"Jadi, ini adalah GPS," kata kak Bima sambil menekan tombol power pada sudut kanan bawah, benda itu.
Bentuknya kotak segi empat kecil dengan layar berwarna agak kekuningan.
"GPS ini digunakan untuk mengatur dan menentukan posisi kapal pada saat berlayar. Dengan bantuan alat ini, kapal bisa dipastikan tidak akan kehilangan arah, kecuali kalau data titik way point yang disetting di dalamnya salah." Kak Bima lalu melihat ke arahku sambil tersenyum.
Ya, kak Bima seakan membaca kebingungan di kepalaku. Ini baru hari kedua aku berada di kapal ini, tapi rasanya seperti ada kedekatan antara kami. Ah, mungkin kak Bima menganggap aku sebagai sepupunya sama seperti Irfan?
Tidak. Ini karena dia memegang amanat dari bapaknya, agar betul-betul mengajari kami selama dua bulan di sini. Dan ini baru benar.
Sambil menarik napas, aku melihat ke depan sana. Proses pemuatan yang sedang berlangsung menghasilkan bunyi hantaman keras setiap kali kontener itu diletakkan di atas kapal.
"Ini memang kadang membuat pusing, tapi nanti kalian akan paham sendiri. Benda satu inilah yang paling penting untuk kamu ketahui," lanjut kak Bima. "Karena GPS inilah yang akan membantumu sebagai jurumudi, nantinya, untuk mempertahankan haluan kapal agar tetap berada di alur pelayaran yang dikehendaki."
Irfan yang berdiri di sampingku mengangguk. Ekspresi yang ia berikan terlihat cukup paham walau aku yakin, di dalam kepalanya itu penuh kelam.
"Ya, singkatnya begitu. Tapi besok kalau kita sudah berlayar di laut lepas, kalian akan tahu." Lelaki itu mendapatiku dengan kening berkerut.
Aku mendonga ke arahnya. Cukup tidak enak berada di situasi seperti ini. Sesaat kemudian, aku kembali memusatkan perhatian dan mengikuti gerak-gerik lelaki itu.
"Kebetulan Second Officer belum lagi membuat peta perjalanan, jadi, mari aku tunjukkan cara membuatnya." Kak Bima lalu membentangkan peta yang hampir selebar dengan meja. Mengambil penggaris dan pensil dari dalam laci dan diletakkannya di atas lembaran peta besar itu. Ia lalu mengambil benda, dari dalam laci yang satunya. Bentuknya seperti yang sering digunakan mama di rumah untuk mengangkat ikan yang dipanggangnya.
Aku hanya terdiam. Dan Irfan yang berdiri di sampingku juga tak ada suara. Hanya hembusan napas panjang yang sesekali terdengar. Kami sibuk mengamati.
"Ini namanya busur jangkar." Kak bima lalu mengangkat benda yang aku maksudkan sebagai penjepit pembakaran ikan itu.
Aduh, masa bayanganku benda itu mirip dengan alat penjepit untuk membalik ikan bakar, sih? Rasanya ada geli di hatiku untuk terbahak beberapa saat.
"Untuk membuat alur pelayaran, kita harus menghindari banyak hal, seperti: perairan dangkal, rambu-rambu navigasi laut dan area pengeboran minyak." Dengan lihai kak Bima meletakkan titik demi titik pada peta itu, dari sisi kanan hingga sisi kiri. Kemudian diambilnya penggaris dan ditariknya garis lurus menggunakan pencil untuk menghubungkan titik ke titik tadi.
Aku dan Irfan memerhatikan dengan seksama.
"Nah satu peta sudah selesai. Nanti akan dikerjakan Second selebihnya." Kak Bima lalu mengambil sebuah kertas yang tersedia di dalam sebuah folder map yang tertata rapi pada rak di samping meja.
Perhatianku tak lepas dari setiap gerakan lelaki itu, yang amat lincah dan teratur.
"Nah ini, kertas untuk menulis data dari titik-titik tadi," kata kak Bima. "Oyah titik-titik itu juga biasa disebut sebagai titik way point. Dan kertas ini dinamai sebagai kertas way point list," lanjutnya sambil menunjukkan kertas itu di depan kami.
Kak Bima lalu mengukur titik pertemuan itu dengan mengacu pada angka yang ada di sisi atas dan bawah peta hingga menemukan sederet angka dan lalu ditulisnya di dekat titik tadi hingga selesai.
KAMU SEDANG MEMBACA
RATING
خيال علميSebelum mengambil keputusan untuk menjadi seorang pelaut, harusnya kamu tahu bagaimana jalannya. Jangan jadi pelaut hanya karena ikut-ikutan! Jangan jadi pelaut hanya karena katanya, gaji pelaut itu besar. Kesuksesan mereka memang bagus untuk dijadi...