23 - Berhenti Dan Berpisah

42.1K 3.3K 192
                                    

Setelah ku pahami
Ku bukan yang terbaik

~*~*~*~

Saat Keanu kembali membuka mata, gurat kecemasan yang menjamah penglihatannya serupa dengan yang ditemuinya saat pertama kali membuka mata setelah melewati masa kritis lima tahun lalu. Dan kecemasan itu menggenangi paras yang sama.

Masih rekat dalam ingatan Keanu bagaimana waktu itu Vezia meraih tangannya dengan tatapan penuh penyesalan, lalu mengusap lembut punggung tangannya tanpa mengenai goresan luka kecil di sana, kemudian menggenggamnya dan menempelkannya di pipi dingin yang ditetesi bulir air ketika ucapan maaf mengalun dalam serak.

Sungguh, Keanu ingin Vezia berhenti menyalahkan diri sendiri atas apapun yang menimpa dirinya. Perihal beasiswa S1 yang dilepaskan atau beasiswa S2 yang gagal hingga berujung kecelakaan, maupun tentang Endorphine cabang Jakarta yang masih ia pertahankan dan mengharuskannya bolak-balik Jakarta-Bandung padahal rumah pribadi dan usahanya ada di Bandung.

Harus Keanu akui, Vezia lah yang menjadi fundamental keputusannya. Namun, sudah tak terhitung rasanya ia menegaskan hal itu pada Vezia, bahwa semua yang terjadi di hidupnya adalah pilihannya sendiri dan ia tidak pernah berpaling ke belakang untuk hari menyesalinya.

"Vey, aku baik-baik aja," tutur Keanu setenang mungkin.

"Bohong!" Vezia menampik penuh prasangka. "Kamu harus check up sekarang! Ini udah nggak benar, Keanu! Kamu sakit sejak kemarin, apalagi memar di punggung kamu itu lumayan parah."

Keanu menghela gusar, perdebatannya dengan Vezia yang tak kunjung usai membuat pengar di kepalanya semakin hebat. "Aku cuma perlu istirahat, Vezia..."

"Sampai kapan? Sampai aku ngeliat kamu nggak sadarin diri lagi? Ini demi kebaikan kamu, Keanu. Aku cuma nggak mau lihat kamu sakit lagi––"

"Ve––"

"––Gimana kamu mau sembuh kalau minum obat aja nggak mau? Yang jelas sekarang kamu har––"

"VEZIA!!!"

Vezia tersentak kaget, belum pernah Keanu membentaknya dengan tatapan semarah itu. Tubuhnya kian menegang ketika amarah yang memancar dari sepasang netra biru gelap itu berubah menjadi tatapan muak yang seolah mampu melumat detak jantungnya.

"Kita harus berhenti jadi orang bodoh!" hardik Keanu. Kini ia sadar, bahwa persahabatan mereka adalah racun yang dilumuri manisnya candu, yang mana ketika ditelan akan terus menikam mereka hingga ke ulu hati.

Sialnya, entah jenis perasaan apa yang tercabik di sana.

"Bodoh?!! Apa sih maksud kamu, Nu?!" balas Vezia dengan nada meninggi. Diam-diam gadis itu tengah menelan pilunya sendiri.

Lalu tatapan Keanu berubah dingin, "Sama siapa kamu ke sini?"

"Se–sendirian."

Suara Vezia yang bergetar membuat benteng Keanu nyaris runtuh, namun ia kembali mengeraskannya sekejap mata. "Apa yang kamu tinggalin di sana, Aluna? Masa depanmu?"

Vezia tahu betul siapa "Masa depan" yang Keanu maksud. Susah payah ia mengatur napasnya agar tak bergetar ketika suara keluar, "Aku sama Harvey nggak ada hubungan apa-apa."

"Terus kenapa kamu selalu percaya diri bilang bahwa kamu sudah punya calon untuk menikah?" Tawa getir Keanu terlepas sumbang. "Apa itu untuk memperjelas kalau kita nggak mungkin jadi pasangan hidup? Atau untuk menghindar?!"

Vezia menggeleng pedih, menekan segala kesesakan yang meremas hatinya agar tak meluncur melalui sudut matanya. Susah payah ia menghimpun napasnya demi melepas satu lirihan pilu, "Aku sayang kamu, Keanu."

Endorphins in YOU (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang