Bab 15

1.7K 208 13
                                    


Sudah satu bulan berlalu sejak hari dimana Prilly mengundurkan diri dari cafe dimana selama ini menjadi tempat mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan juga Ibunya.

Prilly sudah tidak lagi mengizinkan Ibunya membuat kue selain alasan kesehatan ia tidak ingin Ibunya sakit hati jika nanti Ali tahu dapur milik almarhumah Ibunya dipakai oleh Ibu Prilly.

Sejak kejadian di cafe waktu itu Prilly benar-benar menghindari Ali, jika Ali ada dirumah maka Prilly akan menghabiskan waktunya di dalam kamar saja. Dan di pagi hari Prilly memilih berangkat pagi-pagi ke sekolah agar tidak perlu bertatap muka dengan Ali.

Prilly tidak membenci Ali sama sekali tidak bahkan ia sudah sangat sadar kalau ia memang sudah jatuh hati pada pria berhati dingin itu. Prilly tidak bisa memastikan kapan tepatnya tapi yang ia tahu hatinya selalu sakit saat melihat Ali tertawa lepas dengan Luna sahabat pria itu tapi selalu memandangi dirinya penuh kebencian.

Prilly sempat beberapa kali terpergok menatap Ali atau sebaliknya, ya seapik apapun ia mengatur jadwalnya agar tidak perlu bertemu Ali rasanya mustahil jika benar-benar berjalan sesuai apa yang direncanakan karena beberapa kali baik Prilly maupun Ali tetap saja saling bertemu satu sama lain.

Seperti saat ini, Prilly sedang berbelanja untuk bahan-bahan kuenya di sebuah pusat perbelanjaan dan disana ia bertemu dengan Ali dan kawan-kawannya.

Sejak menjadi pengangguran Prilly semakin giat melatih kegemarannya dalam bidang memasak atau membuat kue setidaknya ia bisa membunuh kejenuhannya sementara waktu sebelum ia mendapatkan pekerjaan kembali.

Ibunya hanya tahu kalau Prilly mengundurkan diri karena sudah tidak bisa mengatur waktu antara bersekolah dan bekerja, Prilly tidak memberitahu Ibunya perihal kedatangan Ali ke cafe dimana ia bekerja. Dia tidak ingin Ibunya terbebani dengan sikap Ali cukup dia saja yang menghadapi Ali.

Dan berhubung hari ini adalah hari libur maka Prilly memutuskan untuk berbelanja sekalian berkeliling mall untuk menghilangkan suntuknya. Sebenarnya ia bersama Tasya tadi sayangnya sahabatnya itu harus segera kembali karena sudah di tunggu oleh keluarganya, Tasya dan keluarga besarnya akan menghabiskan hari libur dengan menikmati sejuknya udara di villa mereka di Bandung.

"Kampungan!"desis Luna tak tahu diri.

Prilly menatap sekilas Luna yang sedang bergelayut manja di lengan Ali. Kevin dan Randi tersenyum lebar pada Prilly yang dibalas senyum sopan oleh Prilly.

"Randi."Randi mengulurkan tangannya pada Prilly, "Prilly."Ujar Prilly setelah menjabat tangan Randi.

"Kevin."

"Prilly."

Prilly melepaskan tangan Kevin namun sebelum itu suara Ali terlebih dahulu terdengar, "Kamu benar-benar mewarisi sikap murahan Ibumu ya."

Prilly segera melepaskan tangan Kevin lalu beralih menatap Ali, genggaman tangannya pada plastik belanjaannya mengerat. "Ibuku bukan wanita seperti itu."desis Prilly penuh amarah.

Ali mengalihkan pandangannya ia selalu merasa tidak nyaman setelah menyakiti gadis ini. Hatinya ikut sakit hanya saja ia benar-benar tidak bisa memaafkan Prilly dan ibunya yang berani-beraninya datang kerumahnya. Apalagi ia bisa melihat sendiri bagaimana Papanya tersenyum bahagia bersama Ibu Prilly sedangkan dengan Ibunya.

Ali mengepalkan tangannya ia harus menekan perasaannya, ia tidak boleh lemah hanya karena wajah terluka gadis itu. Ali benar-benar benci keadaan seperti ini. Dia tidak suka melihat wajah terluka Prilly.

Apa dia memang sudah keterlaluan pada gadis ini?

"Lo lebih dari murahan. Kalau nggak ngapain lo numpang hidup dirumah orang lain. Sodara bukan apa-apa bukan. Lo cuma mau ngerebut perhatian Om Adrian kan? Dan sekarang lo berhasil, lo lihat Ali anak kandungnya saja diabaikan gara-gara kehadiran lo dan Ibu lo. Dasar nggak tahu malu."Ucap Luna semakin menambah kacaunya perasaan Ali.

Mengejar BadaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang