Part 6

2K 194 8
                                    


"Jangan bilang kalau Ayah lebih ganteng dari Om Adrian."Canda Prilly membuat Laras menghela nafas.

Gadis ini. Dasar.

Adrian tersenyum kaku ia menatap intens kearah Laras dan Laras menganggukkan kepalanya, ia sangat mengerti maksud dari tatapan Adrian.

Prilly dan Adrian terlihat begitu akrab, Adrian begitu bahagia saat mendengar celotehan gadis manja ini yang menceritakan sosok pemuda yang selalu menganggu dirinya disekolah padahal mereka berbeda sekolah.

Adrian tidak terlalu menyimak cerita Prilly ia hanya fokus pada berbagi macam ekspresi Prilly yang terlihat begitu menggemaskan dimatanya.

Sampai dua jam kemudian Prilly sudah tertidur diatas sofa dengan kepala bersandar pada sofa. Adrian mengangkat tubuh mungil Prilly lalu ia bawa menuju ranjang lain yang berada disudut ruangan. Adrian membaringkan Prilly penuh kehati-hatian dan semua itu tidak luput dari pandangan Laras.

Laras mengusap airmatanya setelah 17 tahun berlalu baru sekarang ia melihat interaksi langsung Adrian dengan Putrinya. Adrian menarik selimut untuk menutupi tubuh Prilly setelah selesai ia tidak tahu kenapa tiba-tiba saja bibirnya mendarat di kening Prilly.

Adrian merasa perasaannya begitu membuncah, ia baru bertemu langsung dengan Prilly meskipun selama ini ia memantau keadaan Laras. Ia baru menemukan Laras sekitar 10 terakhir dan ia tidak ingin mencari tahu siapa ayah anak perempuan yang bersama Laras.

Adrian akan menyayangi Prilly seperti ia menyayangi Ali putra kandungnya. Anak Laras berarti anaknya juga ia mencintai Laras maka ia akan mencintai Putri Laras.

Setidaknya itu pemikirannya dulu tapi sekarang entah kenapa ada perasaan menggelitik lain yang ingin segera ia ungkapkan pada Laras.

Adrian beranjak mendekati ranjang Laras yang ternyata masih terjaga ia terlalu larut dengan cerita Prilly hingga tidak terlalu menghiraukan Laras.

"Apa yang ingin kamu tanyakan Mas?"

Adrian duduk disisi ranjang Laras, ia menatap perempuan itu sejenak sebelum menghembuskan nafasnya, "Apa..apa dia putriku?"Tanya Adrian terbata.

Laras tersenyum ia sudah tahu cepat atau lambat Adrian harus mengetahui sesuatu yang sudah ia pendam sejak 17 tahun lalu.

"Dia putrimu Mas. Putri kita."

**

Adrian membulatkan matanya nafasnya tercekat saat mendengar apa yang di katakan Laras barusan, "Maksud kamu apa Laras?"

Laras tersenyum sedih ia beralih menatap putrinya yang sedang tertidur lelap, "Dia ada setelah malam itu Mas."bisiknya sedih.

17 tahun yang lalu...

Malam itu terjadi badai besar, angin disertai curah hujan lebat serta suara petir yang menggelar tidak membuat langkah seorang pria tampan terhenti. Pria itu menerobos hujan dengan jas hitam lengkap dengan sepatu mengkilat yang sudah kotor berlumur lumpur.

Pria itu terus berlari tanpa memperdulikan tubuhnya yang sudah basah kuyup. Senyuman tersungging ketika melihat pintu rumah dimana wanita yang sangat ia cintai berada.

"Laras..Laras... Buka pintunya Ras. Ini aku Adrian."Pria bernama Adrian mengetuk pintu rumah gadis bernama Laras.

Adrian hampir putus asa sampai kemudian pintu terbuka dan memperlihatkan wanita cantik pujaan hatinya. Adrian berniat menerjang wanita itu namun tertahan ketika Laras tega mengusirnya.

"Pergilah Mas! Ini malam pertamamu dengan Ranti bukan?"Suara Laras yang biasa terdengar lembut malam ini berubah begitu datar.

Adrian menggeleng pelan,"Aku mohon terima aku Laras! Terima aku. Maafkan aku karena menyakiti kamu dengan pernikahanku dengan Ranti. Demi Tuhan Ras, aku cuma cinta sama kamu. Bukan Ranti atau siapapun."

Laras menggelengkan kepalanya, "Apapun katamu Mas semua itu tidak bisa mengubah keadaan. Suka atau tidak kamu sudah menjadi suami Ranti. Kamu milik Ranti Mas bukan milikku."Laras berujar sedih dengan lelehan airmata membuat hancur perasaan Adrian.

"Maaf. Maafin aku."Adrian terus menggumamkan kata maaf.

Laras menggelengkan kepalanya dengan cepat ia menarik pintu berniat menutupnya namun ditahan oleh Adrian, "Pergi dan jangan pernah menemui ku lagi Mas!"

Braakk!!!

Malam itu Adrian pulang dengan wajah lesu airmatanya meleleh bercampur dengan deraian air hujan. Ia hancur setelah ini entah bagaimana hidupnya.

Laras menoleh pada Adrian yang terlihat termenung, "Malam setelah aku mengusirmu dari rumahku dan kedatanganmu satu minggu kemudian yang menghadirkan Prilly dirahimku."

Adrian tersentak kaget matanya membulat sempurna menatap Laras dengan pandangan berkabut, "Prilly anakku. Putriku?"tanya dengan mata berkaca-kaca dan saat melihat anggukan kepala Laras tangis Adrian pecah.

Demi Tuhan kenapa ia tidak mengingat hasil dari perbuatannya saat itu, mereka memang hanya berhubungan sekali sehingga membuat Adrian tidak menyangka kalau hasil perbuatannya adalah kehamilan Laras.

"Maafkan aku Laras. Maaf."Adrian tidak bisa membayangkan bagaimana menderitanya Laras kala itu.

Laras harus mengandung dan membesarkan Putri mereka seorang diri sedangkan dirinya hidup enak dengan istri dan putranya. Meskipun hubungannya dengan almarhumah Ranti tidak berjalan baik tetap saja hidupnya lebih baik dari Laras.

Laras mengangguk pelan, "Aku mengerti Mas. Dengan status kita yang berbeda terlebih kamu suami sah perempuan lain hanya lari dan bersembunyi bersama janinku hanya itu yang bisa aku lakukan dulu Mas."ujar Laras penuh kepedihan.

Adrian menggenggam tangan Laras keduanya sama-sama menangis Laras menangisi masa lalunya sedangkan Adrian menangisi takdir dan juga kebodohannya.

"Maafin aku Darl. Maaf..maaf karena aku tidak ada di sisi kamu dan anak kita kala kalian membutuhkan aku."

Laras menganggukkan kepalanya ia sudah melupakan semuanya dan sekarang ia lega ketika Adrian datang kedalam hidupnya ia merasa tenang jika Tuhan memanggilnya terlebih dahulu.

Ia yakin Adrian akan menjaga Prilly dengan sepenuh hatinya.

"Besok ikutlah denganku dan kita akan tinggal bersama."seru Adrian tiba-tiba yang segera ditolak oleh Laras.

"Laras untuk kali ini aku mohon. Kamu sedang sakit dan disana akan ada yang menjaga kamu. Kamu tidak kasihan pada putri kita?"Adrian terus membujuk Laras yang kekeuh menolak usulan Adrian.

"Mas aku nggak mau putra kamu terluka. Dia baru saja kehilangan ibunya dan apa kamu bisa bayangkan bagaimana perasaannya jika tiba-tiba ada wanita lain tinggal di rumahnya."

Adrian menggenggam erat tangan Laras, "Aku akan kasih pengertian pada putraku dan aku yakin ia tidak akan keberatan. Ayo Laras kali ini saja jangan membuatku semakin merasa bersalah dengan membiarkan kamu dan putri kita kesusahan diluar sana."

Laras diam ia menatap mata Adrian begitu lama hingga akhirnya ia mengangguk setuju, "Kamu yang jelaskan semua pada Prilly dan satu jangan kasih tahu Prilly sekarang Mas perihal kamu ayah kandungnya. Aku tidak sanggup melihat putri kita terluka dan membenciku karena membohongi dirinya selama ini. Aku mohon."

Adrian langsung mengangguk setuju tidak apa-apa jika sekarang ia harus berpuas hati dengan mendengar putrinya memanggil dirinya 'Om' yang terpenting ia bisa berada disatu atap yang sama dengan wanita yang sangat ia cintai dan juga putri kandungnya yang selama ini tidak ia ketahui kebenarannya.

*****




Mengejar BadaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang