.
Sudah lewat tengah malam. Woojin melirik jam di ponselnya. Chan mungkin sudah tidur, jadi tak apa jika ia pulang sekarang. Pemuda itu beranjak keluar dari minimarket 24 jam tempatnya menunggu sejak pulang dari agensi, kemudian berjalan perlahan menuju rumah kecil mereka.Ia tidak menyangkal bahwa dirinya memang menjauhi pemuda pirang itu. Rasanya, Woojin tidak bisa bertatapan muka lagi dengan Chan. Terlebih, setelah ia memperkosa pemuda itu di rumahnya sendiri. Chan pasti marah besar.
Lagipula, kejadian ini sangat memalukan bagi Woojin. Ia belum pernah berhubungan seks, dan seks pertamanya malah dilakukan bersama sahabatnya sendiri—yang di mana mereka sama-sama laki-laki.
Woojin akui itu nikmat. Dimanjakan oleh seseorang yang meneriakkan namanya dengan begitu indah sambil bermandi peluh—Astaga! Mikir apa sih aku?
Ia mengacak rambutnya kasar dengan wajah memerah. Kepalanya pening ketika ia memaksa diri untuk mengingat kejadian beberapa hari yang lalu itu. Dan sejauh yang mampu dia ingat, hanya terlihat sosok Chan yang mengerang di bawahnya dengan erotis.
Woojin memerah lagi. Perutnya mual seperti terkocok-kocok ketika adegan demi adegan terbersit di kepalanya, membentuk potongan-potongan serupa film. Ia malu luar biasa, dan jantungnya berdegup tidak karuan.
Rumah nenek Chan hanya tinggal beberapa blok lagi dari posisi Woojin sekarang. Ia bahkan sudah dapat melihat terasnya yang berwarna hijau dan kaca besar bagian depan yang telah ditutupi tempelan kertas koran. Lampu kamar mereka masih berpendar terang—Chan belum tidur.
Woojin menelan ludah. Apa yang Chan lakukan tengah malam begini?
Ia membuka pintu toko dengan hati-hati, sebisa mungkin tidak menimbulkan bunyi apa pun. Jantung Woojin berdegup kencang ketika ia berjingkat-jingkat menaiki anak tangga menuju rumah mereka yang terletak di lantai dua. Bahkan ruang tengah rumah mereka juga masih menyala terang. Terlalu ceroboh jika Chan tertidur dengan membiarkan semua lampu tidak dimatikan.
Woojin baru hendak mengambil kunci cadangan di sakunya ketika pintu terbuka lebar. Matanya memicing menatap Woojin, seolah memang sejak lama pemuda itu menanti kepulangannya.
"B-belum tidur?" tanya Woojin dengan kikuk. Pemuda di hadapannya masih terdiam, belum menunjukkan tanda-tanda akan bergerak dari depan pintu. "Ini sudah lewat tengah malam."
"Woojin, kita harus ngomong."
Pernyataan Chan membuat Woojin lagi-lagi menelan ludahnya dengan susah payah. Ia tahu, Chan pasti akan membahas soal hal kemarin. "Maaf, Chan."
Chan mendengus. "Maaf untuk apa?"
"Soal waktu itu. Pertama kalinya seumur hidupku aku mabuk, dan aku malah melakukan hal yang nggak-nggak padamu." Woojin menunduk, tidak berani menatap mata si Pirang.
"Woojin, apa kau pikir kalau kau memperkosaku?" Woojin tidak mengerti ke arah mana pembicaraan ini akan berakhir, tetapi pemuda itu tetap menganggukkan kepalanya lemah sebagai jawaban.
"Aku minta maaf, nggak seharusnya—"
"Kau tahu," ujar Chan, memotong ucapan yang lebih tua. "Aku bisa saja menghentikanmu kalau aku mau. Aku tinggal meninjumu yang sedang teler."
"Benar, kau seharusnya menin—" Woojin tidak menyelesaikan kalimatnya, ia melihat Chan sedang menatap lurus-lurus ke arahnya.
"Karena aku juga menginginkannya, Woojin."
Satu kalimat Chan sukses membuat Woojin membelalakan matanya.
"A-apa?"
Ia menyandarkan diri pada sandaran sofa, memijat pelipisnya sambil berusaha memproses pikiran-pikiran yang berlarian karena jawaban Chan barusan. Ini nggak mungkin!
KAMU SEDANG MEMBACA
When the Sparks Fly
Romance[Kim Woojin x Bang Chan] Christopher Bang wants his freedom, and he took Woojin with him. Although he doesn't even know that the future leads to unwanted sparks between him and his feelings. ⚠️ Warning! MATURE - BXB contains: sexual content, harsh w...