Sudah lima belas hari Sora berada di Korea, kembali ke tanah kelahirannya. Terakhir kali dia menginjakkan kaki disini sewaktu dia sekolah dasar. Ayahnya memaksa Ibu dan Sora untuk pindah ke Indonesia. Saat itu Sora masih kecil walaupun begitu dia sudah mengerti apa yang terjadi di keluarganya, alasan utama Sora yang selalu menuruti kemauan Ayahnya walaupun dia sendiri tersiksa. Ibunya juga melarang dia terlalu memikirkan konflik yang terjadi di keluarga Ayahnya.
Akhirnya Sora memilih untuk pura-pura tidak tahu.
Semenjak sampai di Korea Sora tinggal ditempat tinggal Ibunya sewaktu bekerja disana. Flat sederhana yang sudah dibeli Ibunya sejak lama menjadi hunian Sora saat ini. Sebelum pindah ke Indonesia Sora pernah diajak Ibunya ke flat tersebut, untuk menitipkan kunci pada Bibi penjaga yang mengurus lingkungan itu. Jadi bukan hal sulit untuk Sora mendapatkan kunci flat tersebut, hanya dengan menunjukkan foto dia dengan Ibunya Bibi itu percaya begitu saja.
Tempat itu juga sebagai tempat Sora mengerjakan tugas kuliahnya, ada rasa stres saat dia melihat semua pelajaran tentang hukum. Sora sudah muak dengan belajar. Sora ingin bebas.
Dia selalu menghabiskan waktunya di perpustakaan kota, karena disana dia lebih bisa konsentrasi saat belajar. Jika dia mengerjakan tugas dirumah, Sora akan terlelap sebentar saja.
Sora pamit kepada penjaga perpustakaan yang sudah dikenalnya sejak dia pertama kali kesana, dia mendapat kartu anggota setelah selama seminggu selalu datang ke perpustakaan. Sora senang akan hal itu, karena pada dasarnya Sora senang membaca.
Sora keluar dari perpustakaan, dia melihat kearah langit yang dia perkirakan hujan akan segera turun. Sora sedikit berlari menuju halte bus, maniknya melirik kearah jam yang melingkar ditangannya. Dia sudah ketinggalan bus lima menit yang lalu, dia harus menunggu sekitar setengah jam lagi agar mendapat bus berikutnya.
Sora sedikit khawatir karena hujan malam ini pasti akan turun dengan derasnya, melihat awan yang begitu gelap membuat Sora sangat yakin akan hal itu. Setelah berpikir sekitar lima menit resiko apa yang akan terjadi jika tetap disitu, Sora memutuskan untuk jalan menuju kediamannya.
Saat dia sudah berjalan sejauh sepuluh meter, ponsel Sora berbunyi. Sora langsung mengangkatnya saat membaca nama yang ada dilayar ponselnya, "Gorilla Kaya"
"Ada apa?" Tanya Sora saat ponselnya sudah menempel ditelinga.
"Wah! Kenapa ketus seperti itu pada peri penyelamatmu?" Tanya Sid diseberang telepon.
"Astaga! Berhentilah mengatakan jika kau peri badanmu tidak sebanding dengan julukan yang kau nobatkan sendiri, kau lebih pantas disebut Gorilla!" Balas Sora yang sedikit tertawa saat mengatakan Sid adalah Gorilla
"Hey! Aku lebih tua lima tahun darimu, kenapa berbicara tidak sopan seperti itu? Dimana panggilan Oppa untukku?"
Sora berdecih saat itu juga, tingkah Sid terkadang seperti anak-anak.
"Cih! Menjijikkan. Cepatlah katakan apa yang kau mau, aku sedang dalam perjalanan pulang." Sora mulai kesal dengan Sid.
"Aku merindukanmu."
"Ok. Bye."
"Eits! Tunggu! Kenapa kau menyebalkan sekali!? Hah... baiklah, tadi Ayahmu meneleponku dia menanyakan kabarmu." Ucap Sid setelah basa-basinya tidak ditanggapi oleh Sora.
"Benarkah!? Lalu apa kau jawab?"
"Oppa, please." Balas Sid yang masih belum menyerah juga.
"Sid, stop it."
"Oppa, please."
Sora menghela nafasnya kasar, saat ini dia hanya bisa meratapi kejengkelannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Fate ✔
Fanfiction[ COMPLETED ] Jika kata Seandainya bisa merubah segalanya, maka tidak akan ada kata Takdir.