"Seperti layaknya remaja biasa, aku kembali terbidik panah asmara sang cupid, namun untuk yang kedua kali pada orang yang sama."
❀:ཻུ۪۪⸙͎
PAGI hari di perkemahan ini memang tidak seramai sebelumnya, banyak peserta mengalami trauma ataupun shock akibat jurit malam yang mereka lakukan semalam. Bahkan beberapa peserta ada yang kerasukan hingga melolong layaknya serigala.
"Mengesankan," komentar Chenle begitu mendengar celotehan seniornya; Lee Jeno. "Kok malah begitu? Yang lain trauma, lo malah bilang itu mengesankan." cibir Jeno begitu mendapati respon yang tidak ia inginkan.
Chenle terkekeh, semakin mengeratkan mantel yang membungkus tubuhnya, matahari masih menyembunyikan dirinya meski waktu sudah menunjukkan pukul enam pagi hari.
"Ya terus gue harus gimana? Ketakutan sampai gemeteran gitu? Hell no!" tepis Chenle dengan menggebu-gebu membuat Jeno tertawa----menampilkan kedua mata serupa bulan sabit.
"Pinter, bukan tipe uke manja berarti ya."
"Bukan lah, Chenle gitu lho."
Sebelah tangan Jeno terulur untuk mengusap surai lembut Chenle, mengusapnya dengan telaten dan perlahan, serta penuh kasih sayang. Layaknya tubuh Chenle itu kaca, ia perlakukan kasar sedikit, maka tubuh itu akan hancur lebur.
"Oi, Bang Jen, Chenle." sapa Guanlin dengan akrab, tak lupa berhigh five ria dengan Jeno, sebelum akhirnya menempati posisi di salah satu kursi di samping Jeno. "Ngapain kesini?" tanya Chenle, "Gabut." jawab Guanlin dengan kekehannya.
Chenle hanya menggelengkan kepalanya maklum menanggapi lelaki tampan dihadapannya ini, tingkahnya cukup abstrak, namun tidak melebihi Jisung yang abstrak overload.
"Bang Jeno," mendengar suara familiar tersebut, Chenle menoleh kearah belakang; dan mendapati Jisung tengah berjalan kearah mereka dengan rambut basah yang acak-acakan, jangan lupakan sebuah handuk yang masih bertengger manis di bahunya.
"Kenapa, Sung?"
"Laper cuy, pengen makan."
"Oh iya, bener juga, cari kayu bakar gih." titah Jeno membuat Jisung seketika mengernyitkan alisnya, "Ini masih gelap lho, Bang. Masa nyari nya sekarang?" mendengar perdebatan keduanya, Chenle segera bangkit dari kursinya.
Menyita perhatian ketiga dominan yang tengah berada disana, "Gue aja yang cari kayu bakar." celetuknya dengan wajah serius, membuat sontak Jeno dan Guanlin menggeleng tidak setuju. "Masa lo sendirian?" tanya Guanlin khawatir.
Chenle mengangguk, "Gapapa. Gue 'kan cowok." celotehnya membuat yang lain sontak menggeleng kembali, "Gue temenin." namun sebuah suara baritone menyahut, layaknya mengiyakan pernyataan Chenle, kemudian hendak menemaninya.
Dan pelakunya siapa lagi jikalau bukan seorang Park Jisung?
Jadilah keduanya berjalan menyusuri sekitar hutan, dengan kedua tangan Chenle yang dimasukkan ke dalam saku celana, ataupun Jisung yang menatap lurus kedepan tanpa ingin membuka pembicaraan sedikitpun.
Rahang tegasnya disertai sorot mata tajam membuat nyali Chenle ciut seketika, karena jika sudah seperti ini, maka mood Jisung tengah berada di kadar yang tidak bagus.
Tentu saja Chenle mengetahuinya, tiga tahun menjalin hubungan bukanlah waktu yang singkat untuk saling mengenal sifat masing-masing lebih jauh. Termasuk Jisung, ia mengetahui bahwa Chenle kini tengah ketakutan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketaksaan | Chensung
FanfictionKetaksaan, (n.) keraguan ❝Berpisah itu mudah, namun menjadi sulit saat masih ada keraguan diantara kita.❞ © 2019, Nanonaww.