[Cerita ini dilindungi undang-undang akhirat. Jika melakukan plagiat, akan dicatat oleh malaikat]
☔️☔️☔️"Ya Allah, rahmati aku dengan al-qur'an, dan jadikanlah ia sebagai imam, cahaya, petunjuk dan rahmat bagiku. Ya Allah, ingatkanlah aku akan ayat yang terlupa, dan ajari aku apa yang belum aku ketahui darinya. Anugerahkan aku untuk membacanya di waktu malam dan siang. Jadikan ia sebagai hujjah (perisai) untukku, wahai Rabb semesta alam."
☔️☔️☔️Akhirnya hujan turun juga dengan derasnya memenuhi setiap ruas jalan di Bandung saat aku dan Yudis tengah berada di salah satu rumah makan tempat kami akan berjumpa dengan Sani. Memang tidak begitu ramai, namun kaca yang transparan dengan memperlihatkan jalan raya Braga di luar begitu ramai oleh karena orang-orang berlarian berteduh ke setiap beranda bangunan sepanjang jalanan. Bahkan pedagang kaki lima; dari asongan sampai obral barang kerajinan.
Menunggu kehadiran Sani yang katanya beberapa menit lagi akan tiba, aku dan Yudis lebih dulu memesan makan dan minum. Kali ini kupersilakan Yudis untuk memilih makanan yang khas dari rumah makan ini, berhubung ia sudah lebih sering ke sini dan ini adalah kunjungan pertamaku.
Setelah perkara yang terjadi pagi tadi di kantor, pikiranku jadi tak keruan. Aku memikirkan kenapa bisa Pak Dadang sekasar itu pada aku, khususnya pada Yudis yang nyatanya baru saja mengalami duka yang mendalam.
Aku menatap Yudis yang sedang melihat-lihat menu, wajahnya santai dan seperti tak ada beban sama sekali. Masalah ini pasti sumbernya bukan karena aku saja, tapi juga pasti mengenai Yudis dan Pak Dadang. Daripada berpikiran yang bukan-bukan, lebih baik aku menanyakannya langsung ke Yudis.
"Dis, are you okay?" kutanya Yudis yang sontak menatapku balik.
Alisnya mengernyit. "Why?"
Aku berdeham. "Maksud aku, kamu dan Pak Dadang baik-baik saja, kan?"
Tatapan Yudis langsung berkedip, bola matanya kembali melihat menu yang ada di tangannya. Aku merasakan ada keganjalan antara keduanya. "Ada apa, Dis? Kamu nggak mau cerita ke sahabatmu ini?"
"Buat apa certia? Nggak penting juga."
Untung saja restauran ini kedap suara, jadi derai hujan yang ada di luar tidak terdengar jelas ke dalam. Suasana hati Yudis lagi tidak bisa diajak kompromi, tapi sejak kapan ia menutup diri dari aku?
"Kamu nggak cerita juga, nggak apa-apa sih sebenarnya." Aku pura-pura tak peduli. "Asal nanti kalau ada apa-apa, nggak perlu cari aku. Kamu selesaikan saja sendiri masalahmu," tegasku.
Yudis terdengar mendengkus, ia menggaruk-garu kepalanya. Menu yang dibacanya ditutup, lalu memanggil pelayan dan memesan dua bakmie legendaris khas Bandung yang katanya racikannya sudah ada sejak tahun 1947—itu tertulis di dalam menu makanan tersebut—dan juga es jeruk. Pilihan yang tepat di saat hujan deras seperti sekarang.
"Ibu tiriku minggat dari rumah bersama anaknya," lanjut Yudis setelah memesan menu santapan siang ini.
Hampir saja aku terperanjat, langsung saja aku memperbaiki posisi duduk. Mataku hanya tertuju pada Yudis. "Kok bisa? Kenapa kau tidak cerita sebelumnya padaku? Terus apa hubungannya dengan Pak Dadang?"
"Ah, iya ini mau cerita. Satu-satu nanyanya," dengkus Yudis.
Aku menyimak apa yang disampaikan Yudis, ia baru menceritakan padaku perihal bagaimana pertengkaran antara dirinya dengan mama tirinya seminggu setelah wafatnya Profesor Haliq. Lagi-lagi persoalan hak waris, dan dalam pertengkaran itu pula hadir ibu kandung dari Yudis yang kerap ia panggil Bunda, beliau datang jauh-jauh dari pulau sumatera. Mereka berselisih paham tentang persoalan hak waris, dan Pak Dadang sebagai kepercayaan Profesor Haliq semasa hidupnya dan sekaligus menjadi pengacara di dalam keluarga Yudis juga ada di sana sebagai penengah. Namun, sayangnya, istri kedua dari ayah Yudis tidak terima dengan pembagian hasil, ia dan anaknya minggat dari rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semusim di Bandung [SELESAI]
SpirituálníAllahummaghfir-lii wa tub' alayya, innaka antat tawwabur rahiim. "Ya Allah, ampunilah aku dan terimalah taubatku, sesungguhnya Engkau Maha penerima taubat lagi Maha penyayang." [HR. Tirmidzi, no.619] Blurb: Keberangkatan Alan dari Kota Daeng menuju...