PADA akhirnya, semua melebur menjadi bayang yang terkubur dalam malam.
Mimpi buruk itu ternyata nyata.
Young So berkali-kali mengerjap, meyakinkan diri bahwa semua ini realita. Bahwa apa yang kini gadis itu lihat; sosok ringkih berbalut sweater dengan jemari memilin, sosok lama yang harusnya membawa rindu dan memberi afeksi, sosok yang dulu ditunggu-tunggu dengan harap pula kasih, kini malah menjadi pangkal dari kerisauan hati.
Ibunya benar-benar sudah pulang.
Gadis itu tak berani mengangkat kepala, berkali-kali menarik napas kendati dadanya bergemuruh tak teratur. Rumahnya tetap hening, cahaya di ruang tengah masih menyala kuning, namun entah mengapa sesuatu terasa berbeda―sesuatu terasa salah. Ketegangan malah berujung pada kegerahan, rasa bersalah yang menumpuk pada akhirnya membendung sesak.
Ternyata benar, tak akan ada satu hal yang bertahan abadi dalam ikatan rahasia. Kebohongan lambat laun akan terbongkar, semua tipu daya akan tercium baunya. Dan saat itulah, seberapa berat kau mengutarakan penyesalan, semua berubah tak berguna. Sia-sia.
Young So mendadak menyesal.
Bukan, bukan maksudnya untuk pergi kencan diam-diam tanpa sepengatauhan ibunya. Bukan pula maksudnya untuk menipu dan membuat kejutan tidak menyenangkan dengan mencipta konflik alih-alih rasa nyaman.
Namun kau tahu, terkadang sesuatu dapat berjalan di luar kehendak dan akal. Siapa sangka, ibunya akan pulang begitu mendadak?
Semua yang bergulir bagai mimpi. Kendati demikian, Young So masih ingat betul rentetan alur yang terjadi―bagaimana keheningan yang merambat dipecah oleh suara rendah Wonwoo, bagaimana sapaan hangat pemuda itu malah berpulang malang sebab alih-alih diterima, ibu Young So tak menunggu lama untuk langsung meluncurkan sederet kalimat tajam yang memutarbalikkan suasana.
Semua benar-benar tak terduga.
Young So mengepal tangan, merasa kepalanya seolah ditumbuk oleh timbunan batu aspal. Berat dan sakit. Apalagi tatkala atmosfer hening melingkup, suasana serius menjadi penenun. Hatinya gundah, jemarinya saling bertaut dalam resah. Saat itulah sebuah suara terdengar, "Siapa lelaki itu?" Tidak terdengar marah. Begitu pelan dan tenang, tajam dan menyimpan segudang rahasia.
"Siapa lelaki itu?"
Young So dapat merasa bagian dalam perutnya seolah diremukkan dalam sekali pukul. Gadis itu mengalihkan pandang dengan resah, agak bertanya-tanya mengapa ia merasa gugup tiba-tiba. Seharusnya ini bukan masalah besar, ia hanya harus membuka suara, berbicara apa adanya tentang si gila Jeon dan mengklarifikasi fakta tentang hubungan mereka.
Harusnya semudah itu, harusnya sesederhana itu.
Namun alih-alih memberi kesempatan untuk putrinya dapat membela diri, Min Yoo Ri tetap tak goyah dengan pendiriannya sedikitpun. Wanita itu tetap duduk tegak di sofa paling ujung, tangannya terlipat di depan dada sementara irisnya yang sabit mengarah lurus. Rasa penat menggelayuti tubuh, menusuk tulang hingga rongga terdalam. Tetapi semua sirna saat melihat putri semata wayangnya disentuh lelaki. Tak peduli kendati sudah bertahun-tahun terhitung sejak terakhir kali ia bertemu Young So, wanita itu tetap tidak goyah. Bahkan di bibirnya tak tergores seulas senyum.
Ini yang Young So takutkan. Pernah mendengar bahwa orang tersabar menyimpan amarah terdahsyat? Nyonya Min barangkali terkategorikan sebagai ibu tegas dengan pribadi yang kuat, jarang sekali marah kalau tidak menyangkut hasil belajar dan masalah pria. Tetapi Young So dapat melihat semua perasaan tersimpan hanya dalam pandangan beku itu. Kekecewaan, kehancuran, kesedihan, siapa yang dapat menerka?
"Haruskah ibu mengulang pertanyaan ibu?"
Young So nyaris tersentak, mulai mendongak tetapi kembali menunduk saat menemukan ibunya tidak menatapnya sedikitpun. "Dia hanya teman," jawabnya kikuk. "Aku tidak―"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Taste [Jeon Wonwoo]
Fanfiction「ーincredibly cheesy, soon will be shocking. Watch your own steps, darling❦」 Tak puas dengan pencapaiannya merampas ciuman pertama 'Sang Gadis Galak' yang disegani satu sekolah, Jeon Wonwoo tanpa malu malah menceburkan diri dalam liang masalah lebih...