17 - Malam penuh Getaran

70.4K 4.3K 166
                                    

Errr... kayaknya ini ratting dewasa. kayaknya...

~

Entah apa yang membuat alam murka malam ini, sehingga mayapada begitu gigih menghegemoni langit dengan runtuhan bulir-bulir air yang tak kunjung pelan ritmenya. Sejurus kemudian, bidikan kilat membelah langit gulita dalam sekejam mata, disusul gemuruh keras yang mampu memekakkan telinga dan membuat kisi-kisi jendela sebuah kamar bergetar.

Namun, bukanlah kilat yang menghujam batin seorang perempuan yang berbaring di kamar itu, pun bukan gemuruh keras yang membuat sekujur tubuhnya bergetar.

"Aku juga sayang kamu, Aluna..." bisikan berat itu terlepas tipis di udara namun tikamannya mengoreskan lara tanpa muara.

Jilvezia Aluna, perempuan yang mendekam dalam kamar itu, mencengkam ujung bed cover yang sudah tak beraturan lagi bentuknya. Untuk sesaat ia lupa menyuplai oksigen ke paru-parunya. Sungguh, ia ingin menjerit sekeras mungkin, tapi nahas segala frustasinya tersendat di tenggorokan sehingga yang terlepas dari bibirnya hanyalah rintihan pedih tertahan, "Kamu bajingan, Keanu..."

Kepala Keanu yang tadinya berada di samping telinga Vezia, kini terangkat lurus menghadap gadis itu. Meski membelakangi lampu yang cahayanya diatur temaram, namun Vezia dapat merasakan getir yang tersalur dari sepasang netra biru pekat itu.  Ada sekumpar keegoisan yang mendekam dalam kabut penyesalan tak terjamah, tersembunyi begitu rapat di dalam sekotak kaca buram sehingga yang terpampang hanyalah lapisan kasih sayang yang tak terdeteksi kadar kesungguhannya.

Sebuah rasa kasih sayang yang berbahaya karena sedemikian kuat kadar adiksinya.

Dan sialnya telah menginfeksi mereka berdua.

"Aluna..."

Bulu jangat Vezia meremang tatkala desahan berat itu merasuki relung pendengarannya, ia bahkan tidak tahu mana yang lebih ribut apakah hujan di luar sana atau pikirannya yang berkisruh kalut.

"Ke-keanu, aku—" ucapan Vezia terpotong ketika Keanu membungkamnya dengan ciuman pelan.

Vezia tidak mengerti, bagaimana mungkin ciuman seorang pria bisa seadiktif ini? Logikanya keras menentang namun intuisi teramat cepat menjajah dan tak ingin lepas. Ia terbuai dalam lumatan yang memabukkan itu, sensasi hangatnya mampu menjalar sampai ke balik kening, tetapi mengapa semakin dicandui semakin menyesakkan hati?

Mata Vezia terbuka oleh pemberontakan akal sehatnya, ini tidak bisa! Ia harus pergi dari sini sebelum kegilaan merengut habis kesadarnya. Lantas ia mengais sisa-sisa keberaniannya, kemudian mendorong kasar tubuh Keanu.

Vezia mencoba bangkit dan ingin segera berlari meski tangannya bergetar ketakutan, namun getaran itu dengan cepat dikekang oleh tangan besar Keanu disusul tarikan keras yang membuatnya kembali terhempas ke atas tempat tidur. Segalanya berlangsung sangat cepat dimana Keanu berhasil duduk di atas perutnya dan mencengkam kedua pergelangan tangannya di atas kepala.

"Lepasin!" jerit Vezia dengan tangan memberontak kencang. "Aku benci kamu, Keanu!!!"

"Tapi tadi kamu balas ciumanku, kamu munafik, Vey!" Tangan Keanu kian keras mencengkam, rahanganya mengatup keras dengan gurat murka yang menjalar di wajahnya. "Jujur padaku, Aluna ... katakan padaku kalau kamu tau yang sebenarnya tentang malam tujuh tahun lalu itu!"

Jantung Vezia mencelus seketika. Bayangan buruk yang selama ini menghantui, kini menghampiri dalam mimpi yang sama busuknya. Ada ketakutan yang menjeratnya dari sebongkah memori yang selalu dihindari, meski ia tak tahu apakah rasa ngeri saat ini berasal dari tuntutan Keanu atau malah dari dirinya sendiri. Sial, ia benar-benar benci seperti ini, Keanu berhasil membangkitkan emosi yang sejak lama ia paksa tertidur dan berimbas pada matanya yang mulai dilapisi genangan tipis.

Endorphins in YOU (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang