RINTIK gerimis telah mengguyur kota Seoul sedari dini hari.
Sejak itu pula, Yoo Ri tak kunjung memejamkan mata dan mengistirahatkan badan. Kendati tak dapat disangkal kini tubuhnya terasa letih luar biasa, wanita itu tetap memaksakan diri untuk terjaga, memberi asupan tubuh dengan menenggak beberapa botol soju dan menghisap dua pak cerutu.
Di luar suara hujan masih terus mengetuk kaca jendela, awan mendung mengekor diikuti gelegar petir yang menyahut di sana-sini. Tampak seolah alam hendak memberontak atas ketidakadilan yang terjadi dalam rumah kecilnyaーkalau tempat penuh kayu dan debu ini layak disebut rumah alih-alih gudangーtetapi oh, Yoo Ri tentu tak perlu repot-repot menatap keluar dengan sendu bak orang hilang harapan. Ia tentu tak perlu bersusah-payah menyadarkan hati yang keras untuk mendengar teguran alam dan menyesali perbuatan kotornya sendiri.
Sederhananya, Min Yoo Ri tak peduli fakta bahwa ia telah nyaris membunuh putri kandungnya sendiri.
"Balas dendam itu mutlak." Begitu kalimat yang ia simpan selama bertahun-tahun, terus bersemayam dalam hati dan menjadi motivasinya tiap hari. Rasanya melegakan ketika ia bisa menjadi diri sendiri terlepas dari kepura-puraannya belasan tahun silam.
Sebab mulai detik ini, Yoo Ri tak perlu lagi tinggal dalam sebuah bangunan artistik dengan perabotan mahal hasil kerja kerasnya bertahun-tahun, ia tak lagi dituntut untuk menjaga manner sebagai bagian dari sandiwara memuakkan itu, dan yang paling penting, ia tak lagi harus berpura-pura menjadi sosok ibu penuh kasih yang mau melimpahkan peduli dan afeksi pada satu gadis; pada gadis sial itu.
Saat ini, Yoo Ri hanya perlu menjadi dirinya sendiri; seorang medusa bengis yang hobi menenggak alkohol dan ahli pemegang pisau.
Min Yoo Ri lebih suka julukan itu.
"Gadis bodoh," katanya entah pada siapaーsebab tidak ada siapa-siapa di dalam sana. Ia hanya duduk di atas sofa tua sendiriーdalam ruangan berdebu dengan tumpukan kardus dan kayu yang keropos sebab dikrikiti rayap.
"Harusnya ia tidak bermain-main dengan kesabaranku." Jemarinya memutar-mutar pisau lipat, semakin cepat seiring dengan bangkitnya seringai licik pada bibir. "Harusnya dari awal, anak itu tidak lahir."ーharusnya aku membiarkannya mati di dalam kandungan, kalau tahu ia akan mengacaukan semuanya.
Seharusnya begitu.
Yoo Ri kembali menenggak soju-nya. Memikirkan untaian masa lalu selalu mampu membawa sensasi geli sendiri yang menggelitik isi perut. Namun, toh itu hanya masa laluーhanya sekadar momen duka singkat yang berhasil ia lewati sendirian. Setelahnya barulah wanita itu sadar, bahwa cinta tak pernah membawa kebahagiaan dan keuntungan. Persetan dengan rasa senang, sebab bagaimana kau dapat merasa tenang ketika hatimu direngkuh orang?
Lebih baik untuk mati rasa, dibanding menemukan hati menanggung beribu luka.
Yoo Ri tahu itu.
Ia bahkan tidak menyesal atas tumpahan darah yang ia lakukan dulu.
Sebab kalau itu tidak pernah terjadi, barangkali ia masih menjadi wanita lemah yang hanya tahu berlindung di bawah naungan pria. Ia tak dapat mendirikan bisnis ilegal yang kini sudah merangkak jauh sampai luar kota−oh tentu ini rahasia pribadi, memang seluruh biaya sekolah Young So dan fasilitas mahal di rumah yang dapat gadis itu nikmati adalah hasil dari jerih payah halal?
Bodoh sekali. Wanita itu mana mungkin dapat mengumpulkan uang banyak bila bekerja sendirian.
Jauh dari yang putrinya ketahui, sosok Min Yoo Ri menyimpan lebih banyak rahasia kelam yang tak pernah disuarakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Taste [Jeon Wonwoo]
Fanfiction「ーincredibly cheesy, soon will be shocking. Watch your own steps, darling❦」 Tak puas dengan pencapaiannya merampas ciuman pertama 'Sang Gadis Galak' yang disegani satu sekolah, Jeon Wonwoo tanpa malu malah menceburkan diri dalam liang masalah lebih...