BAB XXI: Afeksi

5.2K 571 110
                                    

"Afeksi ini seolah menenggelamkanku dalam samudra cinta yang tanpa batas, salahkah aku tersenyum menikmatinya?"

❀:ཻུ۪۪⸙͎

DERING bel masuk menggema ke seluruh penjuru sekolah, hingga ke celah terkecil pada sudut-sudutnya, bagaikan lonceng kematian yang siap melahap siapapun kapanpun ia lengah.

Namun, rupanya kebanyakan diantaranya tidak goyah meskipun beberapa guru pengawas yang sudah mulai berhamburan menuju ke ruangan ujian----membawa lembaran-lembaran kertas sebagai saksi bisu kemampuan masing-masing siswa.

Beberapa diantaranya sudah menempatkan diri di kursi masing-masing, menyediakan alat tulis serta papan yang menemani mereka dalam pengerjaan ujian nanti, wajah tegang pun tak terelakkan dalam momen ini----seperti hendak sidang penentuan antara hidup dan mati.

"Le, mapelnya apa hari ini?" dan tentunya, pengecualian bagi salah satu siswa yang mendapatkan julukan sebagai most wanted di sekolah.

"Kamu baca dong di kartu ujian nya, Jisung!" sebagai pemanis dan pelengkap, Zhong Chenle adalah pendamping hidupnya mulai saat ini. Satu-satunya dan selamanya, sebagai pendamping Park Jisung yang bucin ini.

"Kartunya kemarin aku jadiin tatakan gorengan,"

"Memangnya gak ada plastik, gitu?"

"Selamatkan dunia dari plastik dong,"

"Bilang aja, dari awal pasti kamu punya niatan buat ngebuang kartu itu."

Jisung terkekeh mendengar omelan Chenle, lelaki manis itu mencibir tatkala si tampan tersenyum penuh kemenangan.

"Habisnya bosen kartu ujian, padahal bisa diganti sama kartu keluarga kita di masa depan."

"Pede banget kamu,"

"Udah izin kok ke Tuhan, katanya----kamu boleh jadi milikku."

"Ih berisik," ketus Chenle begitu Jisung tak hentinya melontarkan kata-kata penggoda, sudah dipastikan pada saat ini hati Chenle tidak baik-baik saja.

"Kenapa? Hatimu berbunga-bunga habis aku gombalin?"

"Bunga bangkai iya!"

"Tandanya aku langka, gitu?"

"Gatau ah, capek." Chenle mengakhiri percakapan keduanya dengan sebuah helaan nafas yang panjang, diikuti oleh kedua pupil yang mendelik----menatap sebal kepada seonggok manusia di belakangnya.

"Kata Jisung, Chenle manis." celetuk Jisung dengan netra yang senantiasa menatap intens lawan bicara dihadapannya, "Kata Chenle, sayang Jisung." balas Chenle mencicit, kedua pipi gembilnya kian memerah.

"Jisung tanya, boleh peluk Chenlenya?"

Chenle mengangguk kecil, kepalanya ia tundukkan, kedua belah bibirnya ia tipiskan, jemari mungilnya memilin ujung seragam putihnya----menambah kesan menggemaskan yang membuat siapa saja ingin menggigit kedua pipi gembil tersebut.

"Selamat Pagi, anak-anak."

Jisung berdecak sebal begitu mendapati kehadiran guru pengawas masuk ke dalam ruangan, membawa sebuah map berwarna merah berisikan lembaran kertas soal serta jawaban ujian.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 05, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ketaksaan | ChensungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang