Part sudah direvisi!
*****
Mimpi aneh itu lagi. Membuatnya mendesah pelan. Chanyeol meraup muka kusutnya dengan kedua tangan. Tak lama menyisir rambutnya ke belakang, sangat gusar. Ia mengatur napasnya lantas berdiri ke dapur untuk mengambil minum. Meneguknya dengan sangat haus. Lalu meletakkan gelas itu sangat kasar saat bayangannya terlintas kepada mimpinya tadi.
Mobil, hujan, pertengkaran dan darah berputar indah di dalam memorinya. Sehingga lelaki itu menjerit. Menutup telinganya sangat kencang. Tak ingin mendengar teriakan apapun yang saat ini singgah di alam sadar Chanyeol. Sehingga kepalanya sakit. Sangat perih.
Ia melepaskan bajunya sehingga tersisa celana bolong hitam miliknya. Pergi ke sebuah ruang bawah tanah di rumahnya-penuh dengan lemari serta barang rongsokan lainnya.
Lemari kayu jati yang sudah sedikit rapuh membuat Chanyeol tertarik untuk memukul tangannya sampai hancur. Ia biarkan tangannya telanjang tanpa penutup apapun. Sehingga darah mencuat sesaat setelah ia memukul badan lemari tua itu. Padahal lukanya belum mengering-luka yang ia hasilkan dari memukul pohon setelah bertemu dengan Joy. Permainan itu terus berlanjut sehingga badannya basah oleh keringat. Rambutnya lepek. Serta urat otot yang menegang. Membuat siapa saja yang melihatnya tahu betapa emosinya Chanyeol sekarang.
Pukulan paling keras ia luncurkan. Mampu membuat badan lemari itu terjeblos meninggalkan lubang bekas pukulan Chanyeol. Napas Chanyeol tersengal lalu ia mengusap keringat di dahinya sehingga peluh keringatnya bercampur dengan darah.
Emosinya mulai stabil. Ia memejamkan matanya perlahan. Merasakan jantungnya yang nyeri. Sesak oleh sebuah penyesalan. Namun, ia sama sekali tidak tahu bahkan lupa tentang apa kesalahan yang ia buat.
Hari Minggu. Selalu menjadi hari petaka untuk dirinya.
*****
Jisoo masuk ke Cafe. Melepas mantel dan syalnya hingga tersisa sweeter tipis berwarna cream. Di depannya sudah ada Joy. Tersenyum tipis menyapanya. Terlihat tulus membuat Jisoo menarik kursinya lantas memutuskan untuk duduk."Mau pesen dulu?" Tawar Joy membuka buku pesanan bewarna coklat di atas meja. Jisoo yang sedang mengecek ponselnya menoleh lalu berdehem pelan. "Caramel machiato satu."
Joy mengangguk lalu melambaikan tangan kepada pelayan yang sedang berjaga disana. "Vanilla latte satu, Caramel machiato satu, sama redvelvetnya satu." Pelayan itu mengangguk-menuliskan pesanan kedua gadis itu lalu pergi ke kasir.
Jisoo yang sedang bermain ponsel melirik. "Jadi, lo mau ngomong apa?" Tanya gadis itu sambil menaruh ponsel di meja. Menyilangkan tangannya di dada lalu menyenderkan ke badan kursi.
Joy mengulum bibirnya. "Gue bukan pelakunya, Jis. Chanyeol yang bikin Saeron meninggal." Jisoo memandang Joy lekat. Lalu memajukan sambil menopang dagu.
"Lo mau ngajuin pembelaan apa supaya gue percaya sama lo?" Jisoo memandang Joy sangat dingin. Namun gadis itu tetap santai. Seakan-akan memang dia bukan korbannya.
"Tingkah lakunya Chanyeol." Jisoo menaikkan alis satu.
"Lo ngga sadar apa kelakuannya selama ini aneh?"
Jisoo menghembuskan napasnya. "To the poin aja Joy. Nggak usah basa-basi."
Joy mengulas senyum penuh arti. "Misalkan orang tua lo atau mungkin orang lain yang lo sangat sayangi dibunuh, apa yang lo lakuin ke pembunuhnya?"
Jisoo memainkan kukunya sambil berfikir. "Gue akan membuat pembunuh itu menderita." Joy menjentikkan jarinya. Setuju dengan pendapat Jisoo.
"Well, nyatanya gue baik-baik aja kan?" Balas Joy dengan nada remeh. Sehingga Jisoo semakin mengernyit, bingung. "Chanyeol sama sekali nggak pernah nyakitin gue. Malah dia yang sering nyakitin dirinya sendiri. Lo inget nggak saat Saeron baru aja meninggal? Dia selalu mukulin dirinya sendiri pake tongkat. Yang lebih parah, dia sampe nusuk dirinya sendiri pakai pisau. Dan anehnya lagi, dia selalu ngelakuin hal tadi disaat hari Minggu. Hari dimana Saeron meninggal."
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Only You | SM SCHOOL (SELESAI)
Fiksi PenggemarJudul sebelumnya : SM SCHOOL | Chanyeol Exo and Wendy Redvelvet fanfiction | Bagaimana rasanya dicintai cuma karena ia terlampau obsesi dengan cinta pertamanya dulu? Itu yang dirasakan Wendy sekarang. Wendy harus menahan rasa pahit saat menjalani hu...