Bab 21: Akibat Ciuman

1.8K 167 29
                                    

Bismillah ....
Again, I wanna tell you guys ... Sebelum lanjut baca bab ini. Yuk, di-follow dulu akun wattpad saya yudiiipratama di sana saya lagi update cerita terbaru judulnya
"SINGLE-LILLAH"
Masih hangat, sila dibaca dan ditambahkan ke reading list antum sekalian, yaaa.
Syukron waajazakallahu khairan.

Syukron waajazakallahu khairan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





[Cerita ini dilindungi undang-undang akhirat. Jika melakukan plagiat, akan dicatat oleh malaikat]
☔️☔️☔️

"Mereka itu musuh, maka berhati-hatilah."
☔️Surah Al-Munafiqun: 4☔️

~Pov Sani~

Sumbangan yang tersalur pada peduli kasih untuk Panti Asuhan Raudhatul Amanah di lampu merah perempatan antara Jalan Dago yang menghubungkan tiga ruas jalan lainnya—Jalan Siliwangi, Jalan Ir. H. Juanda, dan Jalan Dipati Ukur—telah terlesaikan.

Kendaraan yang awalnya aku parkir di sekitaran Jalan Siliwangi, sudah  kupindahkan ke dalam parkiran Mcdonals yang berada di Jalan Dago. Alhasil, setelah hampir dua jam berdiri di tengah cuaca yang mendung—Bandung lagi memasuki musim hujan dengan cuaca yang sulit diprediksi—, kami bergegas menuju Mcdonals untuk beristirahat sejenak, dan juga mengisi perut yang keroncongan. Aku yang tadinya badmood, kini sudah mendingan. Intinya hari ini akan aku habiskan waktuku bersama Kang Alan.

"Lelah juga, ya, Kang Hari ini. Habis makan kita lanjut ke mana?" kutanya Kang Alan di sela-sela lahap menyantap makanannya.

Ia terlihat mengunyah sampai benar-benar tertelan dan berucap, "Habiskan dulu makanannya, nanti kita bahas. Kiranya, hargai makanan yang ada di depanmu," ceramahnya.

Aku mengangguk, iya. "Afwan."

Dari tadi memang aku suka ngoceh di hadapannya. Aku tidak ingin membuatnya risih dan tak lagi nyaman berada denganku. Lebih baik aku diam dan ikut makan dengannya. Kalau saja ia sudah menjadi milikku, kusuruh ia menyuapku sekarang juga seperti Muhammad yang menyuapi istri tercintanya Aisyah.

Ah, aku terlalu banyak menghayal. Atleast, yang satu ini bisa kenyataan; aku dan Alan sedang makan bersama berdua saja layaknya orang berpacaran.

"Saya mau salat zuhur dulu," ucapnya setelah menyelesaikan makannya beberapa menit yang lalu, sedangkan aku masih mengunyah. "Kita gantian ya salatnya."

Aku menelan sesuap nasi, setelah itu berkata, "Bareng kalau gitu, Kang. Sani juga mau salat."

"Kamu masih ada sisa makanan. Habiskan dulu."

"Kan lebih baik kalau kita salat berjamaah, Kak." Aku kekeh mau ikut dengan calon imamku.

"Afwan, Sani." Kang Alan sedikit tersenyum. "Yang harus kamu ketahui, tak ada sepasang laki-laki dan perempuan yang tak sedarah berjamaah kecuali ia adalah sepasang suami istri."

Semusim di Bandung [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang