Chapter 14 - Ending

15.1K 1.1K 243
                                    


Pertama aku pengen ngucapin, terima kasih atas kesabarannya menunggu dan menikmati penderitaan di FF ini. selamat membaca :)





Lisa terbangun dengan kepala yang terasa sangat berat, seperti baru saja dibenturkan ke dinding berkali-kali. Matanya perlahan menyesuaikan cahaya yang diterimanya dari luar. Lisa pingsan selama lebih dari 10 jam dan kini ia sudah melihat sinar matahari.

Mencoba mengingat lagi apa yang telah terjadi, tubuh Lisa spontan terduduk. Matanya terbelalak dan napasnya sesak. Dengan gerakan cepat, Lisa menyibak selimutnya dan melompat turun dari ranjang.

Ia baru sadar kalau saat ini sedang berada di rumah sakit.

"Omo, Lisa-yaa!"

Seulgi. Suara Seulgi. Lisa menoleh ke segala arah dan melihat sahabatnya baru saja keluar dari toilet. Seulgi menghampiri, wajahnya sangat khawatir. Lisa menyambar kedua lengan Seulgi dan mengguncang tubuh sahabatnya tersebut.

"Seulgi, aku mengingat semuanya. Aku sudah mengingat semuanya."

"M-mwo?"

"Aku harus bertemu dengan Jennie."

"Tidak, Lisa. Tunggu!"

Seulgi menahan tangan Lisa tepat saat sahabatnya itu memutuskan untuk berlari keluar kamar. Ia mencengkram kedua lengan Lisa dan menatap matanya dalam-dalam. Lisa mengerutkan dahinya. Apa yang dilakukan Seulgi? Ia ingin segera bertemu dengan Jennie dan memastikan apakah keadaannya baik-baik saja.

"Seulgi, ada apa? Kau seharusnya mengantarku kepada Jennie. Apa ia baik-baik saja?"

Seulgi menghela napas berat.

"Lisa. Ada yang harus kau tahu."

Lisa tidak berkutik. Ia menatap sahabatnya dengan was-was.

"Jennie masih di ruang operasi, sedangkan Nana...."

Bibir Lisa terasa kering. Jennie masih di ruangan operasi, jadi nasibnya belum tentu baik. Ia tidak peduli dengan Nana. Memangnya hal buruk apa yang menimpanya? Bukankah ia kabur, batin Lisa.

"Nana tewas karena benturan keras di belakang kepala saat mencoba melawan serangan Hachiko."

Lisa terkejut bukan main. Wanita itu tewas? Ia tidak tahu kalau Hachiko benar-benar memburunya. Lisa terduduk di ranjang rawatnya. Kejadian tadi malam memang sangat tak disangka-sangka. Kedatangan Nana sungguh diluar dugaan, terutama perbuatan jahatnya terhadap Jennie.

Masih jelas di pikirannya kernyitan kesakitan Jennie. Tusukan itu tepat di perutnya. Kira-kira berapa panjang pisau yang menancap perut Jennie? Lisa mendongak menatap Seulgi.

"Pisau lipat itu tidak terlalu panjang. Kenapa operasinya lama sekali?"

Seulgi membasahi bibirnya dengan gugup.

"Aku tidak tahu, Lisa."

Lisa meramas rambutnya, frustasi. Kenapa mereka selalu berurusan dengan rumah sakit? Jennie masih belum sembuh total dari kecelakaan yang mematahkan kakinya. Dan kini sesuatu yang lebih buruk menimpanya.

Lisa sudah tidak bisa menangis. Ia bahkan tidak tahu apakah sanggup mencari tahu bagaimana hasil operasi itu atau tidak. Tapi wajah kesakitan Jennie melintas di pikirannya. Tidak mungkin ia tidak memberi dukungan kepada wanita yang dicintainya. Lisa mengepalkan kedua tangannya.

"Aku akan ke ruangan operasinya."

"Mwo? Lisa, keadaanmu juga harus diperiksa dokter!"

Lisa tidak mengindahkan ucapan Seulgi. Kakinya berlari tanpa alas menuju ruang operasi. Ia sudah beberapa kali ke rumah sakit ini jadi ia tidak perlu bertanya lagi pada Seulgi dimana Jennie.

UnbreakableTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang