BM-8

11K 1K 159
                                    

Mendung menghampiri hatinya, menggeser awan cerah yang beberapa waktu lalu memberikan warna dan harapan bagi hidupnya yang datar. Sasuke menjambak rambutnya frustasi. Ia mendesis kesal, benar-benar akan melakukan pembalasan yang setimpal pada gadis Hyuga itu. Namun saat ini, ia ingin pelukan ibunya, mendapatkan belaian dari wanita paruh baya itu yang bisa menenangkan suasana hatinya.

Pintu terbuka, beberapa maid yang lalu lalang menyapanya dan ia mengabaikan mereka, suasana hatinya kacau, ekspresi yang biasanya tak terbaca itu kini terlihat jelas. Seakan membuat peringatan pada siapapun yang melihatnya untuk tidak mengusiknya, atau ia akan menendangnya jauh.

Sasuke melonggarkan dasinya dan onyxnya mendapati sang ibu yang telah bersiap pergi entah kemana, Mikoto menghentikan langkahnya sejenak, memperhatikan dengan seksama penampilan putra bungsunya yang kacau. Wanita paruh baya itu seakan melihat luka tak kasat mata dari tatapan putra bungsunya. Ia menghela nafas panjang, tersenyum dan meminta anaknya itu untuk menghampirinya.

Dan Sasuke melangkahkan kakinya tanpa ragu, menjatuhkan dirinya dipelukan sang ibu. Tubuhnya bergetar. Terisak tanpa suara. Belaian lembut tangan Mikoto sedikit memberikan ketenangan bagi pria berusia matang itu. Suara lembut ibunya yang mengatakan jika semua akan baik-baik saja. Yang nyatanya semua berkebalikan dengan kalimat yang terlontar. Ia tidak baik-baik saja, jalan yang seharusnya mudah ia tapaki nyatanya terjal dan berbatu.

"Aku bertemu dengannya, lima tahun yang lalu." Sasuke membuka suara setelah lama terjebak keheningan.

"Aku tertarik keindahannya, dia memukau ibu, dan dia mengikatku dengan tatapan polosnya. Aku menginginkannya saat itu juga." bisiknya lirih. Mikoto masih menjadi pendengar yang baik. Mendengarkan awal pertemuan tak sengaja putra bungsunya dengan wanita satu malamnya, hingga pertemuannya kembali di Guardian Park.

"Aku menginginkannya, aku ingin dia ibu, apa aku salah?"

"Tidak, tidak ada yang salah dengan sebuah keinginan, kau sudah membuat keputusan yang benar dengan membatalkan rencana pernikahan, hanya saja." Mikoto melepas pelukannya, dan membelai sepanjang lengan kokoh putranya, lalu menatapnya dengan sayang.

"Hanya saja, semua ini terlalu tiba-tiba. Kau datang padanya dengan status calon suami Hanabi, lalu kau memutuskan untuk membatalkan pernikahan, dan bum, Hanabi begitu mengejutkan, dia mengacau, membuat wanita tak bersalah itu menerima hukuman yang seharusnya tidak ia dapatkan, menjauhimu saat ini mungkin keputusan yang benar baginya, dia butuh waktu untuk menerima semuanya juga kejadian buruk yang ia alami, jangan memaksanya, karena cinta tidak bisa dipaksa."

Sasuke menundukkan kepalanya. Dia memang payah dengan hal-hal merepotkan seperti cinta, wanita  dengan sejuta kode rahasianya. Kenapa mereka begitu rumit untuk dipahami.

Semakin kau memaksa, dia akan semakin menjauh
Biarkan saja semua yang terjadi mengalir seperti air
Buat dia nyaman dan terbiasa akan dirimu
Karena pada dasarnya
Cinta datang karena terbiasa.

Mikoto kembali menghela nafas dan tersenyum kemudian. "Istirahatlah, kau terlihat kurang baik."

"Hn." jawabnya. Ia kembali memeluk ibunya beberapa detik sebelum beranjak pergi. Menenagkan pikirannya yang terbagi.

Mikoto menggeleng pelan. Ia mengambil ponselnya dan mengirimkan sebuah pesan, memberitahu seseorang jika dia sudah siap untuk berangkat.

***

Tubuh Sakura menegang, nafasnya tersenggal saat melihat sosok di depannya yang tersenyum ramah. Mata peraknya seolah menilik, mencari sesuatu yang tersembunyi di dalam rumahnya, dan Sakura berharap Seichi tidak keluar dari kamarnya saat ini.

BEAUTIFUL MISTAKETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang