.
"Kau nggak jadi beli mobil lagi?" tanya Woojin suatu hari, ketika mereka sedang sarapan sebelum berangkat kerja. Chan tampak berpikir sejenak, kemudian menggelengkan kepala sebagai jawaban. Bahkan ia tidak lagi terpikir untuk membeli mobil. Pertanyaan Woojin barusan malahan terdengar asing di telinga Chan.
"Sekarang aku lebih senang naik bus," jawab Chan sambil terkekeh. Mengunyah sereal dalam mangkuk ditemani Woojin dengan segelas jus buah sebagai sarapan.
"Oh, sekarang Tuan Muda Bang sudah lebih merakyat." Woojin tertawa meledek, menghabiskan sisa jus di dalam gelas kemudian membawanya ke bak untuk dicuci.
"Kurang ajar."
"Tapi serius, di sini jarang banget ada yang berpergian dengan mobil. Udara di sini masih segar banget, mungkin kita harus beli sepeda dan pergi bersepeda kapan-kapan." Woojin kembali duduk di hadapan pemuda bersurai pirang itu, dengan sabar menunggu Chan menyelesaikan sarapannya.
"Aku nggak janji," kata Chan pelan, "nanti nggak kutepati lagi."
"Dasar bodoh." Woojin menyentil kening Chan. "Jangan terlalu dipikirkan soal kemarin. Aku nggak apa-apa, serius." Ia berkata kemudian tersenyum lebar.
Chan meneguk habis sisa susu dari mangkuknya dengan sekali tegukan. "Hari ini apa kegiatanmu?"
"Syuting iklan sampai setengah tiga, lalu Hyunjin dan Jeongyeon-nuna mengajakku ke Daegu untuk survei. Mungkin aku bakal pulang malam banget, Chan. Jangan tunggu aku."
"Siapa?" Jawaban Woojin sukses membuat Chan menegakkan tubuhnya dan menatap pemuda itu intens. Mungkin, tidak seharusnya ia bertanya pada Woojin. Tapi rasa penasaran yang bergemuruh di dada seolah tak dapat dielakkan.
"Rekanku," jawab Woojin santai. "Waktu aku ulang tahun, bukannya kau juga kenalan dengan mereka?"
Woojin selalu jujur padanya. Chan menghela napas pelan, pantas saja gadis di ponsel Woojin terlihat sangat familiar. Mereka ternyata pernah bertemu sebelum ini. Waktu itu, gelagat Woojin sama sekali tidak aneh jadi Chan tidak curiga.
"Oh." Chan mendesah pelan. "Hari ini aku pergi makan di luar kalau begitu."
Woojin mengangguk kecil, kemudian meraih tas ranselnya. Ia menunggu Chan dengan sabar mencuci mangkuk bekas sereal kemudian mereka meninggalkan rumah bersama-sama menuju halte.
"Aku duluan, Chan. Semangatlah di tempat kerja." Ketika bus berwarna putih itu datang dan berhenti di hadapan Woojin, pemuda itu menepuk pundak Chan singkat sebelum naik ke dalam. Chan tersenyum dan melambai, kemudian berjalan sambil menunduk sejauh beberapa ratus meter menuju kafe tempatnya bekerja.
Tiap hari, perasaannya pada Woojin bertambah sedemikian rupa. Sampai-sampai Chan tidak lagi punya nyali untuk sekedar bertatap mata dengan pemuda itu. Segalanya telah sangat berkebalikan ketika mereka bersahabat dulu, dan percikan kembang api di dada masih terasa nyata setiap kali Woojin tersenyum padanya.
Rasanya, Chan ingin menenggelamkan diri di lautan. Woojin juga masih melayangkan afeksi-afeksi kecil padanya setiap hari, entah itu menunggunya berangkat bersama seperti tadi, atau membenarkan selimut Chan setiap malam, atau mengelap saus di pipi yang tercecer.
Mereka masih tidur satu kamar, tetapi Woojin kini tidur di lantai samping tempat tidur Chan. Ia membeli sebuah kasur lipat untuk dirinya sendiri. Chan tidak masalah, lagipula berdekatan dengan Woojin dalam kondisi seperti ini tentu tidak baik untuk kesehatan jantungnya.
"Hei."
Seseorang menepuk pundak Chan dari belakang. Chan mendongak, mendapati gadis yang ia temui di kafe kemarin—Jihyo—sedang berdiri sambil tersenyum padanya. "Mau kerja?" tanya gadis itu ramah.
![](https://img.wattpad.com/cover/189479592-288-k537922.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
When the Sparks Fly
Romance[Kim Woojin x Bang Chan] Christopher Bang wants his freedom, and he took Woojin with him. Although he doesn't even know that the future leads to unwanted sparks between him and his feelings. ⚠️ Warning! MATURE - BXB contains: sexual content, harsh w...