Bab 25

1.9K 229 14
                                    


Laras terus menangis karena ketakutan akan terlalu hal buruk pada putrinya. "Lindungi putriku ya Tuhan. Lindungi dia."mohon Laras disela isakannya.

Adrian masih sibuk dengan ponselnya ia menghubungi semua anak buahnya untuk bekerja mencari putrinya. Mendengar isakan Laras yang semakin kencang membuat Adrian menghela nafas. Dia menyimpan ponselnya lalu beranjak mendekati Laras yang duduk lemas di ranjang Prilly.

"Tenanglah Laras. Mas yakin putri kita akan baik-baik saja."Adrian memeluk erat bahu Laras.

Laras semakin terisak, "Mas cari Prillyku. Aku mohon. Cuma dia yang aku miliki didunia ini Mas. Cuma dia."

"Nggak kamu punya aku sekarang. Kamu tidak sendirian Laras. Percayalah aku akan melakukan apapun demi putri kita. Aku berjanji."Ucap Adrian sungguh-sungguh.

Laras merebahkan kepalanya dibahu Adrian sambil terus menangis. "Apa ini karma karena aku sudah menyakiti putramu Mas. Aku menyakiti Ali dengan datang kemari maka sekarang putriku sedang menerima balasannya."racau Laras disela tangisnya.

"Enggak. Kamu tidak boleh berfikir seperti itu Laras. Tidak ada yang menyakiti dan tersakiti disini, jika memang harus menerima balasan maka balasan itu pantas untukku bukan Prilly karena disini akulah yang paling banyak melakukan kesalahan."Ujar Adrian penuh penyesalan.

Adrian sadar semua ini bermuara padanya. Jika dulu dia tidak egois meninggalkan Ratih dan mengabaikan Ali mungkin putranya tidak semenderita ini dan juga jika dulu ia bisa memiliki keberanian lebih untuk muncul di hadapan Laras mungkin putrinya tidak akan hidup tanpa kasih sayang darinya.

Adrian memejamkan matanya meloloskan satu tetes air disudut matanya. Dengan cepat Adrian menyeka sudut matanya sebelum kembali memeluk Laras.

Laras masih terus menangis sambil memeluk Adrian. Di dalam hari doanya tidak putus-putus untuk sang putri semoga putrinya selalu dalam lindungan Tuhan.

Laras mengernyit saat nafasnya mulai tersendat-sendat disusul dentuman kuat didadanya hingga membuatnya tersentak. Laras mulai kesulitan bernafas dan Adrian yang menyadari itu segera berteriak memanggil Wati.

Adrian merebahkan tubuh Laras diatas ranjang sebelum berlari kearah pintu dengan tergesa-gesa dia berlari menuruni tangga, sambil berlarian Adrian kembali berteriak memanggil Wati yang tidak kunjung menampakan dirinya.

Adrian membuka pintu kamar Laras lalu mengambil botol obat milik Laras dan kembali keluar sekali lagi ia berteriak memanggil Wati sebelum menaiki tangga dan kali ini Wati mendengarkan teriakannya.

"Ambil air minum cepat!"perintah Adrian sebelum berlari menaiki tangga.

Wati dengan tergopoh-gopoh berlari kedapur mengambil air minum seperti perintah tuannya. Dikamar Prilly, terlihat Laras terbaring lemah bahkan wanita itu mulai kesusahan untuk sekedar membuka matanya.

"Laras. Sayang. Ini obat kamu, ayo minum obat dulu."Adrian membantu Laras untuk duduk dan menyenderkan tubuh lemah Laras pada tubuhnya.

Tak lama kemudian Wati datang dengan membawa segelas air. Laras menelan pil yang di berikan Adrian lalu meneguk air yang diberikan Wati padanya.

"Ibu Laras kenapa Tuan?"Tanya Wati setelah Laras mengembalikan gelas air padanya.

Adrian membaringkan Laras sebelum menjawab pertanyaan Wati. "Sakitnya sepertinya kambuh. Hah, andai Prilly disini mungkin Laras tidak akan seperti ini."

"Memang Non Prilly kemana Tuan?"Wati sengaja menyebut Prilly dengan embel-embel Non di depan Adrian.

Adrian menggeleng tatapannya masih tertuju pada wajah pucat Laras. "Entahlah Wati. Tiba-tiba Prilly menghilang dari kamarnya."

"Apa ini ada hubungannya dengan permintaan Prilly tadi sore ya?"Wati berbicara pada diri sendiri namun Adrian bisa mendengar apa yang dikatakan Wati.

"Maksud kamu apa Wati? Tadi sore memangnya apa yang dilakukan Prilly tadi sore?"

Wati tergagap namun tetap membuka mulutnya menceritakan perihal Prilly yang tiba-tiba meminta nomor telfon Ali. Adrian tidak bisa menyembunyikan keterkejutan dalam dirinya mengingat bagaimana Ali membenci Prilly jelas dia sangat khawatir sekarang.

"Jaga Laras sebentar saya mau mengurus sesuatu."Kata Adrian sebelum beranjak dari kamar Prilly.

**

Prilly mulai merasakan pandangan matanya mengabur karena terlalu lama menangis. Masih dengan memeluk erat helm Ali di dadanya seolah benda itu adalah pelindungnya saat ini.

Air mata gadis itu terus mengalir meski sekuat tenaga ia berusaha menahan laju air matanya tapi tetap saja air matanya terus menetes.

"Ali..gue takut."

Prilly terus mengulang kata itu. Hanya nama Ali yang terus menerus ia gumamkan sebagai mantra penguat dirinya melawan rasa takut. Prilly terus berjalan ditengah kegelapan hanya sinar bulan yang memberinya sedikit pencahayaan.

Ponsel miliknya mati karena kehabisan daya hingga membuat Prilly merasa hidupnya benar-benar akan berakhir disini. Dia kembali menangis jika mengingat ia akan mati sendirian disini. Bagaimana nasib Ibunya? Siapa yang akan menguburkan jasadnya nanti?

Prilly terisak-isak sampai suara patahan ranting di semak-semak sebelah kanannya terdengar dan seketika tangisan Prilly berhenti. Membulatkan matanya dengan wajah ngeri Prilly menoleh kearah suara tadi, seketika tubuhnya merinding ketakutan.

"Aarrghh!!" Prilly menjerit histeris sebelum berlari menjauhi tempat itu.

Prilly semakin ketakutan saat merasakan ada yang mengikuti dirinya hingga ia tidak terlalu memperhatikan kemana arah dia berlari.

Prilly terus berlari sesekali dia menoleh kebelakang namun hanya kegelapan yang menyambutnya hingga gadis itu semakin ketakutan dan semakin memacu langkahnya untuk terus berlari.

"Alii.. Hikss.. Hikss.. Tolong gue. Ali gue takut sendirian disini. Hikss.."Prilly berkata sambil terus berlari dan mengeratkan pelukannya pada helm Ali.

Prilly benar-benar tidak tahu kemana dia berlari sampai-sampai tubuhnya tersangkut ranting pohon dan terjatuh. "Auww.."Desisnya kesakitan saat tubuhnya tersungkur.

Prilly meringis pelan sepertinya tangannya lecet. Prilly berusaha berdiri namun tubuhnya kembali tersungkur disaat itu dia baru menyadari ada luka menganga dikedua lututnya sepetinya ranting pohon tadi lumayan tajam hingga mampu merobek celananya.

"Pantes sampai luka begini ternyata ada batu juga disini."kata Prilly setelah melihat batu-batu tajam di bawah tubuhnya.

Prilly menepuk-nepuk tangannya yang kotor sampai suara ranting patah kembali terdengar dan seketika Prilly baru melihat ke sekelilingnya dan ia baru menyadari kalau ternyata dia sudah memasuki hutan.

Dada Prilly mulai naik turun ketika hembusan nafasnya mulai berat, ia ketakutan sekali. Prilly mencari jalan keluar ditengah gelapnya malam namun nihil yang terlihat hanya pohon-pohon besar.

Memeluk lututnya ia kembali menangis disana. Prilly pasrah jika memang akhir hidupnya ditakdirkan Tuhan disini, di tengah hutan, gelap dan sendirian maka Prilly ikhlas.

Prilly semakin menenggelamkan wajahnya saat patahan ranting di sekitarnya semakin terdengar mendekat bahkan kalau tidak salah ditengah ketakutannya dia bisa mendengar suara-suara aneh yang semakin membuat tubuhnya menggigil ketakutan.

"Alii... Alii..."

Prilly terus menggumamkan nama Ali sebagai kekuatan ditengah ketakutan yang melanda dirinya. Prilly bisa merasakan kalau saat ini ia memang sedang diperhatikan dan di dalam hati dia berdoa semoga Tuhan berkenan melindungi dirinya.

"Gue sayang elo Li. Gue sayang elo. Tolongin gue. Tolong."gumam Prilly terus menerus dengan kesadaran yang mulai menipis.

*****

H-1

Bagi yang minat pdf cerita-cerita saya silahkan list yaa. Hari ini terakhir promo. Besok saya off karena merayakan hari jadi saya bersama keluarga.

Ayo buruan list 70k dpt 4 story lohh.. 😉😉

Terima kasih.

Mengejar BadaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang