Bab 18

1.7K 208 21
                                    


Ali kembali saat jam sudah menunjukkan pukul 12 malam. Ali sengaja menghabiskan waktunya dengan bermain basket setelah bertengkar dengan Papanya tadi.

Ali melepaskan bajunya yang sudah basah oleh keringatnya hingga membuat tubuh atletisnya terpampang begitu jelas. Ali sengaja masuk melalui pintu dapur karena ia yakin pintu utama rumahnya pasti susah dikunci.

Ali tidak langsung beranjak ke kamarnya ia beralih menuju kulkas lalu mengambil botol minuman dari sana tanpa repot-repot mencari gelas Ali langsung meneguk air dari mulut botol.

Setelah memuaskan dahaga ia baru beranjak menuju tangga pandangan matanya menyapu ketengah ruangan yang masih berhias pernak-pernik pesta untuknya tadi. Ali melangkah mendekati tempat dimana ia bertengkar dengan Papanya tadi.

Pandangan matanya terlihat sendu pada lantai dimana kue yang berada ditangan Prilly terjatuh bahkan sebelum sempat ia cicipi. Ali mengalihkan pandangannya ke langit-langit rumah ia selalu merasa buruk setelah menyakiti Prilly.

Ia bingung kenapa ia begitu menggebu-gebu menyakiti Prilly dan setelahnya perasaan bersalah sekaligus menyesal berbalik merongrong hatinya.

Sialan!

Ali tidak ingin dirinya dipengaruhi oleh gadis tidak tahu diri itu. Ali benci ketika Papanya selalu membela gadis serta ibunya itu. Adrian Papanya tapi kenapa pria itu terlihat lebih menyayangi Prilly daripada dirinya.

Miris sekali! Dulu Ibunya merasa dicampakkan sekarang dirinya. Ali benar-benar benci ketika posisinya digeser oleh Prilly dan Ibunya.

Ali menghela nafas lalu berbalik beranjak pergi dari sana, ia sudah menaiki tangga sampai suara seseorang menghentikan langkahnya.

"Kau pulang?"

Ali mendengus tanpa menjawab ia segera melangkahkan kakinya menuju kamarnya namun saat ia akan mencapai tangga terakhir menuju kamarnya ia mendengar langkah kaki lain mengikutinya lalu dengan tiba-tiba ia berbalik yang tentu saja mengagetkan Prilly.

"Aaaa!!"Prilly menjerit ketika tubuhnya limbung nyaris terjatuh sampai tiba-tiba tangan Ali menahan pinggangnya.

Nafas keduanya sama-sama menderu terlebih Prilly, ia benar-benar kaget saat merasakan tubuhnya hilang kendali jika tidak ditahan Ali mungkin ia sudah bergelinding ke bawah.

Ali memfokuskan matanya pada mata Prilly, "Jika aku melepaskan kamu sekarang maka kamu akan mati dengan leher patah."Ucap Ali dengan seringai khas dirinya.

Prilly baru akan berkata saat tiba-tiba Ali melepaskan tangannya dari pinggang Prilly yang refleks membuat Prilly mengeratkan rengkuhannya pada leher Ali hingga wajah keduanya nyaris bersentuhan.

Ali dan Prilly saling tatap, Ali menyusuri kecantikan Prilly begitu pula Prilly yang menatap Ali tanpa kedip ia benar-benar mengagumi pahatan wajah Ali yang benar-benar nyaris sempurna. Tangan Prilly refleks mengusap leher belakang Ali, ia kembali terkagum-kagum dengan pahatan otot yang menghiasi tubuh Ali.

Ali segera mengerjap wajahnya terlihat memerah dengan cepat ia menarik Prilly keatas lalu melepaskan rengkuhannya pada pinggang gadis itu. Prilly terdorong beberapa langkah menjauhi Ali keduanya sama-sama terlihat canggung sampai-sampai suara Ali kembali menyadarkan mereka.

"Mau apa kamu disini?"Tanya Ali dingin.

Prilly berdehem,"Maaf untuk yang tadi. Dan maaf untuk tamparan Om Adrian di pipi kamu."

Ali berdecih sambil bersidekap ia menatap Prilly. "Hentikan semua ini dan segera angkat kaki dari rumahku!"

Prilly menggeleng pelan, "Aku nggak bisa. Hanya Om Adrian yang bisa membantu pengobatan Ibuku."

Mengejar BadaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang