Sehun melangkahkan kakinya menuruni tangga dengan tatapan dingin, sambil membawa sebuah tas yang bertumpu dibahu kanannya. Langkah kaki nya terhenti saat ia sudah berada di sebuah ruang makan yang kini diisi oleh 3 orang yang menatapnya dengan tatapan berbeda.
"Aku pamit." Ucap Sehun sambil menatap mereka datar. Saat ia mulai meniti langkah, suara lembut menghentikan pergerakannya.
"Makanlah terlebih dahulu, nanti aku yang akan mengantar mu ke sekolah." Balas Luhan dengan senyumannya.
"Tidak, aku bisa sendiri." Tolak Sehun.
"Ayolah, sudah lama aku tak mengantar mu ke sekolah." Bujuk Luhan dengan tatapan memelasnya.
"Tidak."
"Hun—"
"Sehun, turuti ucapannya." Ucap Alex sambil menatap datar Sehun yang juga menatapnya tak kalah datar.
Hingga akhirnya ia memilih untuk menuruti perintah, bukankah itu tujuan hidupnya? Sehun tertawa miris dalam hati, ya inilah hidupnya.
Luhan menatap Sehun dengan senang, ia langsung mengambil piring dan memasukkan nasi juga beberapa lauk, lalu meletakkanya dihadapan Sehun.
"Selamat makan adik kecil." Ucap Luhan dengan riang.
Sehun hanya mengangguk samar, dengan perlahan ia mulai memakan makanannya dengan hening, ia tak berniat bergabung dalam obrolan Kakak nya juga kedua orang tuanya yang kini menatap Luhan dengan mata yang berbinar senang. Berbeda sekali saat menatapnya.
"Oh iya, dua minggu lagi aku akan mengikuti lomba melukis, apa kalian bisa datang?" Tanya Luhan.
Sehun menolehkan tatapannya ke arah Luhan. Dua minggu lagi adalah hari yang sama dengan perlombaan basketnya. Mana mungkin ia bisa menghadiri perlombaan kakaknya itu, tapi jika ia tak datang lalu siapa yang akan memberi Luhan semangat? Orang tuanya? Tidak mungkin, bahkan ia sudah lebih dulu memberitahu kepada Alex dan Victoria mengenai perlombaan basket nya tapi apa yang didapat? Mereka menolak mentah-mentah dengan alasan bahwa perlombaan itu tidak penting dan mereka memilih untuk pergi ke Korea dan mengembangkan bisnis mereka disana. Jadi mana mungkin mereka akan dat—
"Tentu saja kami bisa datang!" Ucap Victoria dengan semangat.
Deg!
Sehun menundukkan kepalanya, lagi-lagi ia tertawa miris. Harusnya ia sadar batasannya, ia hanya sebatas anak yang tidak diharapkan kehadirannya. Tentu saja mereka tidak akan membuang waktu mereka untuk anak sepertinya.
Tetap pada batasan mu, Sehun! Isi kepalanya berteriak menyadarinya.
Ya ya ya, batasan batasan dan batasan.
"Benarkah?" Pertanyaan Luhan.
"Tentu saja."
Luhan bertepuk tangan senang, lalu ia menatap Sehun yang masih saja menunduk.
"Sehun?" Panggil Luhan sambil menggoncangkan bahunya pelan sehingga memecahkan lamunan Sehun. "Apa kau bisa datang dihari itu?"
Sehun menatap manik mata Luhan yang begitu menyejukkan, ia juga bisa melihat lengkungan senyum yang masih terpatri indah di bibirnya. Hingga beberapa menit, akhirnya ia mengangguk mengiyakan.
Luhan tertawa bahagia sambil mengacak rambut Sehun gemas. Sehun ikut tersenyum tipis melihat kebahagiaan kakaknya itu. Ia tak sanggup melihat kekecewaan sang kakak jika ia menolak untuk datang.
Jadi biarlah, ia mengalah. Sekali lagi.
***
"Belajarlah yang rajin." Ucap Luhan saat mereka sudah berada tepat di gerbang sekolah Sehun.
Sehun mengangguk lalu tersenyum samar. "Terimakasih." Balasnya.
Luhan mengangguk sambil menepuk pundak adiknya lalu ia berjalan menuju mobil nya dan menancapkan gas meninggalkan area sekolah.
Sehun masih setia menatap kepergian Luhan yang tentu saja sudah tak terlihat dari pandangannya. Ia tersenyum, hanya Sehun dan Tuhan yang tau seberapa besar rasa sayang Sehun terhadap Luhan.
"Sehun!" Panggil seseorang membuat Sehun berbalik arah dan mendapati pemuda jangkung yang sedang berjalan sambil tersenyum dan juga melambaikan tangan kearahnya. "Wow, apa yang terjadi sehingga kau bisa tersenyum seperti itu?"
Sehun langsung menghilangkan senyumnya, wajahnya berubah menjadi datar. "Tidak ada."
Chanyeol berdecak malas, sedikit banyak ia menyesali karena menanyakan hal itu. "Kau sangat sensitif, seperti gadis-gadis yang sedang datang bulan."
Plak!
"Argh! Sakit bodoh!" Pekik Chanyeol saat tengkuk nya secara kasar ditampar oleh Sehun, ia mengusap-ngusap tengkuk nya yang terasa perih. "Kenapa kau memukulku?!" Tanya Chanyeol tak terima.
"Biar seperti gadis yang sedang datang bulan." Jawabannya lalu melenggang pergi meninggalkan Chanyeol yang sedang mengumpat kesal.
"Brengsek sekali kau! Sudah memukulku malah pergi begitu saja tanpa meminta maaf!" Dumel Chanyeol sambil mensejajarkan langkahnya dengan langkah Sehun.
"Maaf." Ucap Sehun sambil menatap Chanyeol datar.
"Lain kali akan ku ajari bagaimana berekspresi dengan baik." Sehun memutar bola matanya malas.
"Dimana Kai?" Tanya Sehun.
"Mana aku tau, kita sama-sama baru datang."
"Benar juga." Balas Sehun setengah berbisik.
"Bodoh!" Sehun melirik tajam Chanyeol yang sedang menatapnya dengan senyum konyol.
"Kau sudah mengerjakan PR?" Tanya Chanyeol dan dibalas anggukan oleh Sehun. "Anak pintar."
Mereka berjalan menyusuri koridor kelas yang masih ramai karena memang ini belum waktunya memulai jam pelajaran.
Perlu diingat, Sehun adalah anak yang selalu mematuhi perintah. Tidak ada yang namanya terlambat apalagi bolos, tidak ada yang namanya lupa mengerjakan PR, tidak ada yang namanya membuat masalah dengan teman-teman atau bahkan dengan guru.
Dan juga, selalu hidup dengan mematuhi batasan yang ada.
•
•
•
TBC
Selamat datang di cerita baruku, semoga kalian suka dan menikmatinya!
Jangan lupa vote+comment yaa!
Terimakasih banyak
KAMU SEDANG MEMBACA
BORDERLINE • OSH ✓
FanfictionKebebasan? Cih, bahkan untuk memikirkan saja membuat muak. Bagaimana bisa kebebasan didapat jika selalu ada pembatas disetiap langkahnya? Sehun Willis Alexander, pemuda yang selalu bertanya-tanya apa itu kebebasan. Bahkan setiap kali ia ditanya tent...