Chapter 2

153 8 0
                                    

Sebagian orang terutama pria tak menyukai tinggal di asrama. Aku juga termasuk karena aku ini tipikal orang yang suka kebebasan, aku masih suka balapan dan keluyuran malam-malam. Tapi aku tau alasan kenapa Mama mendaftarkanku ke sekolah ini karena Mama ingin aku berubah. Mama ingin aku tak pergi malam-malam tapi itu percuma saja karena masih ada jiwa bebas dalam diriku.

Aku bukan orang yang suka berdiam diri di rumah atau pergi ke gereja jika bosan. Apalagi sekarang setelah aku mengenal islam membuatku semakin malas pergi ke gereja karena ada satu hal mengganjal dalam diriku setiap kali aku pergi ke gereja. Aku sadar mungkin dalam diriku sudah tercampur dengan nuansa islam. Tapi aku butuh keyakinan yang pasti, pindah agama bukan perkara biasa. Ini menyangkut perkara hati dan Tuhan.

Aku memang mempelajari islam secara lebih dalam tapi aku butuh sesuatu yang mempu mengetuk hatiku agar aku semakin yakin. Doni, Diza, dan Dimas memang sering membicarakan tentang islam padaku. Bahkan saat bulan puasa dua tahun yang lalu aku juga ikut berpuasa selama sebulan tapi tetap saja aku membutuhkan sesuatu yang lebih untuk meyakinkanku.

Aku melihat kalung salib yang aku pakai di pantulan cermin. Ini pemberian nenek saat aku pergi ke singapur dua tahun yang lalu. Hari ini seperti biasa aku menggunakan seragam sekolah. Menggunakan seragam bermotif kotak  warna abu dengan celana bahan hitam dan sepatu nike biru tua.

Seperti biasa sebelum pergi ke sekolah, aku selalu melakukan ritual.

[Selamat pagi]

Pesan itu aku kirim pada Yasmin setiap hari sebelum berangkat sekolah. Yasmin tak tau jika selama sebulan ini aku yang selalu mengirimnya pesan karena nomor ini aku pakai khusus untuk Yasmin jadi tak ada seorangpun yang tau. Bukan hal yang sulit agar aku bisa mendapatkan nomornya. Aku tidak memintanya pada teman-temannya, percuma saja nanti bisa ketauan. Aku meretas ponselnya, aku ini memang murid yang lumayan serba bisa haha.. Doni mengajariku untuk meretas.

Setelah melihat tanda ceklis dua biru, aku segera mengambil tasku dan berangkat ke sekolah. Yasmin memang selalu membaca pesanku. Dulu waktu awal mengirimnya pesan, dia selalu bertanya siapa aku tapi selalu kujawab dengan candaan 'yang pasti bukan malaikat izroil'. Aku juga pernah di blok, tapi aku membuka blok nya dengan meretas ponselnya lagi. Aku pernah mengirimnya pesan 'aku bukan orang jahat, nanti aku kasih tau siapa aku. Jangan di blok, aku cuma mau sapa kamu setiap hari' setelah itu dia hanya membaca pesanku.

Ya walaupun di sekolah aku juga selalu menyapanya setiap hari, lebih tepatnya mengganggunya.

"Gimana kemaren?" Aku dan teman segenkku duduk di depan asramaku sambil menunggu bel sekolah berbunyi.

"Biasa lah" Mereka pasti tau maksud jawabanku.

"Rel lo dipanggil ke ruang BK" Iqbal datang memberitahuku untuk datang ke ruang BK. Aku pasti ketauan.

"Ketauan lagi lo bwahahaha" Sialan si Dimas. Untung gue udah jadi siswa abadi di ruang BK jadi rasanya biasa saja jika dipanggil.

Aku berjalan ke lantai 3, tempat ruang BK berada. Awalnya dilantai satu tapi pindah karena aku sering buat ulah.

Harusnya Pak Nandar berterima kasih padaku karena aku sering keluar masuk ruang BK karena berkatku pak Nandar jadi memiliki pekerjaan.

Aku terkejut saat masuk ruang BK ternyata Yasmin juga ada disana. Si Yasmin bikin masalah? Gak mungkin lah.

"Lho yas ngapain disini? Bikin kasus juga?" tanyaku penasaran.

"Ngawur kamu. Yang ada kamu yang suka bikin kasus" Timpal pak Nandar. Dari nada bicaranya sih sudah jelas kalo si bapak lagi kesel.

Sebatas Harapan [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang