(This part, available only on wattpad!)
[Cerita ini dilindungi undang-undang akhirat. Jika melakukan plagiat, akan dicatat oleh malaikat]
☔️☔️☔️
"Sesungguhnya sifat jujur akan menuntun kepada kebaikan, dan kebaikan akan menuntun ke surga. Sungguh seseorang akan berusaha untuk bersifat jujur sampai menjadi orang yang sangat jujur. Sifat dusta akan menuntun kepada perbuatan keji, dan perbuatan keji akan menuntun (seseorang) ke neraka, dan seseorang akan berusaha untuk berdusta sampai menjadi pendusta.
☔ Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim ☔
Pagi itu, langit sudah kembali cerah di Bumi Pasundan. Serangkaian kegiatan car free day hari ahad juga sudah berjalan normal. Musim hujan telah berlalu, kicauan burung melangitkan nama Allah membuat sepasang telinga ikut berbahagia di bawah langit Bandung. Seorang anak laki-laki berkebutuhan khusus tersenyum menatap burung-burung yang sedang bertengger di balik pepohonan.
Matanya tidak pernah begitu lama menatap di satu arah; kanan, kiri, bawah, atas, lalu terulang lagi seperti di awal. Tangannya tak pernah berhenti bergerak-gerak. Ia bermain-main pada teras halaman rumah dengan sekotak berisi mainan dan juga potongan puzzle.
Seorang perempuan berpakaian syar'i merah keluar dari dalam rumah dengan membawa semangkuk sereal dan segelas susu. Senyumnya begitu merekah indah, seperti telah terpatri bahagia dalam diri hanya dengan melihat adik laki-laki semata wayangnya tertawa di balik sinar mentari pagi.
Perempuan itu, Jihan, kebahagiaannya saat ini sudah lebih dari cukup. Hatinya yang rapuh, perlahan utuh oleh karena di depan matanya ada orang yang lebih membutuhkan kasih sayang.
"Adit, sarapan dulu, yuk," pinta Jihan pada adiknya.
Jihan bersimpuh di sebelah Adit, kemudian meletakkan secangkir susu itu di atas meja bundar yang berukuran sedang. Jihan terus-terusan menatap Adit sambil mengaduk-aduk sereal. Dit, balik sini ... kakak suap lagi,yah."
Adit tersenyum meski hanya sebentar, setelah itu wajahnya berubah jadi datar kembali. Keterbatasan yang ia miliki justru membuat Jihan dan orang-orang di sekitarnya semakin mencintainya. Adit berusaha menoleh ke arah Jihan yang sebentar lagi akan menyuapinya sesendok sereal favoritnya.
Keharmonisan begitu nyata meski banyak keterbatasan pada diri Adit. Tapi hanya Adit yang ingin Jihan lihat; sebenar-benarnya kebahagiaan. Akan tetapi, meski jiwanya ada di sini bersama dengan Adit, tapi separuhnya berada pada orang lain. Ia tak henti-hentinya memikirkan Alan yang sudah pergi jauh dari Bandung, pulang ke tanah bugis. Meninggalkan Jihan bersama dengan kenangan-kenangan.
Sebenarnya, Jihan telah berjanji pada dirinya, pada Allah kalau ia akan benar-benar melupakan Alan yang telah melukai hati dan perasaannya. Tapi apalah daya, Jihan hanya manusia biasa yang membutuhkan waktu untuk benar-benar berdamai dengan keadaan.
Hampir sepekan kepergian Alan, sejak hari itu juga Jihan tidak masuk kerja. Ia benar-benar tidak tahu apa yang harus diperbuat; di satu sisi Jihan masih begitu ragu dengan pilihannya. Tapi di sisi lain, hatinya begitu terpuruk dan belum menyangka akan begini akhir dari kisahnya dengan Alan.
Jihan berusaha untuk membuang jauh-jauh pikirannya saat ini dari Alan. Di depannya sedang ada Adit. Bukankah dengan hadirnya Adit sebagai pengingat dan penggugah jiwanya kebahagiaannya sudah lebih dari cukup?
Setelah menghayal dan cemberut, Jihan kembali tersenyum. Apa pun itu sekarang, aku bersyukur, Ya Allah. Ia kemudin mengembuskan napas pasrah, ia serahkan segalanya kepada Allah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semusim di Bandung [SELESAI]
EspiritualAllahummaghfir-lii wa tub' alayya, innaka antat tawwabur rahiim. "Ya Allah, ampunilah aku dan terimalah taubatku, sesungguhnya Engkau Maha penerima taubat lagi Maha penyayang." [HR. Tirmidzi, no.619] Blurb: Keberangkatan Alan dari Kota Daeng menuju...