Bab 23

1.5K 203 12
                                    


Prilly mengeratkan pelukannya pada pinggang Ali ketika pria itu melajukan motornya dengan kecepatan tinggi.

"Li pelan-pelan dong! Gue takut."

Ali menoleh sebentar namun kembali memacu laju motornya. Dia seperti menikmati ketakutan Prilly terlebih ketika kedua lengan Prilly membelit pinggangnya semakin erat. Jantungnya ikut berpacu ketika Prilly menyenderkan kepalanya di punggung Ali.

Ali menahan nafas sebelum kembali melajukan motornya seperti orang kesetanan.

Di dalam hati Prilly berdoa semoga Tuhan melindungi dirinya dan Ali. Dia tidak ingin terjadi apa-apa pada mereka, Ali memiliki tanggungjawab untuk menjaga Papanya begitu pula dirinya yang masih ingin hidup bersama Ibunya.

Sudah hampir dua jam mereka berkendara namun Ali masih belum menghentikan laju motornya. Prilly mulai dilanda panik ketika Ali mulai melewati jalan sempit yang dikiri kanannya terlihat pohon-pohon besar.

'Ya Tuhan apa Ali berniat membunuhnya lalu membuang mayatnya ke Hutan?'

Prilly mulai merasakan keringat dingin bermunculan di dahinya padahal cuaca malam ini cukup dingin.

Prilly masih memilih diam walaupun fikirannya sudah mulai melantur kemana-mana namun dia tetap memilih percaya pada Ali. Dia yakin sebenci apapun Ali padanya, Ali tidak mungkin menyakiti dirinya apalagi sampai tega membunuh dirinya disini.

Setengah jam kemudian motor milik Ali berhenti. Prilly mulai menoleh ke kiri dan kanan, dia begitu terkesima dengan pemandangan disini. Ternyata Ali membawanya keatas bukit hingga matanya bisa di manjakan dengan kerlap-kerlip lampu dari kota yang nampak begitu indah.

Ternyata ketakutan serta rasa sakit di pinggangnya karena terlalu lama duduk di jok motor Ali terbayar dengan pemandangan memukau dihadapannya saat ini.

Tempat ini benar-benar Indah.

"Jadi lo mau ngomong apa sama gue?"Tanya Ali setelah membuka helm dan ia letakkan di atas body motornya.

Prilly sontak menoleh dan menatap Ali yang duduk malas di motornya. Pria itu tidak terlihat takjub seperti dirinya, ah tentu saja Ali sudah terbiasa dengan tempat ini makanya ekpresi wajah Ali biasa saja. Fikir Prilly.

Berdehem pelan Prilly memberanikan diri menatap Ali, jujur saja dia benar-benar tidak nyaman di tatap sedingin ini oleh Ali.

"Gue mau lo berhenti menganggu ketenangan Ibu gue."pinta Prilly.

"Nggak perlu lo suruh gue juga nggak berminat ganggu Ibu lo."Ujar Ali cuek dengan ekpresi datar.

Prilly menelan ludah ia kembali membuka suaranya, "Maksud gue, berhenti perlihatkan ketidaksukaan lo sama gue di hadapan Ibu gue. Li, gue dan Ibu gue nggak bisa keluar dari kehidupan lo dan Om Adrian sebelum Ibu gue sembuh. Tapi gue janji selama berada dirumah lo gue nggak akan menganggu kehidupan lo. Dan begitu Ibu gue sembuh gue bakal bawa Ibu gue keluar dari rumah lo."Ungkap Prilly panjang lebar.

Namun ekspresi wajah Ali hanya menatap malas dirinya, dengan cuek Ali menumpu kedua tangannya diatas helm. "Lo merintah gue? Dan lo fikir gue bakal nurutin kemauan lo?"

"Lalu jika aku memohon apa kamu bisa melakukannya?"

Prilly sengaja mengubah cara bicaranya agar terdengar lebih lembut bahkan dia sengaja menghilang kata 'lo-gue' dan menggantinya dengan 'aku-kamu' agar Ali tahu kalau saat ini dia benar-benar memohon.

Ali menatap Prilly dengan pandangan sulit diartikan. Di jam yang sudah menunjukkan waktu hampir tengah malam ditambah dengan suasana sunyi dibukit ini semakin membuat suasana mencekam.

Mengejar BadaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang