euphonius

204 51 13
                                        

Musim semi di bulan Mei sudah hampir berakhir. Hawa panas mulai merambat masuk dengan kurang ajar dari jendela-jendela kaca. Angin kering berhembus, membuat siapa saja yang hendak keluar mungkin harus berpikir dua kali.

Hari masih pagi, dan Chan sudah terlalu sadar untuk kembali ke tempat tidur. Ternyata seperti ini rasanya jadi pengangguran yang benar-benar tidak punya tujuan. Ia mentertawakan dirinya sendiri.

Sejak ia lulus SMA dan menolak untuk kuliah bisnis di universitas pilihan sang ayah, yang pemuda itu lakukan hanya menghabiskan waktu dalam studio kecil di rumah, membuat beberapa lagu untuk dipamerkan pada Woojin. Mungkin sesekali ia akan mencari beasiswa-beasiswa yang ditawarkan universitas—jurusan apa saja, asal bukan bisnis. Dan berakhir dengan penolakan keras dari ayahnya.

Entah sudah berapa kali pria itu memanggil Chan ke ruang kerjanya untuk mendiskusikan soal nasib perusahaan keluarga Bang. Semuanya itu tidak digubris, menguap begitu saja di kepala si pemuda pirang.

Chan masih bersikeras tidak ingin bekerja di bidang bisnis, ia berpikir tanpanya saham perusahaan sang ayah tidak akan koleps begitu saja. Masih ada banyak puluhan orang kepercayaan yang bisa menggantikan posisi ketika ia pensiun nanti, salah satunya Seokjin.

Tidak tahu kemana harus pergi, pada akhirnya kaki Chan kembali membawanya menuju kafe kecil Yoongi.

Chan berharap, kafe masih sepi pada pukul setengah sebelas. Kafe langganannya itu baru akan ramai pada jam makan siang, dimana orang-orang mulai berdatangan untuk membeli segelas kopi penghilang suntuk. Chan hafal betul kebiasaan orang-orang, mengingat ia selalu hampir seharian duduk di meja tersudut favoritnya.

Tapi angannya itu pudar seiring dengan udara kering, ketika kafe milik Yoongi sudah terisi penuh, bahkan bangku hak miliknya sudah diduduki oleh orang asing. Chan menghela napas, Taehyung dan Yoongi terlihat sangat kerepotan di balik konter, dan antrian pengunjung mengular hampir menyentuh pintu.

Pemuda itu memutuskan duduk di salah satu meja untuk satu orang, tepat bersebelahan dengan etalase kue. Menunggu antrian memendek sehingga ia bisa memesan segelas milkshake pada Taehyung.

Sudah setengah jam berlalu, tapi antrian masih sangat panjang. Bahkan Taehyung tidak sempat meliriknya untuk menyapa, sibuk dengan mesin kasir. Sementara Yoongi disibukkan dengan gelas-gelas orderan kopi.

Berada di keramaian seperti ini membuat kepala Chan pening. Sungguh, Yoongi harus menambah setidaknya satu atau dua karyawan lagi jika tidak ingin kerepotan.

Beruang Bodoh
| Chan, aku pulang telat hari ini.
| Kau makan aja duluan, jangan tungguin aku
| Hari ini bosku ngundang makan bareng

Chan
Oke, deh|
Enaknya jadi kau|

Beruang Bodoh
| Hahaha, kutebak kau lagi ada di kafe itu?
| Belilah makan siang yang baik, jangan kopi terus
| Katanya, kedai tteokbokki  di deket lampu merah situ enak

Chan
Kenapa tiba-tiba?|

Beruang Bodoh
| Kau kan, suka tteokbokki

Chan
Sejak kapan kau perhatian padaku?!|
Lagian kau lagi santai banget ya? Kok bisa balas pesanku?|

Beruang Bodoh
| Sialan,
| Aku emang perhatian, kau aja yang nggak pernah sadar

Chan sedang tersenyum dan bersiap mengetikkan balasan untuk Woojin ketika sepiring kue kering bertabur cokelat diletakkan Yoongi di atas mejanya. Chan mendongak, menatap Yoongi yang sedang tersenyum.

When the Sparks Fly  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang