Lyn mengerutkan dahi, lalu berdehem panjang. "Hem, ini malam terakhir kita di sini?" Dathan berdehem pelan di belakang Lyn yang sudah memejamkan mata. Boat ektra cepat itu hanya memerlukan empat hingga lima jam saja untuk perjalanan, tetapi Dathan berulah sehingga perjalanan tersebut lebih lama. "Ayo keluar. Lo mau ikut, nggak?" Lyn menyingkirkan lengan Dathan dari perutnya lalu duduk dari pembaringannya. Membiarkan Dathan masih memejamkan mata. Sepertinya laki-laki itu sudah tidur.
Tanpa banyak bicara, Lyn beranjak dari ranjang menuju luar kamar. Tidak ada seorang pun yang ditemukannya di sana. Dia menuju bagian belakang kapal boat, memandang hamparan laut lepas dengan ombak besar yang digulung oleh angin malam. Begitu keras dan membuatnya sedikit merinding.
Lyn menghirup udara segar sembari mengetatkan jaket yang dikenakannya. Angin malam yang berhembus kencang membuatnya menggigil sehingga ringisan terdengar dari bibirnya.
"Lo belum ngantuk?" Lyn menoleh ke belakang, menemukan Dathan mendekat dengan sebuah gelas berisi susu cokelat hangat di tangannya. Aromanya begitu menyengat di hidung, di tambah lagi dengan uap yang masih mengepul. Sangat nikmat sekali untuk dinikmati saat ini.
Dathan mengangsurkan gelas di tangannya pada Lyn. Gadis itu menerima lalu mendekatkan pada wajahnya untuk ditiup. Belum bisa diiminum, uapnya masih sangat mengepul. Lyn yakin jika Dathan merebus air, bukan dari dispenser langsung.
"Belum. Kantuknya ilang. Kayaknya nggak sabar nunggu besok." Dathan tersenyum samar, duduk di samping Lyn berdiri. Gadis itu menggedikkan bahu, lalu kembali memandang hamparan laut yang hanya terlihat beberapa meter saja dari pandangan mata.
Kembali meringis karena terpaan angin malam, Dathan berdecak. Ikut berdiri dan mengikuti arah pandangan gadis tersebut. "Pake jaket yang tebel sana." Suruhnya.
Lyn menoleh ke samping, mendekap lengan Dathan dengan cengiran lebar sehingga Dathan menoleh ke samping. "Gue cinta lo, ambilin gih."
Dathan juga ikut menyengir lebar jelas sekali karena dipaksakan. "Gue sayang lo. Ogah ah." Jawabnya. "Gue peluk boleh."
Lyn menunjukkan ekspresi jijik, hendak muntah. Bukannya marah, Dathan malah gemas padanya. Mencubit kedua pipi Lyn dengan kedua tangannya yang dingin.
"Dathan, ih..." Lyn menjauhkan wajahnya, serta kedua tangannya meraih pinggang Dathan lalu mencubitnya sekuat mungkin.
Seperti biasa, Dathan meringis hingga setengah menjerit. Cubitan Lyn tidak bisa di abaikan. Dathan melepas tangannya dari pipi Lyn lalu beralih mengusap-usap pinggangnya, masih dalam keadaan meringis menahan denyutannya.
"Kejam banget sih, Lyn. Sakit nih."
"Rasain!!" Lyn menjulurkan lidahnya. Mengejek pada Dathan yang masih menunjukkan wajah kesakitan. Tetapi Lyn tidak peduli, dia kembali memandang lautan, membiarkan Dathan masih mengeluarkan ringisan pelan. Kemudian ikutan memandang lautan seperti gadis di sampingnya.
Tidak peduli lagi dengan dinginnya angin malam. Keduanya tetap berdiri menghadap ke depan. Sibuk dengan pikiran masing-masing sehingga tanpa menyadari jika mereka sudah lama berdiri di sana.
"Lyn..." Lyn berdehem, menoleh pada Dathan di sampingnya. Laki-laki itu merogoh kantong dan mengeluarkan sesuatu. Lyn mengernyit bingung, memandang sesuatu di tangan Dathan. "Buat lo."
"Buat gue?" Lyn membeo.
Dathan mengangguk, mendekatkan kedua tangannya pada leher Lyn. Memakaikan kalung yang terbuat dari sembilah kerang. Sederhana. Sangat sederhana. Menggunakan tali kail berwarna hitam, kerang kecil sebagai icon utamanya, dan di kedua sisinya tersemat mutiara kerang masing-masing satu.
Lebih murah dari barang imitasi. Kalung itu sangat tidak berharga pada Lyn. Tidak pernah mengenakan barang asal-asalan. Semuanya original dan memiliki harga jual yang tinggi.
Tetapi kalung itu pemberian Dathan. Laki-laki itu membantu mengenakan di leher Lyn tanpa persetujuannya. Namun dia tidak menolak. Membiarkan benda tersebut menggantung di lehernya. Jantung Lyn berdetak lebih cepat berkali-kali lipat.
Dathan tersenyum memandang Lyn mengenakan kalung buatannya sendiri. Entah sejak kapan prosesnya, yang pasti Lyn tidak mengetahuinya.
"Murah sih harganya, tapi tulusnya mahal." Cengirnya narsis. "Kalau dijual mungkin cuma goceng meskipun ada dua mutiara asli. Karena itu mutiara belum di olah, sehingga belum memiliki nilai." Dathan tersenyum. "Jangan di buang ya. Simpan kalau nggak mau make."
Lyn menunduk, meraba kalung tersebut. Sangat sulit baginya untuk berbicara. Berbagai macam pertanyaan berkelut dalam benak. Apakah Dathan memperhatikannya? Memikirkannya?
Jika tidak, lalu untuk apa dia memberikan pada Lyn? Repot-repot membuatnya.
"Ya ampun... lo terharu banget ya? sampe nggak bisa ngomong?" Dathan berbinar dengan senyum jenaka.
"Jelek!" Kata Lyn ketus. Dathan tergelak lalu mencubit hidung Lyn gemas. Gadis itu mengerucutkan bibirnya.
"Meskipun jelek, tapi cuma satu-satunya." Lyn mengejek dengan mengeluarkan ujung lidahnya. Dathan tergelak. Sudah biasa. Dia mendekap gadis tersebut meskipun mendapat penolakan. Dathan tetap bertahan. Mendekapnya gemas.
***
***
Medan, 24.08.19
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Trapped
RomanceLyn dan Dathan bagai Tom dan Jerry. *Belum sempet bikin sinopsis* *Ini draff lama. Hampir 3 tahun lalu* *** Publish, 14.02.19 Copiright @2019