Chapter 5

72 5 0
                                    

Jika memang pada hakikatnya seorang pria yang memulai sebuah hubungan. Lalu wanita hanya menunggu. Maka kini aku sedang melakukannya. Aku berada pada situasi sedang memulai tapi tak tau apakah dia sedang menunggu atau tidak.

Detik ini, kalimat yang ku simpan selama satu bulan ini akhirnya ku lontarkan. Tak ada harapan lebih ketika aku mengatakannya, karena aku tau itu bisa saja membuatnya bahagia atau malah melukainya.

"Kamu jangan becanda" Dia tak percaya dengan apa yang baru saja kukatakan.

"Perasaan tak sebercanda itu Yasmin" Belum sempat kami menyelesaikan semuanya. Bel masuk berbunyi, aula memang sudah kosong sejak tadi, hanya menyisakan beberapa murid saja.

"Ke kelas sana, gak perlu di jawab kalo gak mau. Aku cuma ngungkapin apa yang aku rasa" Dia menundukkan kepalanya lalu pergi. Aku juga pergi setelah melihat punggunya tak terlihat dari posisiku berdiri.

Ada dua hal yang kini aku rasa, lega dan takut. Lega karena aku berhasil mengatakannya, takut jika dia menjauh karena aku menyukainya.

Pikiranku terus mendorongku untuk cepat mengucap syahadat. Hatiku mengatakan tunggu, lalu kapan?

"Darimana lo?" Deva bertanya setelah aku duduk dibangku.

"Dari aula"

"Lama amat dah, yang lain udah balik daritadi" Omel Deva.

"Kepo amat dah lo"

"Slow aja kali bang jawabnya. PMS lo?"
Sumpah si Deva ngajak ribut. Lapangan kosong kagak ya?

→ⓢⓗ←

Sudah dua hari sejak aku mengatakan bahwa aku menyukainya. Dia masih belum menjawab perasaanku. Bukan maksudku ingin dia menjawab hanya saja aku juga ingin tau tentang perasaannya.

Dan selama dua hari ini kami memang tidak bertemu, sebenarnya aku sering melihatnya sedang latihan dance bersama teman-temannya untuk pentas. Aku hanya tak ingin mengganggu aktivitasnya.

Hari ini sehabis pulang sekolah, aku diam di perpustakaan. Menemani Pak Abdi yang selalu saja sendirian menjaga perpustakaan.

"Pak biasanya perempuan sukanya apa?" Tanyaku pada Pak Abdi yang sedang membolak balikkan lembaran kertas pada buku tebal.

"Tergantung perempuannya" Jawab Pak Abdi.

"Kalo perempuan muslim?" Pak Abdi melirikku.

"Kalo seumuran kamu ya paling coklat atau boneka seperti perempuan lain. Kalo mau ngajak nikah nah baru kasih mahar"Jawab Pak Abdi diselingi candaan di akhir. Aku tertawa mendengarnya.

Menikahi Yasmin?

Bilang suka aja belum di jawab apalagi ngajak nikah.

"Siapa memang?" Tanya Pak Abdi lagi.

"Perempuan yang saya ajak waktu terakhir kali kesini"

"Yasmin?" Setelah beberapa waktu lalu saat aku membantu yasmin mengerjakan tugas memang jadi terakhir kalinya aku ke perpustakaan.

"Hehe iya pak" Jawabku malu.

"Oh kalo yasmin sih sukanya dikasih surah Ar-rohman"

"Bapak tau darimana?"

"Bapak sering mendengarkan surah Ar-rohman jika sedang berjaga. Waktu itu yasmin datang terus bilang kalo dia suka sama surahnya dan pengen ada seseorang yang bacain surah itu ke dia"

Surah Ar-rohman?

Aku membuka ponselku, lalu search tentang surah Ar-rohman. Lumayan panjang sih tapi, tak ada yang tak bisa dilakukan jika sudah punya niat bulat bukan?

Sebatas Harapan [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang