"What the hell, you too serious there!?" Suara Irfan hampir melengking. Aku yakin, dia menyangka, bahwa yang diucapkannya tidak terdengar jelas olehku. Padahal, headset yang sebelah kiri di telingaku ini tidak tertutup rapat.
Sedikit senyum kusuguhkan. Namun, tak ada niat untuk menjawabnya.
Dan Irfan pun tak menghiraukan. Ia malah memilih duduk dan diam di sebelahku. Kulirik sejenak. Hanya senyum sumbang yang ia tawarkan. Headset berwarna putih yang tadinya terpasang sebelah di telinga kirinya, sekarang dipasang lengkap, kiri dan kanan menempel, rapat. Lantas, ia membuka buku panduan yang dibawanya.
Kami sama-sama tak menghiraukan.
Perhatianku kembali tertuju pada buku panduan yang ada pada tangan kananku. Sedangkan pendengaranku tajam menikmati cara pengucapan pada setiap kata melalui audio. Ini demi uang lima juta yang tidak boleh kusia-siakan.
Hari ini, tepat sebulan aku dan Irfan bersama dengan kedelapan peserta lainnya, mengikuti kursus bahasa Inggris. Karena asyiknya belajar, terasa waktu berlalu terlalu cepat. Terlalu tergesa untuk sebuah perkiraan.
Kuakui bahwa, tempat kursus ini, berhasil mengubah kami yang awalnya sangat benci dan bahkan tidak mau peduli dengan bahasa Inggris, hingga pada akhirnya, atau saat ini, kami telah menguasai grammar dan jutaan vocabulary.
Aku puas. Aku gembira. Ini adalah pencapaian yang luar biasa yang pernah aku alami semasa hidup. Begitu pun dengan sahabatku, Irfan. Dan tentunya perasaan yang sama dirasakan oleh peserta lainnya.
Setelah materi dalam audio berada pada ujung pembahasan, aku menekan tombol "stop" dan membuka puting headset di telingaku. Lalu aku juga menarik headset milik Irfan yang masih tertancap rapat sehingga terlepas dari lubang telinganya.
"What are you doing, here?" tanyaku, sinis. "Do you know, if you was making me lose a lots of time to focus on my lessons?"
Irfan terkekeh, merasa agak lucu. "I'm so sorry, Mr. Riang Fatha," Tangannya menepuk pundakku, "i just want to seat beside you. If you don't mind."
Geli mendengar Irfan menyebut namaku selengkap itu. Aku hanya tersenyum jijik. Ini adalah efek dari penjelasan guru cantik itu.
"Anak-anak, nama belakang untuk orang di luar Indonesia, di Inggris contohnya, menganggap sopan dan formal jika kita menyebut nama belakangnya." Senyum yang menghanyutkan itu tak dapat kuhindari.
Tak seorang pun di antara sepuluh orang muridnya yang berani memujinya selain Irfan. Dan berhasil membuatnya murka. Bahkan, Ibu Arinda memberikan hukuman kepada Irfan sebanyak 300 vocabulary yang harus dihafalnya di depan teman-teman. Dengan alasan, telah lancang memujinya, merayunya.
Aneh memang, tapi itulah kenyataannya. Ibu Arinda tidak suka dipuji. Dia sangat marah jika ada peserta yang berani main-main pada saat ia memberi materi.
Terlalu banyak rahasia yang tak bisa ditebak olehku. Dulunya aku ragu. Tidak percaya bahwa, tempat kursus ini mampu mengubahku menjadi seseorang yang dapat berbicara menggunakan bahasa Inggris dengan lancar. Terjawab sudah. Sesuatu yang mustahil telah aku gapai. Dan, semua itu karena tempat ini.
Bagaimana tidak. Otakku seakan diprogram dan diganti isinya dengan materi bahasa Inggris. robot online, materi audio, buku panduan, Ibu Arinda, kesemuanya bekerja sama dan berhasil menyuntikkan pengetahuan yang luar biasa pada kepalaku.
Meskipun di tempat kursus ini hanya memiliki satu tenaga pengajar, tapi beliau mampu menggiring pesertanya berhasil menguasai bahasa Inggris. Ibu Arinda, adalah guru yang cantik nan cerdas, dialah yang bertanggung jawab atas semua ini. Dia yang berperang aktif menginginkan kami untuk mahir berbahasa Inggris dengan waktu yang singkat.
KAMU SEDANG MEMBACA
RATING
Ciencia FicciónSebelum mengambil keputusan untuk menjadi seorang pelaut, harusnya kamu tahu bagaimana jalannya. Jangan jadi pelaut hanya karena ikut-ikutan! Jangan jadi pelaut hanya karena katanya, gaji pelaut itu besar. Kesuksesan mereka memang bagus untuk dijadi...