dan bahkan duka.
Berkas-berkas sinar mentari terlihat memasuki kaca besar memanjang di rumah ini. Daun-daun pun bergoyang ditiup angin sepoi dan menggugurkan beberapa anggotanya.
Aku berjalan bahagia mengetuk pintu bercat putih itu, beberapa ketukan yang tak terjawab oleh siapapun, termasuk kamu. Lalu aku menggenggam erat gagang pintu dan memutarnya, sehingga daun pintu itu terbuka lebar.
Kosong.
Tatapan mataku nanar menatap ruangan yang kosong.
Sunyi.
Desiran angin bahkan terasa membisik pada telingaku.
Aku tetap melangkah menyusuri ruangan kosong yang hanya menyisakan bayangan-bayangan masa lalu antara kau dan aku. Mataku terpincing ketika menangkap secarik foto yang tertinggal di dinding, atau mungkin sengaja kau tinggalkan.
Aku hanya mampu berdiri ditengah-tengah ruangan kosong dan kenangan kita.
Lalu... bolehkah aku bertanya sesuatu?
Tidak berkesankah aku untukmu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Bersama dalam Semu
DragosteBercerita tentang sebuah kebersamaan yang tidak menetap walau diperjuangkan dengan sangat kuat. Aku mencintaimu, begitu pun denganmu. Kita berjalan beriringan sambil berpegang tangan, saling mendukung satu sama lain. Kamu bilang akulah semangatmu, k...