[Chapter ini berisikan flashback dari sudut pandang Chenle, dan terdapat beberapa kata kasar, mohon pengertiannya]
"Kalau Tuhan menyebut ini karma, maka aku rela menerimanya."
❀:ཻུ۪۪⸙͎
15 Juli, 2009.
Aku menggigit jariku yang kian gemetar, menahan air mata yang siap jatuh kapan saja apabila aku lengah, sungguh, ini adalah hari tersial selama hidupku!
Pertama, aku lupa membawa balon berwarna-warni yang akan diterbangkan nanti saat masa orientasi siswa baru, terlebih lagi penjaga ruanganku itu tidak diketahui galak atau baiknya.
Yang kedua, aku kehilangan jejak rombongan ruang 7. Aku sudah diberi tahu mama untuk mengikuti rombongan sesuai jalur masuk ku ke sekolah ini; yaitu jalur umum. Terlebih lagi, mama kini sedang sibuk mengurus pekerjaan di luar kota.
Yang ketiga, aku mengenakan seragam batik---yang seharusnya mengenakan merah-putih lengkap beserta dasi dan sabuk, karena kesiangan, aku melupakan setiap detail dan menjadi pusat perhatian para murid baru disini!
Oh, Tuhan. Rasanya aku ingin menangis.
"Hai,"
"Eh?!" aku terkejut bukan main saat sebuah tangan menepuk bahuku perlahan, kepalaku menoleh dan mendapati sesosok anak laki-laki yang tingginya sama denganku---lengkap beserta cengiran menyebalkannya.
"S-s-siap---"
"Kenapa baju kamu batik?"
Ia memotong perkataanku dan mulai bertanya demikian, aku mengerutkan dahiku sebal, ini siapa sih? Sok kenal!
"A-aku lupa,"
"Mana balon kamu?"
"Lupa juga."
"Dasi? Gesper?"
"Enggak---"
"Kenapa berdiri di depan gerbang?"
"Kehilangan rombongan."
Ajaib! Anak laki-laki ini dapat membuatku berbicara dengan orang asing sepertinya, padahal ia hanya melontarkan berbagai macam pertanyaan yang seharusnya dapat tidak kujawab kemudian mengacuhkannya.
Sebuah benda menempel pada pipiku, membuat mau-tak-mau aku menoleh---dan mendapati sebuah balon berwarna merah muda. Salah satu tangan sang anak laki-laki menggenggam tanganku; kemudian mengaitkan tali balon diantara jemariku.
Sedangkan satu tangannya lagi, menggenggam tanganku dengan erat; menautkan kesepuluh jemari kami. "Balonnya untuk kamu, gratis, karena kamu manis." pujinya membuat seketika pipiku terbakar.
"K-kamu gak perlu begini," cicitku menatapnya lamat-lamat, memperhatikan setiap inchi wajahnya yang jauh dari kata sempurna,
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketaksaan | Chensung
Fiksi PenggemarKetaksaan, (n.) keraguan ❝Berpisah itu mudah, namun menjadi sulit saat masih ada keraguan diantara kita.❞ © 2019, Nanonaww.