Bab 32

2K 226 14
                                    


Tasya menarik lengan Prilly menjauhi Kevin. "Kenapa Sya?"

Tasya melirik Kevin sebelum membuka mulutnya. "Lo yakin kerja disana? Baik-baik begitu dia tetap kawannya si siluman itu."Bisik Tasya sesekali matanya melirik Kevin dengan waspada.

Prilly tersenyum lembut menepuk pelan lengan Tasya. "Ya emang tapi niat Kevin baik kok ya kan manatau rejeki gue emang di restorannya Kevin kan?"Jeda Prilly sejenak. "Lagian gaji disana pasti lumayan ngebantu menuhin kebutuhan gue sehari-hari. Belum lagi gue harus ganti biaya yang udah bokap Ali keluarin buat Ibu gue."Sambung Prilly berusaha tersenyum.

Tasya mengusap pelan punggung Prilly, ia sudah tahu semuanya dia sangat mengerti kesusahan yang dialami sahabatnya saat ini. "Lo sabar ya. Gue yakin setelah semua ini Tuhan pasti ngasih lo kebahagiaan. Yakin gue."

"Amiin. Semoga ya Sya. Semoga Ibu gue sehat seperti semula dan itu udah jadi kebahagiaan terbesar dalam hidup gue."Kata Prilly dengan senyuman manisnya.

Tasya ikut mengaminkan harapan dan doa sahabatnya. "Jadi keputusan lo gimana?"Tanya Tasya sambil melirik kembali kearah Kevin yang terlihat menunggu mereka.

Prilly menoleh kearah Kevin sebentar sebelum kembali memusatkan perhatiannya pada Tasya. "Kayaknya nggak ada salahnya gue kerja disana Sya toh gue cuma kerja kan? Mengenai Ali nanti gue cari cara deh buat ngehindar dari dia."Ucap Prilly yakin.

Akhirnya Tasya menganggukkan kepalanya lalu menarik kembali Prilly menuju tempat dimana Kevin berdiri menunggu mereka.

"Gimana?"Tanya Kevin ketika Prilly sudah berdiri dihadapannya.

Prilly melirik sekilas kearah Tasya melihat anggukan dan senyuman Tasya membuat Prilly yakin pada keputusannya. "Gue mau asal dengan satu syarat."Ujar Prilly membuat kening Kevin mengerut. "Syarat apa?"

Menghela nafas pelan Prilly kembali berujar, "Gue mau selama bekerja disana jangan pernah lo biarin Ali tahu atau setidaknya bantu gue agar tidak bertemu dengan Ali. Bagaimana?"

Kevin tersenyum lantas menganggukkan kepalanya tanpa fikir panjang. "Oke. Gue setuju."Ucapnya sambil menyodorkan tangannya pada Prilly.

Prilly ikut tersenyum lalu menyambut tangan Kevin. "Oke. Gue bakal kerja di tempat lo."

"Oke gue tunggu kedatangan lo di resto gue."

Prilly menganggukkan kepalanya bertepatan dengan ponselnya yang berbunyi. Prilly merogoh saku roknya lalu mengeluarkan ponselnya perasaannya tiba-tiba tidak enak saat melihat nama Adrian disana.

Tasya ikut panik saat melihat wajah pucat sahabatnya setelah menerima telfon dari Adrian. Tasya sudah mengetahui apa yang terjadi karena Prilly sudah menceritakan semuanya tepatnya karena paksaan darinya.

Prilly nyaris terjatuh kalau saja Kevin tidak menahan tubuhnya. "I..bu."gumamnya sendu.

Prilly melepaskan rengkuhan Kevin pada tubuhnya sebelum bergerak meninggalkan Tasya. "Lo mau kemana?"Tanya Tasya sambil menahan lengan Prilly.

"Kerumah sakit Sya. Ibu gue...ibu gue.. Hikss.."Tangis Prilly pecah dia meronta-ronta ingin dilepaskan namun Tasya bersikeras menahan lengan Prilly dia tidak bisa membiarkan Prilly pergi dengan keadaan seperti ini.

Melihat keadaan Prilly akhirnya Kevin memberanikan diri menawarkan bantuan untuk mengantarkan Prilly dan Tasya kerumah sakit.

Tanpa fikir panjang Prilly segera menyetujui usulan Kevin hingga mereka berjalan cepat menuju parkiran dimana mobil Kevin berada. Disaat berjalan tanpa sengaja Ali melihat Prilly dan Kevin serta sahabat Prilly.

Tangan Ali mengepal kuat, "Lihat itu Kevin dan Prilly! Mau kemana mereka?"Ujar Randi tanpa menyadari perubahan pada Ali.

Luna dan Randi sengaja mendekati Ali yang sudah sejak tadi memilih duduk diam dipinggir lapangan. Dan ketika mendengar teriakan Randi memanggil Kevin namun tidak digubris oleh sahabat mereka itu membuat Luna dongkol setengah mati.

Belum hilang kejengkelan Luna pada Kevin tiba-tiba Ali bangkit dan berlari menuju parkiran begitu pula Randi yang juga berlari menyusul Ali hingga mau tidak mau Luna ikut berlari meskipun di dalam hati dia sedang sibuk memaki gadis kampung yang berhasil menarik perhatian sahabat-sahabatnya terlebih Ali.

Luna benar-benar muak melihat Ali yang sangat perduli pada gadis kampung itu.

**

Prilly nyaris pingsan ketika Adrian menyampaikan kalau kondisi Ibunya semakin kritis. Prilly tidak ingin percaya tapi melihat perawat yang lalu lalang di depan ruang Ibunya membuat Prilly terpukul akan kenyataan kalau Ibunya memang tidak baik-baik saja.

Prilly menangis terisak-isak dipelukan Adrian. Dia tidak terima kalau Ibunya kembali dilarikan ke UGD dengan kondisi lebih parah dari kemarin.

"Dokter memasrahkan segalanya pada kehendak Tuhan dan kita diharapkan menyiapkan hati untuk kemungkinan terburuk yang mungkin akan terjadi pada Ibu kamu Nak."

Perkataan Adrian tadi seperti belati yang menusuk jantungnya tanpa ampun. Prilly tidak ingin terjadi hal buruk pada Ibunya. Dia tidak ingin kehilangan Ibunya, dia belum sempat membahagiakan Ibunya.

"I...bu..ibu.. Bangun Bu. Bangun! Ini Prilly, Prilly disini nungguin Ibu. Hiks.. Hiks.."Prilly terus meracau memanggil Ibunya di dalam pelukan Adrian.

Tasya dan Kevin berdiri tidak jauh dari mereka, keduanya menundukkan kepala mendoakan yang terbaik untuk Ibu Prilly. Sampai tiba-tiba suara langkah kaki membuat mereka serempak mendongakkan kepalanya.

Tasya langsung berdecih ketika melihat sosok Ali yang terpaku menatap Prilly dan Papanya yang berpelukan, mereka terlihat seperti Ayah dan Anak yang sedang saling menguatkan dan Ali benci dengan hal itu.

Ali berjalan dan berdiri dihadapan Tasya dan Kevin. Kembali dengusan terdengar dari mulut Tasya. "Pembunuh."Umpatnya tanpa takut.

Kevin mengernyit bingung mendengar umpatan Tasya sedangkan Ali memilih diam meskipun dia mendengar dengan jelas umpatan itu, dia yakin umpatan itu ditujukan untuk dirinya.

"Maksud lo apa?"Tanya Kevin bingung.

"Lo tanya sama kawan sialan lo itu."ungkap Tasya tanpa repot-repot menurunkan nada suaranya.

Tak selang berapa lama pintu UGD terbuka Adrian dan Prilly serempak berdiri disana. "Bagaimana keadaan Ibu saya dokter?"Tanya Prilly disela isak tangisnya.

"Pasien ingin bertemu dengan putrinya."ucap Dokter tanpa menjawab pertanyaan Prilly.

Prilly segera menghapus airmatanya mendengar perkataan dokter barusan ia merasa tenang karena Ibunya pasti sudah sadar tanpa menunggu lagi ia segera masuk kesana diikuti Adrian.

Ali bergerak mendekati pintu UGD yang dibiarkan terbuka. Ali berdiri disana ia melihat semuanya bagaimana Ibu Prilly menyentuh pipi putrinya.

"Putri cantik Ibu."bisik Laras dengan suara lemahnya.

Prilly tersenyum mengecup lembut telapak tangan Ibunya. "Maafin Ibu Nak. Sepertinya Ibu tidak memiliki waktu lebih lama untuk bersama kamu. Maafin Ibu karena Ibu tidak bisa menempati janji untuk menunggu kamu sukses dan membahagiakan Ibu."Laras menarik nafasnya pelan sebelum kembali berbicara. "Sayang dengerin Ibu, tanpa suksespun kamu sudah membahagiakan Ibu bahkan sejak kamu lahir mendengar tangisan pertama kamu Ibu sudah sangat bahagia Sayang."Sambung Laras membuat tangisan Prilly terdengar.

Prilly menangis tergugu sambil menggenggam erat tangan Ibunya. "Jika kamu sayang Ibu bisakah kamu kabulkan satu permintaan Ibu Nak?"Tanya Laras dengan nafas tersendat-sendat.

Prilly menghapus airmatanya dengan cepat sebelum menganggukkan kepalanya, "Pasti Buk. Apapun keinginan Ibu akan Prilly penuhin."Jawab Prilly pasti.

"Ibu ingin...."

*****


Mengejar BadaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang