Mata senada warna bulan itu nampak kosong, tak memancarkan gairah hidup sama sekali, sejak ia terbangun dari tidurnya, dan menyadari hal buruk yang menimpa hidupnya akhir-akhir ini, tangannya tak berhenti memainkan cutter. Kejadian semalam membuat jiwanya terguncang. Beruntung sekali kakaknya segera mengamankannya saat fajar hampir menyising, entah dari mana kakaknya itu tahu keberadaannya, ia tak peduli, yang jelas dia beruntung, karena tak ada yang melihat dirinya yang telanjang dengan tubuhnya yang di penuhi cairan menjijikkan milik tiga preman kurang ajar itu, selain dia dan sang kakak. Hanabi kembali mendesis kala mengingat kejadian itu. Dia berjanji akan menghabisi ketiga preman itu jika kakaknya berhasil menangkap mereka.
Ia memejamkan mata, kejadian buruk itu terus menghantui pikirannya, Hanabi menjerit dan menggenggam cutter itu kuat-kuat hingga menyebabkan telapak tangannya berdarah, kemudian dia tertawa mengerikan setelahnya.
"Merah muda sialan, semua ini karenamu. Kejadian buruk yang menimpaku, semua ini adalah salahmu, semua ini karenamu brengsek!" ia menjerit sekali lagi dan melemparkan cutter kesegala arah. Nafasnya terengah menahan amarah hingga membuat air matanya mengalir dengan derasnya.
Pintu terbuka perlahan dan menunjukkan sosok sang kakak, Neji. Pria itu mengahampiri adiknya dan memeluk Hanabi yang terus meraung dan menjerit dalam pelukannya. Tentu saja, setiap wanita yang mengalami pelecehan seperti yang dialami adiknya akan mengalami trauma batin yang luar biasa. Dan ia ada untuk melindungi adik kesayangannya.
"Semua ini karnanya kakak, wanita itu telah merebut kebahagiaanku.." pelukannya mengendor, Hanabi menatap mata yang senada dengan miliknya itu pilu.
"Apa yang kau inginkan?"
***
Sakura menangkup wajah mungil Seichi dengan kedua tangannya, menyeka air mata yang masih mengalir dari putra kesayangannya dan ia tersenyum kecil.
"Katakan pada mama, kenapa Seichi tidak mau bertemu dengan papa?"
Seichi hanya terisak, bocah itu sepertinya masih ketakutan. Sakura adalah ibunya, dia tahu, Seichi dibesarkan dengan penuh cinta olehnya, dia mendapat kasih sayang dan perhatian dari teman-temannya, Karin dan Ino misalnya. Dan Seichi masih lima tahun. Mendengar dan menyaksikan pertengkaran orang dewasa secara langsung pasti memberi trauma tersendiri untuknya.
"Seichi-kun, sayangnya mama, hei lihat mama, mama mau bertanya pada Seichi."
Dan kepala mungil itu mendongak, kembali menatap pada manik penuh kehangatan yang terpancar dari emerald sang ibu.
"Siapa yang membantu Seichi berganti pakaian dan mandi tadi, lalu membuatkan sarapan dan mengantarkan Seichi ke sekolah?"
"Papa." jawabnya lirih.
"Apa papa berteriak dan membentak Seichi?" tanya Sakura dengan suara lembut disertai dengan belaian sayang. Kepala Seichi menggeleng pelan.
"Lalu kenapa Seichi harus takut pada papa?"
"Papa membentak dan memarahi Sasori sensei, papa juga memukulnya, Seichi takut, mama." jawabnya lirih.
Sakura menghela nafas panjang. "Oke, papa berteriak dan marah pada Sasori sensei tadi itu salah dan tidak boleh ditiru, tapi." jeda sejenak dan ia kembali menatap onyx putranya yang menggemaskan.
"Tapi Sasori sensei juga bersalah. Sasori sensei tidak meminta izin pada papa saat membawa Seichi kemari, dia tidak mengabari papa jika Seichi sedang bersamanya dan itu juga tidak boleh. Dan lain kali, siapapun yang mengajak Seichi tanpa meminta izin pada mama atau papa, jangan mau ya." jawab Sakura, Seichi masih menatapnya polos penuh tanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BEAUTIFUL MISTAKE
FanfictionMasa muda, gairah dan rasa penasaran yang tinggi, mereka dipertemukan, terpikat sejak pandangan pertama serta terjebak one night stand dan meninggalkan jejak yang indah. Cus baca saja dah, nggak pandai bikin yang begituan. INGAT!!! WARNING!!!! DLD...