BAB XII : Sebuah Fakta

4.4K 793 147
                                    

"Bukannya aku enggan untuk jujur, namun aku hanya takut kau menjauh apabila hal yang sebenarnya terucap."

Chenle menghela nafasnya dengan berat, sungguh, Pak Agus; selaku guru olahraga mereka memang selalu memiliki kejutan tersendiri untuk para muridnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Chenle menghela nafasnya dengan berat, sungguh, Pak Agus; selaku guru olahraga mereka memang selalu memiliki kejutan tersendiri untuk para muridnya. "Kali ini kita akan melakukan permainan jaman dulu yaitu 'benteng' untuk mengisi waktu senggang selama bapak mengoreksi nilai ulangan kalian—

—tim dibagi jadi 2; lelaki dan perempuan. Kapten tim silahkan suit, yang menang boleh memilih mau bentengnya di tiang bendera atau di pohon besar dekat kelas 11." jelas Pak Agus secara rinci, membuat Chenle mendengus malas.

Dan ajaibnya, semua murid mengangguk setuju dan terlihat antusias mengikuti permainan yang dibuat oleh Pak Agus. "Jisung aja jadi kapten tim!" usul perwakilan lelaki dari tim mereka, yang tentunya disetujui oleh seluruh anggota tim lainnya.

Jisung yang terpilih pun merasa tidak keberatan akan usul teman-temannya tersebut, justru ia senang menjadi kapten tim—merasa bahwa ia mendapat kepercayaan dari seluruh anggota timnya.

"Woi biawak! Ayo suit!" tantang Diva yang merupakan kapten tim perempuan, Chenle hanya menggeleng maklum melihat kedua temannya itu mulai melakukan suit. "Lo kayaknya gak semangat banget," komentar Juna yang kini menghampiri lelaki manis itu.

"Iya, males." jawab Chenle seadanya, Juna menyeringai tipis begitu mendapat ide untuk meledek si manis disampingnya. "Le, tau gak?"

"Apa?"

"Jisung semangat gini mainnya karena pengen diliat sama lo,"

"Hah?"

"Iya, dia kan suka banget tebar pesona, kali aja dia bahagia kalo tau lo kesemsem sama dia lagi." celetuk Juna membuat Chenle mengernyitkan dahinya, bahkan bibirnya kini melengkung membuat kurva kearah bawah.

"Nyebelin banget, sih." Geram Chenle, dalam hati sebenarnya Juna bersorak gembira, namun ekspresi datarnya mampu menutupi semua itu secara instan. Mari lihat, pasti sebentar lagi Chenle akan bersemangat mengalahkan Jisung.

"Pak, gak adil pak, masa tim ceweknya lebih sedikit? Saya ambil satu dari tim cowok ya, Pak." mohon Theressa kepada Pak Agus, lelaki paruh baya itu tampaknya menimang-nimang keputusan terlebih dahulu sebelum akhirnya mengangguk setuju.

"Chenleee! Ayo ayo di tim gue!" pekik para anak perempuan bersemangat, memang mereka tidak salah pilih. Chenle adalah mantan anak basket, dan sudah pasti tidak diragukan lagi kecepatan berlarinya.

Juna yang menyaksikan adegan mengharukan itu, kini menahan tawanya dengan wajah yang tidak terdefinisikan. Chenle kebetulan melihatnya, merasa geram akan tingkah Juna, lelaki manis itu menginjak kaki Juna tanpa belas kasihan sedikitpun.

"Hoi!"

"Dadah, Juna bodoh!" Chenle menjulurkan lidahnya bermaksud mengejek Juna terang-terangan, kemudian lelaki manis itu melompat-lompat kecil menghampiri timnya, dan tentu saja kelakuan Chenle barusan mengundang reaksi gemas dari para dominan.

Ketaksaan | ChensungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang