10. Ternyata?

5.6K 190 0
                                    

Tubuh Devan dan yang lainnya menegang mendengar penjelasan dari dokter. Tubuh Devan merosot begitu saja di lantai dingin rumah sakit.

Semua juga sama sedih nya seperti Devan saat ini. Tepukan dibahu Devan membuat nya tersadar.

"Yang sabar, ini semua ujian. Gue harap lo bisa belajar dari kesalahan lo sekarang." ucap Alvin menenangkan.

Devan tidak menghiraukan itu, tatapannya kosong seperti jiwa nya saat ini. Tanpa sadar setetes cairan bening meluncur dengan bebasnya dipipi Devan.

BUGH

BUGH

BUGH

"LO APAIN ADIK GUE!!" Tiba tiba saja Axel datang seperti orang kesetanan dan melayangkan pukulan diwajah Devan, beruntung Alvin dkk dapat menghentikan nya.

"Udah bang! Dia juga sedih dengar kabar ini. Bahkan kemungkinan dia yang paling terpuruk." ujar Andra.

Devan bangkit dan berjalan kearah Axel dengan gontai. Dijatuhkannya tubuh Devan di kaki Axel. Ia bersujud dikaki Axel dengan isak tangis tak terbendung. Biarkan saja semua orang mengiranya cengeng.

"Maafin gue bang, gue bego, gue gabisa jaga Rara. Gue yang buat dia kaya gini, gue menyesal bang." ucap Devan serak.

"Kalo perlu, gue bakal cium kaki lo bang."

Axel yang tidak tega menepuk bahu Devan menyuruhnya bangun.
"Lo gak perlu lakuin itu." jawabnya datar

Pintu ruangan terbuka menampilkan seorang dokter berjas putih.

"Silahkan, kalian bisa masuk. Pasien sudah sadar." ucap dokter.

Semua bernafas lega dan memasuki ruangan rawat Aura tapi tidak dengan Devan, ia justru masih ditempatnya.

"Lo harus siap terima reaksi Aura." ujar Alya.

Devan mengangguk lemas. Dilangkahkannya kaki nya kearah Aura yang sedang menangis tersedu sedu dipelukan ibunya.

"Ra aku-" ucap Devan tercekat.

"STOP JANGAN MENDEKAT!!" Teriak histeris.

"Rara, maaf." lirih Devan.

"PERGI!! AKU BENCI SAMA KAMU! AKU KECEWA SAMA KAMU!! PERGIII!"

"Ra, kamu tenang dulu. Kasian Devan, dia juga pasti sedih dengan ini semua." ujar Dinar menenangkan menantunya itu. Jujur, ia juga kecewa dengan Devan. Tapi bagaimana lagi, semua nya sudah takdir.

Devan yang berniat memeluk Aura menghentikan langkah nya saat istrinya itu kembali berteriak histeris.

"PERGII! JANGAN MENDEKAT. DIA PEMBUNUH!! PERGI JAUH JAUH."

"Rara, aku tau ini semua salah aku. Tapi please jangan benci aku, kamu boleh marah marah sama aku, pukul aku, caci maki aku sepuas kamu. Tapi jangan pernah benci aku sayang." ucap Devan pilu.

Semua hanya diam menyaksikan tanpa berniat ikut campur kedalam urusan rumah tangga Devan dan Aura.

Dipeluknya tubuhnya Aura dengan erat walaupun terus meronta ronta dan memukuli Devan membabi buta.

Diciumnya pucuk kepala Aura lembut dengan bahu Devan yang bergetar menahan tangis.

Semua yang merasa itu urusan mereka pun keluar dan tersisa Devan yang memeluk Aura.

"Aku tahu kamu terpukul sama kejadian ini. Aku juga sama terpukul nya." lirih Devan.

Flashback on.

Devan yang sedari tadi duduk dilantai langsung menegakkan badannya saat seorang suster keluar.

"Sus, gimana istri saya?" tanya nya tidak sabaran.

PERFECT HUSBAND Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang