Chapter 18

72 3 0
                                    

Sore ini aku dan alfon akan kembali ke rumah sakit untuk mengetahui hasil dari tes kemarin.

Kami duduk di kursi lorong rumah sakit, menunggu dokter yang sebentar lagi akan datang.

Aku membuka resleting jaket karena rasanya tubuhku sesak. Aku mengepalkan kedua tanganku yang basah.

Seorang pria paruh baya yang mengenakkan setelah jas putih datang meminta kami untuk masuk.

"Ini hasil tes nya" Dokter itu memberikan selembaran kertas yang tak aku mengerti. Sebuah gambar bagian oraganku yang jelas itu adalah jantung.

"Saya sungguh menyesal mengatakan ini tapi jantung kamu sudah sangat lemah. Diperkirakan mungkin kamu tidak dapat bertahan lama" Perkataan dokter itu berhasil membuat aku dan alfon bungkam.
"Mungkin ini bisa saja membaik jika sedari awal kamu mau melakukan pengobatan" Memang benar aku tak melakukan pengobatan pada penyakit yang aku derita.
"Berapa lama saya bisa bertahan?" Ucapku penasaran. Keringat bercucuran di balik pakaian yang aku gunakan. "Mungkin hanya sekitar satu bulan". Aku terdiam, memikirkan sisa hidupku yang tak akan lama. Keringat bercucuran di dahi dan punggungku.

"Apa ada cara agar teman saya bisa sembuh?" Tanya alfon.

"Bisa saja jika melakukan pengobatan secara rutin" Jawab dokter tersebut.

Kami sempat berbincang beberapa saat di ruangan itu hingga akhirnya aku memilih untuk kembali ke asrama saja.

"Lo harus yakin sama diri lo sendiri" Ucap alfon. Kami sedang berada di mobil alfon.

Mobil melaju dengan kecepatan sedang. Aku terdiam melihat ke arah luar jendela.
Aku tau ini hanya prediksi dokter saja, urusan umur itu Allah yang mengatur. Tapi tetap saja hal itu mengganggu pikiranku.

Aku tak pernah membayangkan hal ini dalam hidupku. Jika prediksi itu benar maka aku akan mati di umurku saat ini.

Aku berusaha menepis hal itu, percaya bahwa aku bisa bertahan.

→ⓢⓗ←

Senyuman yasmin menyapaku di pagi hari. Senyumnya selalu saja membuat desiran aneh dalam tubuhku. Aku tak bisa mengelak betapa aku sangat menyukai senyuman itu.

Setelah sholat duhur, kelas kosong karena guru mengadakan rapat dadakan. Itu adalah salah satu hal yang paling dinantikan oleh setiap murid.

Aku dan yasmin duduk di ruang musik, beberapa murid juga berada disini. Aku memegang gitar yang aku ambil di rak gitar. Aku belum menyanyikan lagu apapun.

"Kamu mau tau satu hal gak?" Tanyaku padanya.

"Apa?"

"Langit malam itu sebenernya biru" Ucapku yang membuat yasmin bingung.

"Langit itu biru, begitupun saat malam hari. Kenapa keliatan hitam karena gak ada sinar matahari. Mungkin jika matahari tetap ada saat malam maka dia akan merasa tersaingi karena ada bulan dan bintang. Matahari tau posisi dia, dia merasa tak berhak mengambil posisi orang lain"

"Atau mungkin dia juga iri karena jika malam hari orang akan terfokus melihat bulan dan Bintang. Pandangan orang akan terbagi, matahari hanya terlalu egois" Jelasku panjang lebar. Aku tak tau kenapa aku menceritakan hal ini.

"Matahari terlalu egois?" Tanya yasmin, wajahnya terlihat sangat menghayati ucapanku.

"Iya, di dunia ini akan ada orang yang memang pada dasarnya egois seperti matahari. Tapi ada pula yang ingin egois tapi dia tak mampu seperti bulan yang merelakan Bintang berada pada satu tempat dan waktu dengannya" Yasmin terdiam mendengar ucapanku.

Sebatas Harapan [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang