Bab 31

1.6K 193 4
                                    


Sejak satu jam yang lalu Adrian sudah sampai dirumah sakit. Dia sengaja tidak pergi ke kantor hari ini demi menjaga Laras. Adrian duduk tenang dikursi dekat ranjang Laras.

Tangannya terangkat menyentuh lembut dahi Laras sambil berbisik lirih, "Laras kapan kamu bangun heum? Kamu nggak kangen aku? Nggak rindu putri kita?"

Adrian tersenyum lembut menatap wanita yang masih dicintainya yang tertidur begitu tenang, "Kamu cantik. Dari dulu kamu memang paling cantik, hingga aku tidak tidak heran melihat kecantikan putri kita."

"Bangun Laras! Aku mohon, kita bisa memulai semuanya dari awal bukan? Aku berjanji kali ini aku tidak akan menyakiti kamu dan putri kita."bisik Adrian sendu.

Matanya terlihat berkaca-kaca, hatinya seperti terkoyak melihat ketidakberdayaan Laras. "Aku harap kamu tidak membenci Ali putraku. Ini salahku Laras bukan putraku."

Adrian terus berbicara sambil menyentuh kepala Laras hingga tiba-tiba ia merasakan jemari Laras didalam genggamannya bergerak pelan.

"Laras. Laras. Hei kamu bangun? Syukurlah."Adrian benar-benar bahagia ketika melihat mata Laras mulai mengerjap pelan.

Adrian menunggu Laras membuka matanya tak berapa lama kemudian mata Laras benar-benar terbuka menatap sayu ke wajah Adrian.

"Ma..mas.."

"Iya Sayang. Ini Mas kamu mau apa? Kamu haus? Atau mau aku panggilkan dokter?"Tanya Adrian bertubi-tubi.

Laras menggeleng pelan tangan lemahnya bergerak menarik alat bantu pernafasan yang terpasang dimulut dan hidungnya. "Kenapa dilepas Laras? Kamu belum sehat."protes Adrian berniat memasangkan kembali alat bantu pernafasan pada Laras namun terhenti ketika melihat kepala Laras menggeleng pelan.

"Aku ingin bicara Mas."Ujar Laras dengan suara terdengar seperti bisikan.

Adrian merasakan detak jantungnya menggila. Perasaannya tiba-tiba merasa tidak enak namun dia tetap bersikap tenang dengan tersenyum lembut dia menarik kursinya lalu kembali duduk disana.

Mengambil tangan Laras lalu ia genggam sebelum itu ia juga membenamkan satu kecupan ditangan dingin Laras. "Kamu mau bicara apa Sayang?"

**

Prilly dan Tasya sudah sampai diparkiran taman dimana motor matic Tasya berada. Sambil memberikan helm pada Prilly, Tasya terus mengomel menyumpahi sikap kekanak-kanakkan Ali tadi.

"Gila yah tuh cowok! Untung ganteng kalau nggak mana mungkin kepakek jadi manusia sikapnya minus semua."

Prilly memilih diam, ia tidak ingin bersuara karena hatinya sejak tadi tidak tenang. Perasaannya terus berdebar-debar namun debaran itu terasa menyesakkan sekaligus menyakitkan.

Berkali-kali Prilly menarik nafas untuk minimalisir rasa sesak di dadanya. "Gue nggak kaget kalau sampai nanti milih bunuh diri daripada hadapin manusia setengah siluman itu Pril."tambah Tasya lagi.

Prilly hanya tersenyum dia membantu Tasya menarik motornya sampai tiba-tiba tangan Prilly disentuh seeorang. Prilly mendongakkan kepalanya ia sedikit kaget melihat Kevin di hadapannya.

"Kevin."

Tasya menoleh ketika mendengar suara sahabatnya. Matanya kembali nyalang saat melihat sahabat manusia setengah siluman yang di bicarakan sejak tadi.

Tanpa memperdulikan sekitarnya, dengan cepat Tasya melepaskan helmnya kembali lalu berdiri didepan Kevin yang sedang berbicara dengan Prilly.

"Yak! Temannya siluman. Mau ngapain lo kemari hah? Belum cukup teman lo bikin ulah sama teman gue hah?"Tasya menyumpahi tinggi badan Kevin yang luar biasa, sampai dia merasa pegal pada lehernya karena terus mendongak.

Kevin mengerjap pelan sedangkan Prilly sudah terkekeh geli di belakang Tasya. "Maaf. Tapi gue kemarin cuma mau bicarain masalah pekerjaan sama teman lo."

Tasya menyipitkan matanya, "Jangan bohong lo ya! Muke lo kagak bisa dipercaya."

Kevin menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal sama sekali, "Sumpah gue benar-benar nggak ada maksud lain. Gue kesini murni karena gue ingin tawarin Prilly pekerjaan bukan karena Ali."jawab Kevin meyakinkan.

Prilly mendesah pelan, dia sudah katakan pada Kevin kalau saat ini dia sedang tidak ingin membicarakan apapun jika itu berkaitan dengan Ali. Dan Kevin mengatakan kalau dia menyambangi Prilly kemari bukan karena masalah Ali.

"Gue nggak akan ikut campur urusan lo sama Ali karena gue sama sekali nggak tahu menahu perihal masalah yang terjadi diantara kalian."Kevin sempat mengatakan itu sebelum dilabrak oleh Tasya sahabatnya.

"Udah Sya. Kevin kemari benar-benar karena pekerjaan lo kan tahu gue udah jadi pengangguran sejak beberapa waktu lalu jadi keknya nggak ada salahnya kalau Kevin berbaik hati nawarin gue pekerjaan bukan?"Prilly berkata sambil menarik Tasya ke sampingnya.

Tasya yang masih belum percaya sepenuhnya pada Kevin hanya mendengus kesal bahkan dengusan itu ia lakukan secara terang-terangan hingga membuat Kevin salah tingkah.

Bagaimana tidak, seseorang memperlihatkan ketidaksukaannya pada dirimu tepat dihadapan hidungmu sendiri, begitulah yang dialami Kevin saat ini.

"Jadi bagaimana soal pekerjaan yang akan lo tawarin Kev?"

Kevin bersyukur dengan sikap Prilly yang mengambil alih hingga membuat suasana sedikit lebih nyaman. Hingga akhirnya Kevin kembali bisa tersenyum lalu mengutarakan semuanya pada Prilly.

"Lo bisa kerja direstoran gue Pril kebetulan gue butuh karyawan."

**

"Maafin aku Mas. Maaf untuk sikapku yang meminta kamu menyembunyikan kebenaran pada Prilly, putri kita."

Adrian tersenyum sambil mengusap kepala Laras, "Tidak apa-apa Sayang. Aku mengerti."

"Aku ingin memercayakan putriku padamu Mas."

"Tentu. Prilly adalah putriku juga tentu aku akan menjaganya dengan baik. Kamu tidak usah khawatir ya."balas Adrian lembut.

Laras memejamkan matanya sejenak sebelum kembali membuka dan memangku tatapannya pada Adrian, "Aku ingin memberitahu Prilly siapa Ayahnya. Tapi aku takut Prilly akan marah dan membenciku Mas."

Adrian berdiri dari kursinya lalu mendekatkan wajahnya pada Laras dengan lembut Adrian mengecup kening Laras. "Tidak akan Sayang. Aku yakin putri kita tidak akan membenci kamu."Adrian menjauhkan bibirnya dari kening Laras. "Aku yakin Prilly tidak akan membencimu. Biarkan Mas memberitahu Prilly kalau Mas adalah Ayah kandungnya. Hatiku nyaris meledak menyimpan rahasia ini terus menerus Sayang."Menarik nafas pelan Adrian kembali menatap Laras. "Aku ingin mengatakan pada Prilly kalau aku -ayah kandungnya- disini berdiri di sisinya dan akan menjaganya seumur hidupku."sambung Adrian dengan suara mulai bergetar.

Laras menitikkan airmatanya dengan sedikit memaksa ia mengangkat tangannya menyentuh sudut mata Adrian yang berair. "Maafkan aku Mas."bisiknya serak.

Adrian menggelengkan kepalanya mengecup lembut telapak tangan Laras sebelum digenggam olehnya. "Kamu tidak bersalah Sayang. Aku yang bersalah pada kalian. Ini semua dosaku."ucap Adrian.

Laras mulai menangis nafasnya mulai tersengal-sengal. "I..ini do..sa kita ber..dua Mas."

Setelah mengatakan hal itu pernafasan Laras semakin sulit tubuhnya bergetar hebat nafasnya benar-benar tidak teratur hingga membuat Adrian ketakutan.

Dengan cepat Adrian menekan tombol didekat ranjang Laras untuk memanggil dokter, tak berapa lama para dokter dan suster datang memberi pertolongan pada Laras.

"Mohon tunggu diluar Pak."

Adrian menangis pilu ketika tubuhnya di dorong pelan keluar dari ICU oleh seorang suster. Begitu sampai di luar tubuh Adrian terjatuh bertepatan dengan pintu ruangan ditutup.

Adrian menangis terisak-isak di lantai sambil terus berdoa untuk keselamatan Laras. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi putrinya jika sesuatu yang buruk menimpa Laras.

"Ya Tuhan tolong selamatkan Laras."

*****

Mengejar BadaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang