Hai! Ketemu lagi dikarya keduaku!
Cerita ini cukup berbeda dari yang sebelumnya, cukup panjang karena banyak konflik yang terjadi. Ini udah lama mendam dikepala, baru bisa ditulis sekarang ini.Aku harap teman-teman terbaikku semua bisa mencintai semua karyaku. Vote dan Comment sangat berarti untukku.
Banyak cinta untuk kalian semua 😘
Enjoy it!
New York, USA
April 2012Suara roda koper yang berputar berwarna hitam, seolah menjadi suara pendukung dari langkah kaki seorang gadis berusia sembilan belas tahun. Dia baru saja menapakkan kakinya di Bandara Internasional John F. Kennedy kota New York, USA.
Sebulan yang lalu dia menerima email dari PBB, yang berisikan penerimaan magang selama tiga bulan. Gadis itu juga tidak menyangka bisa masuk kekantor PBB yang selalu diimpikannya itu.
Awalnya dia hanya iseng mencoba mengirimkan CV dirinya melalui email, karena dia ingin mengetahui selain menjadi Dosen atau Pegawai Negeri, pekerjaan apalagi yang bisa dimasuki oleh sarjana Antropologi. Dan beruntungnya dia yang bisa mendapatkan kesempatan emas ini, bisa dijadikan bahan skripsinya. Saat ini gadis itu sedang menyusun skripsi, demi mengejar gelar S1 di Universitasnya.
Jika ada yang bertanya, bagaimana bisa umur sembilan belas tahun sudah bisa menyusun skripsi? Sedangkan di Indonesia sendiri rata-rata mahasiswa dapat menyelesaikan S1, antara tiga atau empat tahunan. Tetapi itu tidak berlaku untuk gadis keturunan Korea-Indonesia ini.
Kang Sora, memiliki otak cerdas yang sudah didapatnya sejak kecil. Orang tuanya pun juga sudah sadar saat dia berusia tiga tahun, tiga tahun Sora diisi dengan buku-buku. Diusianya yang dini tersebut sudah bisa membaca dengan lancar.
Disaat usianya sudah lima tahun, dia lebih tertarik dengan buku mengenai hubungan antar manusia. Orang tuanya juga merasa sedikit takut jika anaknya tidak memiliki teman, karena kesehariannya hanya membaca buku.
Jika anak ber-IQ tinggi lebih tertarik dengan buku yang isinya didominasi dengan angka, tapi tidak dengan Sora. Hubungan sosialisasi antar manusia sangat menarik perhatiannya, itu sebabnya dia mengambil jurusan Antropologi; Ilmu yang mempelajari tentang manusia.
Saat Sora masuk ke sekolah dasar, dia sedikit terkejut. Semua yang diajarkan oleh gurunya sudah lebih dulu dia pelajari, apalagi dengan teman-temannya. Disaat yang lain masih belajar menulis dan membaca, Sora malah sudah tahu isi buku yang dipegangnya saat itu.
Pulang sekolah Sora menceritakan pengalamannya, Ibunya hanya tersenyum menyikapi celotehan anak yang istimewa ini. Ibunya kemudian memberikan pengertian tentang keistimewaan yang dimilikinya, Sora yang sudah bisa berpikir diatas anak-anak seusianya mengangguk mengerti. Dan diakhir kalimat Ibunya mengatakan, "Bukankah Sora sudah membacanya dibuku? Ini hanya tinggal prakteknya saja."
Setelah sadar dirinya sedikit "berbeda" dengan teman-teman seumurannya, Sora mengikuti saran Ibunya untuk tetap bersekolah seperti anak lain seusianya. Walaupun dia sudah mengerti, tetapi dia tetap memperhatikan gurunya. Ketika ada temannya yang sedikit bingung dengan soal yang diberikan guru dengan senang hati dia membantunya.
Ibunya juga pernah berkata, dia tidak ingin Sora kehilangan masa kecilnya hanya karena dia "istimewa". Sora sangat paham apa maksud Ibunya.
Sora juga sangat pandai bergaul, tidak ada disekolah yang tidak mengenal dia. Bukan hanya karena dia selalu mendapatkan semua julukan yang terbaik, tapi juga karena sifat ramahnya kepada semua orang. Beasiswa, pertukaran pelajar, hingga mengharumkan nama sekolah sudah menjadi makanan wajibnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Fate ✔
Fanfiction[ COMPLETED ] Jika kata Seandainya bisa merubah segalanya, maka tidak akan ada kata Takdir.