Even the darkest characters have their own stories need to be told.
------
[ 1st state; the 7th years old girl
got stuck
inside her own thought]
"JANGAN berteman dengan Min Yoo Ri! Ibuku bilang, ibu Yoo Ri gila, memutuskan untuk mati dengan gantung diri. Siapa tahu gilanya menular ke Yoo Ri, kalian harus hati-hati."
"Benarrr! Ibuku juga berkata begitu."
"Yoo Ri yang baru pindah itu? Ah, kemarin dia meminta bantuanku untuk mengerjakan PR. Astaga, aku tidak tahu anaknya seburuk itu, pantas nilainya tidak bagus."
Satu per satu kata melayang di udara. Lantunan suara bercampur nada olok para bocah persis bak penggalan kaset rusak yang berdengung di telinga; samar, putus-putus, buram, dan sayup. Namun menengok lebih jauh, nyatanya kisah lawas mengerikan tersebut pernah menjadi pengiring tahun-tahun kehidupannya hingga menua; menjadi kudapan penuh getir tiap senja, menjadi melodi penghantar lelap kendati esoknya ia terbangun dengan napas terengah.
Jelas indikasi yang buruk.
Bahkan bila diijinkan untuk mengorek liang memori lebih dalam, Yoo Ri ingat hari-harinya di sekolah dihabiskan dengan mengurung diri dalam bilik toilet yang sempit; jam makan siang berlalu bak jentikan jari sementara bisikan gosip semakin menyeruak. Kebencian ditabur, makian diselundupkan, gemeletak amarah membumbung layaknya kobar perapian.
Saat itu tak seorangpun sadar, bahwa sebuah kehancuran absolut seseorang dapat bermula hanya dari seulas kalimat. Hanya berawal dari sebuah lidah.
Sekolah mendadak jadi memuakkan.
Padahal dulu sekali, gadis kecil itu ingat ibunya pernah berujarーjauh sebelum keadaan memburuk begini, "Ayah akan memindahkanmu ke sekolah baru, sayang. Kau harus membuat teman, bersikap baik, jangan ragu untuk bertanya ketika kesulitan. Kau harta ibu yang paling berharga, Yoo Ri, kau tahu itu, bukan? Maka, berjanjilah pada ibu kau akan hidup tenang dan bahagia. Jangan ... jangan berakhir seperti ibu."
Ibu selalu seperti itu; duduk di sudut kamar saat ayah tidak di rumah, memeluknya dengan tangis tumpah ruah, berkata-kata dengan deretan kalimat panjang yang Yoo Ri tidak paham apa maksudnya.
Bagian paling menyakitkan adalah ketika kehidupan tetap melempar berbagai kejutan dahsyat pada seorang bocah yang bahkan belum lancar menulis abjad. Katakan selamat tinggal pada kehidupan lugu kanak-kanak. Realita agaknya berhasil membungkam mulut gadis itu rapat-rapat, sebab baru beberapa sekon ibunya berkata-kata, terdengar suara pintu terbanting keras.
Keduanya menegakkan tubuh, Yoo Ri bahkan dapat merasa ritme napas ibunya berubah cepat. Wanita itu buru-buru menepis air mata.
"Sialan, punya istri dan anak sama sekali tidak berguna! Siapa kepala keluarga di sini, hah?! Kenapa tidak ada seorang pun yang menyambut kepulanganku?!"
Yoo Ri sama sekali tak terkejut. Ayah selalu begitu; pulang dalam keadaan mabuk, berteriak murka, mencipta keributan dengan memecahkan piring dan membanting kursi di ruang tamu. Rasa-rasanya persis seperti menonton siaran langsung dari game favorit para remaja yang sering ditayangkan di warnet sebrangーapa namanya itu? Yang pukul-pukulan?
Seram? Tidak juga.
Sebab kau tahu, siaran menakutkan bila dipertonton berulang-ulang lama kelamaan tak lagi memberi rasa tegang yang sama. Namun Yoo Ri tak dapat menyalahkan ayahnya juga, pun bingung hendak berada di kubu siapa atau membela pihak mana. Pernyataan gurunya selalu terngiang di kepala, "Keluarga itu merupakan satu ikatan mutlak. Bersyukurlah apabila kalian masih memiliki ayah-ibu yang lengkap."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Taste [Jeon Wonwoo]
Fanfiction「ーincredibly cheesy, soon will be shocking. Watch your own steps, darling❦」 Tak puas dengan pencapaiannya merampas ciuman pertama 'Sang Gadis Galak' yang disegani satu sekolah, Jeon Wonwoo tanpa malu malah menceburkan diri dalam liang masalah lebih...